Sabtu 22 Oct 2016 12:00 WIB

Jimly: Jangan Ada Politisasi Hukum Selama Pilkada

Red:

JAKARTA - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshidiqie mengatakan, hukum jangan dijadikan alat politik, terutama berkaitan dengan pilkada. Institusi hukum harus netral sehingga tidak dianggap memihak.

Hal tersebut disampaikan Jimly untuk menanggapi unjuk rasa organisasi kemasyarakatan di Ibu Kota Jakarta yang meminta aparat memproses dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Pada tahun lalu, mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu telah mengusulkan semua calon kepala daerah agar jangan diproses hukum sampai pemilihan selesai. Tujuannya untuk mencegah timbulnya persepsi politisasi hukum.

"Jadi, misalkan ada masalah hukum, jangan sekarang. Biar pemilihan selesai dulu. Polisi pasti belum akan memproses, namun bukan berarti tidak diproses. Bisa saja kalau berkasnya sudah memenuhi syarat, tetapi prosesnya baru mulai sesudah pemilihan," kata dia di Universitas al-Azhar, Jakarta, Jumat (21/10).

Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah proses hukum terhadap terduga penyebar fitnah terhadap Ahok melalui video juga sebaiknya jangan diproses dulu supaya seimbang. Tujuannya agar masyarakat tidak salah paham. Jangan sampai ada anggapan yang satu diproses dan yang satunya didiamkan.

Ribuan anggota ormas gabungan, antara lain, Front Pembela Islam, Gerakan Muslim Pembela Umat Islam, Himpunan Aktivis Masjid Tenabang, Forum Umat Islam, Majelis Ta'lim Ad- dzikir, dan Persatuan Islam memadati jalanan di depan Kantor Balai Kota DKI Jakarta, Jumat. Para pengunjuk rasa meminta aparat segera memproses dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok.

Jimly berharap para anggota ormas yang berunjuk rasa sebagai wujud luapan ekspresi kemarahan dapat memahami kinerja aparat. "Sebab, perlu diperhatikan, masalah pilkada bukan hanya di Jakarta.

Kebijakan kepolisian juga pasti akan menunda sampai pemilihan selesai," ucap dia. Jimly juga berpesan agar semua calon kepala daerah berkomunikasi dengan baik. Mereka berkompetisi untuk merebut simpati rakyat, bukan menimbulkan ketegangan. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengingatkan pemimpin daerah menjaga toleransi antarmasyarakat.

Mereka harus berhati-hati dalam tindakan dan perkataan. JK menilai akhir-akhir ini tak sedikit kasus yang justru memancing orang untuk berbicara suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Salah satunya terkait pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang menyinggung surah al-Maidah ayat 51.

JK mengimbau para pemimpin daerah tak menyinggung soal SARA. Setiap pemimpin pun dimintanya untuk menjaga tindakan dan juga perkataan sehingga tak membuat masyarakat gaduh. Menurut JK, pernyataan Ahok yang menyinggung surah al-Maidah ayat 51 telah memancing masalah SARA. Pernyataan Ahok menyebabkan mayoritas umat Islam tersinggung.

Jaksa Agung HM Prasetyo berharap pelaksanaan pilkada jauh dari persoalan SARA. Jangan sampai ada pihak tertentu yang akan membawa satu persoalan ke SARA. Kita berpikir jernih, bangsa ini sudah letih dengan kegaduhan.

Kita inginkan ketenangan, demokrasi berjalan baik, politik dan hukum ditegakkan serta ekonomi bisa lebih maju, katanya di Jakarta. Terkait dengan kasus penistaan agama yang menyeret Gubernur DKI Jakarta, ia sempat bertemu dengan Kapolri Jenderal Pol M Tito Karnavian.

Menurutnya, Polri saat ini harus sangat hati-hati karena ada momentum menghadapi pilkada. Aparat penegak hukum juga harus hati-hati jangan sampai nanti ada kesan politisasi, kriminalisasi, atau ada kesan juga dijadikan alat. n antara ed: erdy nasrul

Kutipan: Bangsa ini sudah letih dengan kegaduhan. Kita inginkan ketenangan, demokrasi berjalan baik, politik dan hukum ditegakkan serta ekonomi bisa lebih maju.    rep: Dessy Suciati Saputri/antara, ed: Erdy Nasrul

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement