Ahad 28 Aug 2016 17:00 WIB

Beli Obat Lewat EKatalog Lebih Murah 30-20 Persen

Red:

JAKARTA -- Direktur Pelayanan Ke farmasian Kemenkes Bayu Teja Muliawan mengatakan, pembelian obat dengan eKatalog jauh lebih murah. Harga obat bisa turun 2030 persen.

Maka itu, sebaiknya rumah sakitrumah sakit membeli obat lewat e Katalog. Saya sarankan ini terutama bagi rumah sakit yang menerima pasien peserta Jaminan Kesehatan Na sional (JKN), katanya, Sabtu (27/8).

Obatobatan yang dibeli oleh rumah sakit melalu eKatalog, kata Bayu, sebaiknya diberikan kepada pasien yang menjadi peserta JKN alias peserta BPJS Kesehatan. Ia juga mengingatkan, obat sebaiknya tidak dijual kepada pasien dengan harga reguler karena obat yang dibeli lewat eKatalog harganya jauh lebih murah.

Namun, bila rumah sakit sangat membutuhkan obat, tetapi tak bisa beli lewat eKatalog, rumah sakit bisa membeli obat melalui pedagang besar farmasi (PBF) resmi. Ini dilakukan guna menghindari adanya obat palsu atau vaksin palsu. Maka itu, harus beli di tempat resmi dan terdaftar.

Bayu menambahkan, untuk mencegah kekosongan obat kedepan, pihaknya akan membuat eMonitoring dan evaluasi atau eMonev. Melalui e Monev industri farmasi, produsen, rumah sakit, dan puskesmas mengetahui produk obat apa yang sangat dibutuhkan, stok obatnya berapa, dan di mana daerah yang kekurangan obat.

Dengan eMonev kalau obat sudah tinggal sedikit, industri farmasi bisa menambah produksinya. Kalau suatu daerah kekurangan obat tertentu, produsen bisa mengirimkan obat yang dibutuhkan itu, katanya.

Selain stok obat yang cukup, kata Bayu, untuk mencegah kekurangan obat, juga dibutuhkan SDM yang berkualitas dalam pengelolaan obat. Hal ini diperlukan untuk memi nimalisasi kekurangan obat.

Ketua Umum IKKESINDO & Ketua IndoHCF Supriyantoro menambahkan, obat dan vaksin program kesehatan yang disediakan oleh pemerintah pusat melalui APBN tidak akan berarti apabila tidak tersedia pada fasilitas kesehatan pada waktu yang tepat.

Peningkatan koordinasi yang lebih baik lintas sektoral sangat dibutuhkan untuk menjamin obat dan vaksin tersedia pada fasilitas kesehatan dalam jumlah yang cukup dan pada waktu yang di  butuhkan.

Ini, menurut Supriyantoro, bukan hanya tanggung jawab Kementerian Kesehatan. BPOM juga harus memiliki peran dalam dalam hal pengelolaan perbekalan farmasi.   rep: Dyah Ratna Meta Novia, ed: Nina Chairani

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement