Jumat 22 Aug 2014 12:00 WIB

MUI: Jangan Larang Atribut Keagamaan

Red:

JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) sangat tidak setuju dan menolak bentuk pelarangan apa pun oleh kelompok-kelompok tertentu di Bali terhadap penggunaan atribut keagamaan tertentu pada hari-hari besar keagamaan.

Penegasan tersebut disampaikan Ketua Dewan Pimpinan MUI Muhyidin Djunaidi kepada Republika, Kamis (21/8). Menurut dia, larangan pemakaian peci dan kerudung oleh sejumlah karyawan perusahaan, seperti supermarket dan restoran, di Bali dalam menyambut Lebaran merupakan pelanggaran terhadap UUD 1945.

"Indonesia merupakan negara yang paling menjunjung demokrasi dan nilai-nilai toleransi di dunia ini. Ketika Hari Raya Nyepi tiba, seluruh masyarakat Indonesia diliburkan dari aktivitas kerja," ujar Muhyidin.

Bahkan, di Pulau Dewata tidak boleh ada azan dan aktivitas apa pun saat Nyepi berlangsung. ''Hal ini menunjukkan umat Islam di Indonesia bersikap supertoleran terhadap kelompok minoritas dan penganut agama lainnya.''

Bahkan di India saja, Muhyidin melanjutkan, Nyepi tidak diperingati seperti di Indonesia. Di India, tidak ada hari libur nasional dan masyarakat tetap beraktivitas seperti biasa saat Nyepi.

Indonesia, kata dia, adalah negara kesatuan yang tidak berdasar primordialisme dan sektarianisme dalam penyelenggaraan negara. Jadi, semua pihak harus bertanggung jawab dan memahami aturan main di dalam NKRI. Apalagi, di Indonesia hanya ada dua daerah istimewa, yakni Aceh dan Yogyakarta, sedangkan daerah lainnya bukan daerah istimewa.

Terkait otonomi daerah, ia menyatakan, boleh saja ada aturan yang diterapkan di daerah masing-masing. ''Tetapi, jangan sampai melanggar UUD 1945.''

Sementara, Ketua Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) Slamet Effendy Yusuf menyatakan, terdapat gejala menguatnya kelompok fundamentalis Hindu di Bali. "Saya sudah lama bergaul dan bekerja sama dengan tokoh-tokoh Hindu sejak masih menjadi aktivis pemuda. Apa yang terjadi di Bali sekarang merupakan perkembangan baru yang memprihatinkan,'' ujar dia.

Menurut dia, tak ada yang aneh jika menjelang Lebaran, awak restoran dan supermarket mengenakan peci dan kerudung sekalipun itu di Bali. ''Hal itu hanya cara pedagang untuk meramaikan pasar dengan memanfaatkan hari besar agama.''

Di kota-kota di Jawa, saat Natal tiba, restoran dan supermarket pun memasang simbol-simbol Kristiani yang disertai sayup-sayup lagu rohani seperti lagu "Jingle Bell". Namun, tidak ada umat Islam yang protes terhadap situasi itu.

"Saya berharap umat Islam tidak memberi reaksi berlebihan, apalagi membalas sikap intoleran itu dengan sikap yang sama," tutur Ketua Dewan Pimpinan MUI Pusat itu.

Ia berharap, kasus pelarangan penggunaan atribut keagamaan di Bali ini tidak berkembang menjadi situasi yang tidak terkendali. Ia berpendapat, harus ada dialog intensif antartokoh agama di Bali. ''Bagaimanapun, di negara yang Bhinneka Tunggal Ika, setiap tokoh agama harus selalu memiliki kesadaran kebangsaan yang inklusif. Jangan sebaliknya, para tokoh agama justru menghidup-hidupkan kesadaran primordial yang sempit dan eksklusif.''

Belum lama ini, sekelompok massa di Bali menggelar aksi demo menentang penggunaan kerudung dan peci hitam oleh karyawan sejumlah perusahaan untuk  menyambut Hari Raya Idul Fitri. Para pengunjuk rasa yang tergabung dalam Aliansi Hindu Bali itu terdiri dari Cakrawahyu, Yayasan Satu Hati Ngrestiti Bali, Yayasan Jaringan Hindu Nusantara, dan Pusat Kooordinasi Hindu Nusantara.

Protes itu mereka sampaikan antara lain dengan menggelar aksi demonstrasi di depan kantor PT Jasamarga Bali Tol (JBT). Para demonstran mendesak agar kebijakan penggunaan kerudung dan peci oleh para karyawan perusahaan tersebut, dicabut.

Dalam aksinya, mereka bertemu dengan pihak PT JBT yang diwakili Hadi Purnama selaku manajer operasional serta Manajer PT Lingkar Luar Jakarta Budi Susetyo. Pada pertemuan itu akhirnya disepakati untuk meniadakan kebijakan tersebut.

Selain kepada PT JBT, protes serupa juga ditujukan kepada perusahaan lainnya di Bali, antara lain Hypermart, Smartfren, Hoka-hoka Bento, dan Taman Nusa. rep:ahmad baraas/c57 ed: wachidah handasah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement