Senin 11 Aug 2014 14:30 WIB

Dam Kolektif Ditangguhkan

Red:

JAKARTA — Kementerian Agama (Kemenag) bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) sepakat menangguhkan kebijakan pembayaran denda atau dam haji tamattu kolektif lewat dana optimalisasi di Islamic Development Bank (IDB).

Dua lembaga itu menilai, perlu ada kajian lebih mendalam atas relevansi syariah kebijakan tersebut. Di samping itu, pemerintah merasa belum siap untuk teknis pembayaran dam kolektif tersebut.

"Soal dam, memang sudah diputuskan bahwa pembayaran dam kolektif ditunda," kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Abdul Djamil kepada Republika, akhir pekan lalu. Dikatakannya, keputusan diperoleh setelah menempuh pembahasan panjang dalam rapat bersama komisi fatwa MUI pada 24 Juli.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Tahta Aidilla/Republika

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kementerian Agama Anggito Abimanyu (kanan) berbicara saat mengikuti rapat panitia kerja dengan komisi VIII di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (25/2). Rapat membahas Komponen Panja BPIH Tahun 1435 H/2014 M.

 

 

Meski begitu, belum ada kesepakatan resmi hitam di atas putih. Hanya, mengingat penyelenggaraan haji yang sudah di ambang pintu, ia ingin para jamaah mengetahui soal penundaan kebijakan agar tidak terkesan mendadak. "Mudah-mudahan tidak lama lagi ada kesepakatan resmi," lanjutnya.

Sebelumnya, Kemenag dan Komisi VIII DPR RI telah menyepakati, mulai tahun ini, jamaah akan membayar dam haji tamattu secara kolektif. Rencananya, dana pembayaran dam diambil dari optimalisasi dana setoran awal biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH).

Hanya, seiring pergantian dua pejabat penting di Kemenag, yakni Menteri Agama Suryadharma Ali dan Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Anggito Abimanyu, Kemenag melakukan kajian ulang terkait kebijakan tersebut.

Alasannya, ada indikasi kebijakan tak sesuai dengan syariat serta belum ada kesiapan pemerintah untuk melaksanakannya pada tahun ini. "Dam merupakan tanggung jawab personal ketika jamaah melakukan haji tamattu, tapi dibayarkan oleh dana optimalisasi yang notabene merupakan dana dari calon haji antrean berikutnya, ini apakah sudah betul, perlu kita kaji," kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, beberapa waktu lalu.

Dia juga mengungkapkan, Kemenag belum siap jika kebijakan tersebut nantinya diberlakukan tahun ini. Menurutnya, status daging hasil pemotongan dam yang rencananya akan dikirim ke Indonesia untuk dimanfaatkan warga Indonesia yang kekurangan masih dipertanyakan.

"Sampai saat ini belum MoU dengan IDB sehingga kalaulah itu direalisasikan, daging yang masuk ke Indonesia itu masih jadi pertanyaan besar," ujarnya.

Kepada Republika, Inspektur Jenderal Kemenag Muhammad Jasin mengungkapkan, dia bersama Menteri Agama dan Ditjen PHU sebelumnya baru melakukan kunjungan ke IDB. Di sana, tidak ada perjanjian apa pun soal teknis pelaksanaan dam kolektif.

"Itu belum menjadi kebijakan. Baru kunjungan Pak SDA dan Pak Angito ke IDB, tapi belum ada perjanjian kontrak," kata mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut, beberapa waktu lalu.

Cita-cita dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, lanjut dia, adalah dapat mengirimkan hasil dam berupa daging dalam bentuk kalengan ke Indonesia. Namun, teknis pembayaran dan manajemennya yang akan dilakukan dengan IDB belum ada. "Kontraknya belum matang," katanya.

Dia menjelaskan, dam merupakan kewajiban individu. Menurutnya, akan sulit mengatur jamaah yang terkena dam dan mana yang tidak. Sebab, banyak pula jamaah yang berubah pikiran di tengah pelaksanaan haji. "Hingga kesimpulannya, kita tidak bisa mengidentifikasi siapa saja jamaah yang kena dam dan mana yang tidak," paparnya.

Maka itu, pentingnya pengkajian ulang sehingga tak menutup kemungkinan ada pembatalan. Ia pun menegaskan, untuk pelaksanaan haji tahun ini, tidak ada pembayaran dam secara kolektif dari dana optimalisasi.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ledia Hanifa Amalia mempersilakan penangguhan kebijakan pembayaran dam kolektif dari dana optimalisasi yang sebelumnya telah mereka sepakati bersama pemerintah. Syaratnya, harus ada kajian yang jelas dan tetap berkoordinasi dengan DPR. rep:c78 ed:a syalaby ichsan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement