Senin 07 Jul 2014 16:00 WIB

Kicak Pasar Sore Kauman

Red: operator

Bercita manis dan gurih, kudapan ini hanya dibuat pada bulan Ramadhan.

Di banyak daerah di Indonesia, Ramadhan senantiasa memunculkan fenomena pasar takjil. Begitu pun di Yogyakarta. Di kota pelajar ini, terdapat pasar kaget yang menjajakan aneka takjil dan sajian berbuka puasa. Salah satunya adalah Pasar Sore Ramadhan Kauman.

Sesuai namanya, pasar sore ini berlokasi di Kampung Kauman, tak jauh dari kawasan Malioboro, Yogyakarta. Jika dibandingkan dengan pasar takjil lainnya, seperti pasar takjil lembah UGM yang membentang di area sepanjang kurang lebih 1 kilometer Pasar Sore Kauman ''nyempil'' di lorong gang yang panjangnya 100 meter.

Di lorong gang yang tak begitu panjang itu, 50 pedagang berderet menjajakan aneka makanan. Ada yang berjualan makanan kecil, seperti kicak, carang gesing, jadah manten, risoles, kue lumpur, pastel, panada, siomay, batagor, dan lainnya. Ada pula yang menjajakan aneka lauk-pauk, mulai dari mangut lele, bronkos, garang asem, sambal goreng krecek, telur balado, bakmi, pecel, sampai tempe bacem. 

Pengelola Pasar Sore Kauman menyediakan 50 meja dan tenda untuk para pedagang. Dengan demikian, pedagang datang dan membawa dagangannya. ''Setiap kaplingnya ditarik sewa Rp 150 ribu selama satu bulan," kata Edy Purnomo, petugas dari Seksi Bangunan dan Kapling Pasar Sore Kauman kepada Republika, belum lama ini.

Karena berada di gang sempit, jangan kaget jika pembeli berdesak-desakan saat berjalan dan memilih makanan. Kondisi yang kurang nyaman ini tak membuat mereka kapok. Sedikit ketidaknyamanan itu mereka anggap sebagai perjuangan mendapatkan beragam makanan lezat dengan harga terjangkau.

Meski sepintas tampak sederhana, pasar sore ini sungguh menggoda. Ragam makanan yang dijual di sana membuatnya disesaki warga yang ingin mencari hidangan lezat untuk berbuka. Tak hanya warga setempat, pasar ini menjadi destinasi wisata kuliner di Kota Gudeg.

Selain cita rasa makanan yang dijajakan, ada sejumlah hal yang membuat pasar sore ini begitu tersohor. Salah satunya, karena lokasinya di Kauman, sebuah kampung yang menjadi tempat kelahiran organisasi kemasyarakatan (ormas) besar di negeri kita, Muhammadiyah.

Pasar ini pun beroperasi sejak 1973. Karena itu, tak berlebihan jika pasar ini disebut sebagai pasar takjil yang legendaris. Citra ''legendaris'' yang tersemat pada pasar ini membuatnya memiliki magnet menarik pembeli. 

Paling laris

Di antara beragam makanan yang dijajakan di Pasar Sore Kauman, kicak adalah salah satu yang laris. Kudapan ini diburu sebagai takjil berbuka puasa. ''Rasanya manis dan mengenyangkan perut," kata Sutiyah, warga Kauman yang menjual beragam makanan kecil, termasuk kicak.

Kicak adalah kudapan yang terbuat dari jadah atau ketan diberi parutan kelapa dan gula. Untuk melengkapi cita rasa, di atasnya diberi beberapa potongan buah nangka dan daun pandan. Saat dimakan, kicak terasa lembut, manis, dan gurih. Cita rasa gurih itu berasal dari parutan kelapa yang dibubuhi garam. Sementara, nangka dan daun pandan membuat aroma kudapan ini wangi mengundang selera. Satu porsi kicak terdapat dua potong jadah berukuran kecil yang dibungkus dalam kemasan plastik mika. Namun, ada pula penjual yang menjaga kekhasan kudapan ini dengan membungkusnya menggunakan daun pisang.

Menurut Sutiyah, membuat kicak mudah dan tidak membutuhkan waktu lama. ''Tetapi, menyangrai kelapa mudanya harus sampai masak agar kicak tidak cepat basi," kata wanita berusia 63 tahun ini.

Meski saat ini masyarakat mengenal kicak sebagai makanan kecil yang terbuat dari ketan, pada awalnya penganan ini konon terbuat dari singkong atau ubi kayu. Namun, seiring perjalanan waktu, singkong tergeser oleh ketan.

Walau bahan baku utama berubah, bukan berarti penikmat kicak berkurang. Buktinya, dari Ramadhan ke Ramadhan, kicak senantiasa diburu. Maklum, takjil ini hanya ada pada bulan Ramadhan, utamanya di Pasar Sore Kauman. Jadi, jika Anda berniat berburu kicak di pasar tiban ini, pastikan tidak terlambat. Satu jam setelah pasar ini buka, dipastikan kicak ''lenyap'' dari lapak pedagang.

Kudapan lezat nan langka ini konon telah ada sejak 1950-an. Pembuatnya adalah Mbah Wono, yang menjual kicak selama bulan Ramadhan. Sejak itu, kicak berkibar sebagai makanan khas Ramadhan di kampung Kauman.

Sementara, ada pula yang meyakini, kicak merupakan takjil kegemaran Sultan Hamengku Buwono VII. Secara turun-temurun, kudapan itu kemudian dibuat pula oleh warga kampung Kauman pada setiap Ramadhan. rep:heri purwata ed: wachidah handasah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement