Kamis 29 Sep 2016 14:00 WIB

Paket Kebijakan Hukum Dipetakan

Red:

JAKARTA -- Pemerintah tengah menyiapkan paket kebijakan hukum untuk membenahi karut-marutnya penegakan hukum di Tanah Air. Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, saat ini pemerintah tengah mencari titik yang dapat digunakan sebagai pintu masuk untuk melakukan reformasi hukum tersebut.

"Kita sedang lakukan pemetaan, langkah apa yang bisa kita mulai dalam waktu secepatnya dan mana yang masih lama. Karena kita tidak bisa lakukan semuanya secara komprehensif, nanti terlalu lama," kata dia, di ruang wartawan Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (28/9).

Menurut Pratikno, dalam menyusun arah paket kebijakan hukum tersebut, pemerintah telah melakukan sejumlah diskusi yang melibatkan para pakar. Diskusi itu telah dilakukan oleh Kemenko Polhukam, Kantor Staf Kepresidenan, dan Sekretariat Negara.

Pada prinsipnya, kata dia, pemerintah ingin membuat sebuah fondasi hukum yang bisa memberikan jaminan keadilan dan mendukung program akselerasi pembangunan. Pratikno menyebut, reformasi hukum tersebut akan dilakukan secara menyeluruh mulai dari sisi regulasi yang memuat banyak aturan tumpang tindih, sisi SDM, sampai kelembagaannya.

Namun, ia mengaku belum tahu akan seperti apa bentuk paket kebijakan hukum tersebut. "Nanti pada waktunya akan ada penjelasan mengenai hal ini," ucap dia.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun tak luput dimintai masukan pemerintah untuk menyusun formula kebijakan yang rencananya dikeluarkan beberapa pekan ke depan tersebut. "Kami sedang susun frame-nya, blue print-nya, kalau dari pimpinan KPK yang terlibat sehari-hari Pak Syarif (Laode Muhammad Syarif—Red)," kata Ketua KPK Agus Rahardjo.

Agus mengatakan, dalam menyusun blue print tersebut KPK juga bersama lembaga lain seperti Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Menurut dia, masukan reformasi di bidang hukum dirancang ketiga lembaga tersebut bersama dalam blue print tersebut. "Bahkan ada permintaan dari kita untuk secara internal mereka bisa berbenah, kemudian bisa berikan bantuan," kata Agus.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengakui, hampir semua penegak hukum dimintai masukan terkait kebijakan khusus hukum tersebut. Namun, yang terpenting bagi KPK adalah penguatan dalam hal pemberantasan korupsi. "KPK berharap ada penguatan KPK dalam pemberantasan korupsi," kata Syarif.

Guru Besar Hukum Universitas Krisnadwipayana Indriyanto Seno Adji mengatakan, setidaknya ada tiga hal penting yang perlu dimasukkan dalam paket kebijakan hukum tersebut. Pertama, kata dia, pembenahan dan evaluasi kembali di bidang perlindungan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Kedua, yakni pencegahan korupsi. Ketiga, yakni pelanggaran kejahatan di bidang ekonomi.

"Saya kira ketiga bidang ini penting karena ketiga bidang inilah yang bisa dijadikan parameter eksistensi keberhasilan atau tidaknya penegakan hukum di Indonesia," kata Indriyanto. Ia sendiri menilai pentingnya pembenahan di tiga bidang tersebut lantaran masih ada kendala yang dijumpai dalam penegakan hukum di tiga bidang tersebut, terutama berkaitan dengan intervensi dari pihak luar.

"Berbagai kendala di ketiga bidang itu lebih banyak disebabkan intervensi kelembagaan, karenanya perbaikan sistem harus menjadi basis paket kebijakan ini," kata dosen magister hukum di Universitas Indonesia tersebut.

Pasalnya, kata Indriyanto, sejumlah persoalan penegakan hukum di Indonesia juga disebabkan oleh lemahnya integritas dan etika penegakan hukum. Oleh karena itu, reevaluasi sistem dan birokrasi kelembagaan penegakan hukum perlu menjadi hal yang ditekankan dalam paket kebijakan hukum tersebut.

Sementara, terkait untuk penegakan hukum kasus korupsi, mantan pelaksana tugas pimpinan KPK ini juga menilai pentingnya memasukkan ide penguatan KPK dalam paket kebijakan hukum tersebut, yakni dengan tidak merevisi Undang-Undang KPK Nomor 30 Tahun 2002 atau memasukkan delik yang ada pada Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi ke dalam RUU KUHP.

"Sehingga dapat diartikan delik tipikor di KUHP akan berpengaruh pada eliminasi kewenangan KPK atas pemeriksaan kasus tipikor yang ada pada KUHP, kedua asas kekhususan tetap memberikan legitimasi kewenangan KPK atas delik tipikor pada KUHP," kata Indriyanto.     rep: Fauziah Mursid, Halimatus Sa'diyah, ed: Muhammad Hafil

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement