Jumat 25 Jul 2014 14:30 WIB

Inpres Zakat Bergantung pada Masyarakat

Red:

JAKARTA — Efektivitas instruksi presiden (inpres) tentang pemusatan zakat di lembaga, kementerian, dan badan pemerintah oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) bergantung pada masyarakat yang terkena dampak inpres. Direktur Al Azhar Peduli Umat Harry Rachmat mengatakan, dalam memercayakan harta untuk dititipkan kepada suatu lembaga zakat, masyarakat memiliki pertimbangannya sendiri.

"Yang namanya orang berzakat itu seperti orang yang nyari restoran, mereka lebih cocok pilih di mana, itu tergantung selera," kata Harry kepada Republika, Kamis (24/7).

Pemilihan lembaga zakat oleh masyarakat, menurutnya, dipengaruhi oleh faktor kepercayaan dan kecocokan dalam gaya penyaluran dana zakat. Ia mencontohkan, alasan orang memilih menyalurkan zakat melalui Al Azhar, misalnya karena ada masyarakat merasa nyaman dalam pelayanan. Ada yang menilai program penyalurannya yang lebih solutif dalam pemberdayaan masyarakat. Sehingga akhirnya percaya dan "berlangganan".

Inpres tentang zakat, Harry mengatakan, merupakan wewenang presiden untuk menginstruksikan lembaga yang ada di bawah koordinasinya. Namun ia menilai, alangkah baiknya jika pemerintah membebaskan masyarakat Islam untuk membayarkan zakatnya di lembaga yang dipercayainya, bukan berdasarkan instruksi. "Seharusnya, tidak dipusatkan," ujarnya.

Menurut Harry, daripada memusatkan zakat--meski hanya di kalangan pegawai kementerian dan lembaga negara—jika memungkinkan, lebih baik pemerintah membuat aturan wajib zakat kepada seluruh umat Islam yang hartanya sudah mencapai haul nisab. Harry menilai strategi ini akan lebih efektif dalam meningkatkan perolehan zakat. I a pun menyarankan pemerintah berfokus pada edukasi masyarakat agar kesadaran membayar zakat harta meningkat.

Di tempat terpisah, Ketua Forum Zakat (FOZ) Indonesia Sri Adi Bramasetia mengingatkan dampak dari inpres tentang zakat, Baznas harus giat melakukan strategi persuasif agar dapat berkoordinasi dengan lembaga amil zakat yang memang sudah ada di kementerian dan BUMN. "Jangan sampai perubahan yang dilakukan secara serta-merta membuat orang salah paham," ujarnya.

Menurut Sri Adi, maksud inpres yang ia tangkap, yaitu mengoptimalkan pengumpulan dana zakat. Ia mengatakan, daripada melakukan pemusatan, lebih baik pemerintah berperan sebagai fasilitator masyarakat. Hal ini agar masyarakat memperoleh kemudahan dalam membayar zakat pada badan yang dipercaya tanpa ada instruksi harus membayar ke badan tertentu.

Baznas, Sri Adi mengatakan, juga bisa berperan sebagai koordinator LAZ yang tersebar di seluruh Indonsia. Tujuannya agar pendataan dan pelaporan pengumpulan zakat pun tidak tercecer. Hal tersebut dapat diawali dengan memudahkan peresmian LAZ agar statusnya berada di bawah koordinasi Baznas. "Dengan begitu, masing-masing LAZ dapat melaporkan seluruh pengumpulan dan penyaluran zakatnya kepada Baznas," katanya.

Manajer Humas Lembaga Kemanusiaan Nasional Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) Sukismo menilai, inpres tentang zakat mengarah pada monopoli penyaluran zakat. Hal tersebut, menurutnya, tidak etis diberlakukan di negara demokrasi seperti Indonesia.

"Pemerintah harusnya memberi kebebasan, bukan memonopoli atau membuat apa pun yang sifatnya menjadi sentralisasi," kata Sukismo.

Ketimbang melakukan instruksi pemusatan, ia menilai lebih baik memformulasikan zakat agar masyarakat mudah menyalurkannya di manapun yang ia pilih. Misalnya, soal membayar zakat yang dapat meringankan biaya pajak. Hal itu sebetulnya sudah ada dalam Baznas, namun publikasinya belum maksimal.

Selain itu, Presdir Dompet Dhuafa (DD) Ahmad Juwaini memandang inpres tersebut merupakan upaya pemerintah dalam mengembangkan lembaga zakatnya. Ia menilai langkah ini hal biasa yang mesti dihormati. Menurutnya, semua lembaga tentunya ingin mengembangkan lembaganya masing-masing.

Ahmad mengatakan, inpres bersifat imbauan. Artinya, masyarakat tetap bebas menyalurkan zakat di tempat yang menjadi pilihannya. Karena itu, ia menilai efektivitas inpres bergantung pada masyarakat. "Bagi saya segala sesuatu ada proses. Tapi lambat atau cepatnya itu tergantung dari masyarakat. rep: c78 ed: andi nur aminah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement