Rabu 17 Sep 2014 17:30 WIB

Pengakuan Agama Baru Dikaji

Red:

JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) mengkaji kemungkinan pengakuan administratif tentang agama di Indonesia di luar enam agama resmi yang telah diakui. Pengakuan secara resmi dinilai sebagai bentuk tanggung jawab negara untuk memberikan hak-hak umat beragama sebagai warga negara.

Kepala Staf Ahli Menteri Agama Bidang Hukum dan HAM, Machasin, mengatakan, setiap warga negara berhak mendapatkan jaminan dan perlindungan dari negara dalam menjalankan keyakinannya. Negara wajib memberi pelayanan hak-hak sipil terhadap setiap warga negara yang menganut agama tertentu meski agama itu belum diakui resmi secara administratif.

Dia menjelaskan, UU 1/1965 menyebutkan adanya "agama lain-lain". Artinya, kata dia, sejak awal, agama itu ada di Indonesia dan dianut oleh orang Indonesia, tetapi sampai saat ini belum ada pengakuan dari negara. "Maka negara harus melayani umat dari agama yang sudah ada di Indonesia," katanya kepada Republika, Selasa (16/9).

Machasin melanjutkan, pelayanan itu akan diberikan dengan memberi jaminan terhadap hak-hak mereka agar sama dengan pemeluk agama yang lain. Menurutnya, pengakuan secara administratif dari negara penting dilakukan agar penganut agama tersebut memperoleh hak yang sama. Dalam hal ini, Kemenag juga akan bekerja sama dengan beberapa kementerian seperti Kemenkum HAM dan Kemendagri.

Dia mencontohkan, dalam hal pendidikan di sekolah, selama ini hanya mengujikan pelajaran pendidikan agama Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Selain enam agama itu, tidak ada lagi. Padahal, kata dia, jika ingin lulus sekolah, seorang siswa harus lulus pelajaran pendidikan agama. "Kalau sekarang, orang agamanya Baha’i kan enggak bisa. Apa harus dipaksa masuk salah satunya?" katanya.

Menurutnya, hak-hak dasar seperti pendidikan, perkawinan, dan hak-hak yang lain harus difasilitasi oleh negara. Hal itu sesuai dengan amanat konstitusi bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing. Dia menegaskan, hal ini tidak merugikan agama siapa pun atau agama manapun. Pengakuan resmi hanya mempertegas bahwa agama yang sebelumnya telah ada di Indonesia akan diakui secara administratif.

Dia mencontohkan, agama Baha'i, Tao, Kaharingan, Yahudi, dan lainnya telah lama ada di Indonesia dan pengikutnya juga orang Indonesia meski jumlahnya tidak banyak. Meski begitu, lanjutnya, pemerintah tidak serta-merta mengakui adanya agama tersebut secara resmi.

Pemerintah mengusulkan setidaknya ada empat persyaratan yang harus dipenuhi. Yakni punya ajaran khas dan berbeda dengan yang lain, sistem peribadatannya jelas, punya umat di Indonesia, dan ada organisasinya. Hal itulah, kata dia, yang akan dibahas dalam focus group discussion (FGD) dan Seminar Pemetaan Masalah Pelayanan Negara Terhadap Umat Beragama pada tanggal 18 dan 20 September 2014 mendatang.

Forum itu nanti juga akan membahas seputar penanganan permasalahan yang selama ini ada terkait kerukunan umat beragama.

ed: a syalaby ichsan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement