Sabtu 08 Oct 2016 15:15 WIB

Pemerintah Dorong Jumlah Dosen Doktor

Red:

YOGYAKARTA -- Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menargetkan 20 persen dari jumlah seluruh dosen di Indonesia sudah bergelar doktor (S-3) pada 2017 mendatang. Ini dilakukan untuk menggenjot mutu pendidikan tinggi di Indonesia.

Menurut Menristek Dikti Mohamad Nasir, saat ini baru sekitar 14 persen dosen di Indonesia atau sekitar 31 ribu orang  yang bergelar doktor. Sedangkan, yang di bawah Kemenristekdikti baru 24.120 orang dosen bergelar doktor. Jumlah ini akan terus ditingkatkan tahun depan melalui beberapa program beasiswa.

"Perguruan tinggi itu maju tergantung dosen. Dosennya tidak berkualitas, maka PT tidak berkualitas," ujarnya usai memberikan bekal pada ratusan penerima Beasiswa Unggulan Dosen Indonesia (BUDI) di UGM Yogyakarta, Jumat (7/10).

Beasiswa ini merupakan kerja sama Kemenristekdikti dengan Lembaga Pengelolaan Dana Pendidkan (LPDP) Kementerian Keuangan. Salah satu program untuk meningkatkan jumlah dosen bergelar doktor ini adalah dengan program BUDI tersebut.

Tahun ini, ada 9.257 dosen yang mendaftar ikut program beasiswa ini. Dari jumlah tersebut, hanya 2.000 dosen yang diterima dengan perincian 183 dosen mengikuti jenjang penddikn S-2 dan 1.103 dosen penddikan S-3. Program ini digelar di 50 perguruan tinggi (PT) negeri dan sembilan PT swasta di Indonesia.

Nasir meminta para dosen agar tidak hanya sekadar mengajar, tetapi juga melakukan penelitian yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. "Kalau pada masa lalu, tugas dosen lebih banyak pada proses pengajaran, sekarang harus diubah. Dosen juga harus bertugas membimbing, melakukan penelitian, hingga menyusun jurnal internasional," kata Menristekdikti.

Melalui penelitian yang dilakukan, lanjut Nasir, bisa dihasilkan prototipe yang nantinya bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. "Hal ini penting bagi seorang dosen," kata dia.

Sejauh ini, Nasir melihat ada masalah dengan mutu pendidikan tinggi di Tanah Air. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 255 juta jiwa, jumlah perguruan tinggi mencapai 4.380. Sementara di Tiongkok, yang jumlah penduduknya 1,6 miliar jiwa, jumlah perguruan tinggi hanya sekitar 2.000 unit.

"Ini tantangan bagi kita, Tiongkok yang banyak jumlah penduduknya, jumlah perguruan tinggi hanya separuh kita. Di Tiongkok sudah ada 10 perguruan tinggi yang menembus peringkat 500 dunia," papar dia.

Selain BUDI, kata Menristekdikti, program lain yang digulirkan pihaknya adalah Program Magister Menuju Doktor Sarjana Unggulan (PMDSU). Melalui program ini, mahasiswa yang mengambl S-2 bisa langsung lanjut ke S-3 sekaligus. Salah satu syarat bisa ikut program ini adalah memiliki 40 publikasi ilmiah. "Program ini hanya digelar di PT terakreditasi A," katanya.

PTN yang bisa menggelar program ini, antara lain, UI, UGM, IPB, ITB, UNAIR, dan UNDIP. Tahun ini, ada sekitar 300 dosen yang ikut program ini dengan masa studi S-2 dan S-3 hanya empat tahun. Program studi yang bisa diambil untuk progran beasiswa ini adalah sains dan teknik. "Ini sesuai kebutuhan pembangunan kita," katanya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengembangan Iptek dan SDM Kemenristek Dikti Ali Ghufron Mukti mengatakan, peminat program beasiswa BUDI maupun PMDSU cukup banyak. "Seleksi dilakukan di PT tujuan studi, namun memang kuotanya terbatas," ujarnya.

Menurutnya, saat ini hampir 70 persen dosen di Indonesia masih berpendidikan S-1 dan S-2. Usia mereka di bawah 45 tahun sehingga masih berpotensi untuk mengembangkan diri dengan mengikuti kuliah lagi. Ghufron berharap para penerima beasiswa untuk serius belajar dan lulus tepat waktu karena menggunakan uang rakyat.     rep: Yulianingsih/antara, ed: Hafidz Muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement