Senin 24 Nov 2014 13:31 WIB

PBNU: Jangan Pisahkan Agama dan Negara

Red:

JAKARTA -- Hubungan negara dan agama harus didefinisikan kembali sebagai hubungan antara jiwa dan raga, ruh dan badan, nilai dan institusi, atau visi dan aksi.

''Artinya negara dan agama memang berbeda, akan tetapi tidak boleh dipisahkan. Agama sebagai kesadaran etik dan moral, sedangkan negara memberi bentuk," kata Rais Syuriah PBNU Masdar Farid Masudi dalam seminar bertema "Revitalisasi Nilai Pancasila dan Nilai Agama" di Kampus Universitas Indonesia (UI), Salemba, Jakarta, Kamis (20/11).

Ia juga mengatakan, nilai-nilai agama dan Pancasila tidak perlu dihadap-hadapkan satu sama lain. Sebab, menurut penulis buku Tafsir Konstitusi ini, keduanya justru berbaur dan saling menguatkan. Agama, kata Masdar, mesti dipandang sebagai spirit keadilan universal. Karena itu, memisahkannya dari negara justru membuka peluang kezaliman oleh penguasa.

"Hubungan antara agama dan negara akan keliru bila keduanya dipahami sebagai dua institusi kekuasaan,'' katanya.

Dalam forum yang sama, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan, nilai-nilai agama dan Pancasila kian ditinggalkan dalam praktik bernegara dan berbangsa. Adalah tugas MPR, menurut dia, untuk menyosialisasikan Pancasila kepada masyarakat. Karena itu, ia menyambut baik koreksi dari Mahkamah Konstitusi (MK) pada April lalu terkait Pancasila. MK memutuskan, Pancasila adalah dasar negara, bukan salah satu pilar kebangsaan.

''Selain itu, Pancasila adalah rangkuman nilai-nilai unggul dunia, sehingga sewaktu kita melihat keluar, Pancasila sesuai tidak hanya untuk Indonesia, tapi juga dunia," ujar Hidayat.

Melalui video conference dari Yogyakarta, Kepala Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada, Sudjito, mengatakan,  pemahaman bahwa Pancasila adalah pilar negara tidak benar. Sebab, Pancasila adalah mutlak dasar negara. Lebih dari itu, ujar dia, ideologi Pancasila adalah jiwa bangsa Indonesia.

Saat ini, menurutnya, Indonesia mengalami tunakuasa karena banyak aturan bernegara banyak yang cacat ideologis. "Penyebabnya, maraknya politikus berpragmatisme sempit, yakni mementingkan kelompoknya sendiri.''

Menutup paparannya, Sudjito menegaskan, perlu adanya lembaga independen yang mengawal Pancasila sebagai ideologi bagi tiap Undang-Undang di Indonesia. Dia juga menyimpulkan, Pancasila adalah way of life bangsa Indonesia serta berakar dari inti ajaran agama, yakni ketuhanan. n c14/c78 ed: wachidah handasah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement