Kamis 23 Oct 2014 12:00 WIB

Hafiz-Hafiz Difabel Netra

Red:

Keterbatasan fisik tak membuat Ponco Subagyo (42) dan Muhammad Idris (38) patah semangat dalam mendalami ilmu agama. Meski tak bisa melihat, Ponco dan Idris giat belajar membaca dan menghafal kitab suci dengan Alquran braille.

Idris merupakan difabel netra sejak lahir. Tapi, keluarganya tak patah semangat untuk membuatnya menjadi mandiri. Di usianya yang ke-13, Idris sudah mampu menghafal lima juz Alquran. "Dulu kan saya di desa belum ada Alquran braille, saya dengerin orang tua dan suara orang mengaji di masjid deket rumah. Jadi, saya lama-lama hafal," ujar pria asal Cianjur, Jawa Barat, Sabtu (18/10).

Hari itu, Idris bersama 29 difabel netra mengikuti 30 lomba Murotal Quran Braile yang digelar Yayasan Waqaf Al-Askar di Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq di Jakarta Timur. Acara itu digelar berbarengan dengan Musabaqah Hifdzil Quran (MHQ) kedua yang diikuti 120 Hafiz se-Indonesia.

Idris mengaku, baru membaca Alquran braille saat usia 28 tahun. Ketika itu, dia baru menikah dan menetap di Jakarta. Untuk meningkatkan hafalan, Idris kerap membaca Alquran braille seusai shalat. Alquran itu didapatkan dari sumbangan sebuah LSM yang bekerja sama dengan organisasi Idris bernaung.

"Habis Subuh, saya baca sambil nginget hafalan," ujar pria yang berprofesi sebagai tukang pijat ini. Selain menghafal dengan mendengar Alquran audio dan membaca Alquran braille, Idris mengikuti pengajian rutin yang diadakan di Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq, Otista, Jakarta Timur. "Alhmadulilah, sekarang sudah hafal 15 juz, sering latihan dan dibaca terus saja," ujar pria yang menetap di Karet Kuningan, Jakarta Selatan.

Hafiz difabel lainnya adalah Ponco Subagyo. Ia adalah ketua Ikatan Tuna Netra Muslim Indonesia (ITMI) Jakarta Timur. Ponco juga merupakan difabel netra sejak lahir. Ia mampu menghafal 15 juz Alquran. Menurut Ponco, menghafal Alquran merupakan berkah. Meski banyak yang bilang menghafal adalah sesuatu yang berat, tapi Ponco justru merasa mudah menghafal ayat-ayat Alquran. "Kuncinya ikhlas menghafal. Ikhlas berbuah ridha Allah," ujar ayah tiga anak itu.

Ponco merasa, keterbatasan bukan alasan untuk tak rajin beribadah. Menurutnya, ibadah bisa melalui cara apa saja. Keikhlasanlah yang membuat Ponco terus bertahan dan tetap mengajak difabel netra lainnya untuk terus mengaji. "Anggota kita di ITMI ada 70. Tapi, yang rajin datang buat ngaji cuma 30 orang," ujar Ponco. Ardiati, istri ponco pun mengatakan, keterbatasan tak bisa dijadikan alasan untuk difabel tidak mandiri, apalagi merasa bahwa Allah tidak adil.

Ketua Panitia Lomba MHQ Nur Afiq mengungkapkan, keikutsertaan difabel netra dalam lomba ini karena para difabel netra ini mengikuti kelas pengajaran Alquran braille di Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq yang dikelola Yayasan Waqaf Al-Askar. "Pengajaran dilakukan setiap sebulan sekali, pengajaran bahasa isyarat ini juga dipandu oleh ustaz dan juga pengajar yang juga difabel netra," ujar Nur Afiq.

Saat mengikuti Murotal Quran Braile itu, ke-30 peserta difabel netra itu dinilai dengan kriteria tajwid, fashihah, serta suara dan nada. Ketepatan nada antara braille dengan lafaz juga termasuk dalam kriteria penilaian.

Untuk kategori Murotal Quran Braile juara pertama diraih Nurdin. Sedangkan, juara kedua dan ketiga dimenangkan Heni Suhaeni dan Ginto Siswanto. Ketua Yayasan Waqaf Al-Askar, Fahmi Askar, mengatakan, acara itu diselenggarakan untuk mengapresiasi dan memberikan dukungan serta semangat untuk para penghafal Alquran. Ia berharap, dengan acara itu para penyandang difabel netra  lebih bersemangat untuk mempelajari dan menghafal Alquran.  n c15/c10 ed: a syalaby ichsan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement