Jumat 26 Aug 2016 14:00 WIB

1.500 Anak Jadi Korban Vaksin Palsu

Red:

JAKARTA--Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengungkapkan, selama periode 2014 sampai 23 Agustus 2016, sebanyak 1.500 anak terkena vaksin palsu. Anak yang menjadi korban vaksin tersebut terdiri atas 915 kasus di Jakarta, 374 kasus di Jawa Barat, dan 211 kasus di Banten.

Nila mengatakan, data tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan di 14 rumah sakit dan enam klinik oleh Tim Bersih Satgas. Menurutnya, para korban sudah melalui medical record dan sekarang sudah divaksinasi ulang.

"Imunisasi sudah diberi, yang penting kita memberikan kekebalan kembali tubuhnya untuk imunisasi wajib. Ini berkoordinasi dengan IDAI. Kan, misalnya, saya belum yakin anak saya dapat vaksin palsu. Kalau ragu, boleh diberikan imunisasi ulang karena dalam IDAI tidak ada yang namanya overdosis vaksin. Bagi yang ragu, silakan berkonsultasi dengan dokter anak," kata Nila saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (24/8).

Menkes menyarankan, bagi orang tua yang menolak anak divaksinasi ulang karena trauma dengan vaksin palsu, boleh vaksinasi lewat dokter pribadi. Namun, jika ingin menggunakan dokter pribadi, pemerintah tidak akan menanggung biayanya.

''Kami coba menjelaskan, yang disebut medical check up itu pemeriksaan, misalnya, apakah mendapatkan penyakit dari vaksin," ucapnya.

Menurutnya, dari total 1.500 kasus, sudah 975 bayi atau sekitar 65 persen yang divaksinasi ulang. Sementara, ada yang tidak mau divaksin dengan berbagai alasan serta karena tidak bermasalah dengan kesehatannya, sebagian lagi berada di luar kota.

Anggota Komisi IX DPR, Irma Chaniago, meminta Menkes merevisi standar kefarmasian. Ia menyatakan, jangan sampai permenkes yang ada saat ini justru menjadi kontraproduktif. Menurutnya, Permenkes Nomor 30, 35, dan 58 menjadi akar persoalan di bidang farmasi karena BPOM tidak bisa masuk ke rumah sakit dan apotek untuk melakukan pengawasan.

Sementara, munculnya kasus vaksin palsu membuat masyarakat beranggapan BPOM sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Padahal, fungsi pengawasan rumah sakit dan apotek ada pada Kemenkes.

"Yang kita tahu, Dinkes pusat maupun daerah itu tidak punya alat untuk uji laboratorium obat, yang punya kan BPOM," kata Irma.

Sehingga, lanjut dia, bagaimana BPOM mau bekerja maksimal kalau permenkes tersebut tak segera direvisi? Irma juga mengapresiasi penemuan kasus vaksin palsu pada periode kepemimpinan Menteri Nila Moeloek.

Ia tak dapat membayangkan kalau kasus tersebut sampai tak ketahuan. Oleh karena itu, ia mendesak Kemenkes untuk menindaklanjuti permasalahan ini secara komprehensif. ''Kalau tidak, sama saja. Untuk apa ditemukan kasus itu?" katanya.     rep: Eko Supriyadi, ed: Muhammad Hafil

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement