Jumat 24 Oct 2014 18:00 WIB

iqra- Pemerintah Harus Turun Tangan

Red:

JAKARTA –- Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pemerintah untuk langsung turun tangan menindak akun media sosial yang menistakan agama. Tanpa peran pemerintah, gerakan penistaan agama di internet bisa meluas dan menyebabkan keresahan masyarakat.

"Turun tangan pemerintah, kan ada peraturannya," ujar Ketua MUI  Bidang Teknologi Informasi Sinansari Ecip kepada Republika, Selasa (21/10). Penindakan terhadap akun tersebut, menurut Ecip, bisa menggunakan Undang-Undang (UU) Informasi Transaksi Elektronik (ITE) karena melakukan tindakan yang merendahkan nilai agama.

Dia menilai, pemerintah tidak perlu menunggu laporan dari masyarakat. "Bisa temuan," kata Ecip. Kendati lembaga pengawas khusus yang dibentuk UU ITE tidak ada, Ecip menjelaskan, penindakan bisa diambil alih oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Dalam kasus penyiaran atau pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Dewan Pers bisa mengambil tindakan tanpa laporan masyarakat jika dianggap perlu. Ecip mengimbau pemerintah untuk melarang penerbitan informasi apa pun lewat berbagai media yang dapat menyebabkan keresahan masyarakat.

"Jika mengakibatkan keresahan masyarakat, tentu kurang baik. Apalagi, hingga membuat panas salah satu kelompok dengan tujuan provokatif," ujar dia. Lebih lanjut, Encip meminta adanya lembaga khusus yang bertugas menjadi eksekutor UU ITE. Secara khusus, lembaga tersebut dapat mengawasi berbagai bentuk pelanggaran di media elektronik, termasuk media sosial.

Dia melihat adanya kelemahan pemerintah dalam mengawasi media sosial, sehingga bermunculan situs-situs penistaan agama. Dia mengatakan, penistaan agama melalui internet dapat berdampak buruk terhadap hubungan umat beragama. Padahal, penistaan biasanya dilakukan orang yang tidak bertanggung jawab. "Orang iseng sengaja adu-adu," ujar dia. Lebih dari itu, pemilik akun sendiri kebanyakan menggunakan nama palsu untuk akunnya. Dia mengimbau umat Islam agar tidak mudah terpancing untuk menanggapi secara emosional posting provokatif di akun Facebook. "Yang mengejek Islam belum tentu orang non-Islam," kata dia.

Dewan penasihat Komite Independen Telekomunikasi dan Penyiaran Indonesia (KITPI) Erina Tobing mengungkapkan, penyimpangan fungsi medsos kian meluas hingga melahirkan propaganda buruk dan penistaan terhadap agama. "Diharapkan, tehadap kominfo yang baru agar melakukan sosialisasi mengenai aturan agar semua orang paham," kata pengamat komunikasi tersebut.

Menurutnya, banyaknya akun media sosial yang hanya menyebarkan penghasutan bisa diakibatkan ketidaktahuan mengenai hukum yang mengikat. "Mengapa banyak konten tidak bertanggung jawab? Karena para pengguna medsos tidak mengerti akan hukum," ujar dia

Kasus penistaan agama di Facebook dinilai lahir karena minimnya kesadaran hukum. Ditambah lagi, pengguna akun bisa mencantumkan nama palsu dalam akun tersebut. "Lagian, orangnya gak ketahuan, jadi pake nama palsu kan," kata dia. Selain sosialisasi hukum dari pemerintah, Erina menilai perlunya penanaman kembali nilai-nilai yang bermuara pada penekanan tanggung jawab. "Kalau perlu, sejak sekolah dasar diajarkan nilai mengenai tanggung jawab," usul dia.

Dengan begitu, ujarnya, banyaknya anak yang belum berusia dewasa yang telah menggunakan akun media sosial. Untuk itu, dia berharap, materi budi pekerti di sekolah dasar mendapat perhatian tersendiri sebagai modal pengenalan dan pembelajaran hukum nantinya. c60 ed: a syalaby ichsan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement