Jumat 29 Jul 2016 14:55 WIB

Ratifikasi FCTC Dinilai Lebih Penting

Red:

JAKARTA — Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK, Sigit Priohutomo mengatakan, ratifikasi FCTC lebih penting daripada pengesahan RUU Pertembakauan. Hal itu diutarakannya menyikapi Badan Legislasi DPR yang akan membawa RUU Pertembakauan ke sidang paripurna.

Sejumlah poin yang ia dukung dalam FCTC, yakni kawasan tanpa rokok (KTR) di ruang publik, pembatasan iklan rokok, serta pencegahan naiknya angka perokok pemula di kalangan remaja. "Kita berharap, setiap orang tidak merokok, khususnya remaja dan anak untuk tidak merokok. Kemudian, harus ada upaya untuk membuat orang agar berhenti merokok," papar Sigit saat dihubungi, Kamis (28/7).

Dia mengatakan, pemerintah belum membuat keputusan terkait FCTC. Pada Juni lalu, Presiden Joko Widodo menegaskan tidak ingin Indonesia sekadar ikut meratifikasi dokumen organisasi kesehatan dunia (WHO) itu. Hingga kini, di Asia hanya Indonesia yang belum meratifikasi kerangka kerja pengendalian tembakau (FCTC). Sedangkan 183 negara di seluruh dunia telah melakukannya.

Dia juga menilai, anggapan kretek adalah warisan budaya bangsa penuh perdebatan. Namun, Sigit menegaskan, bentuk budaya seyogyanya lebih diutamakan bagi kemaslahatan masyarakat, termasuk dalam hal kesehatan.

Pihaknya akan mengkaji RUU pertembakauan yang menjadi inisiatif DPR. Hasil pengkajian akan dibicarakan lintas kementerian.

Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) terus mengupayakan agar anak Indonesia terlindungi dari bahaya paparan yang dihasilkan dari tembakau. Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan, ada kandungan di dalam tembakau yang dinilai berbahaya bagi tubuh anak. Apalagi, lanjutnya, tidak sedikit pekerja anak yang terlibat di dalam perkebunan tembakau.

"Anak jangan sampai boleh terlibat dalam urusan tembakau. Dari mulai budi daya, sampai penggunaan. Tembakau mengandung zat berbahaya.  Tembakau itu, pohonnya mengandung alkaloid. Anak yang bekerja di situ (perkebunan tembakau) pasti keracunan nikotin," kata Pribudiarta.

Nikotin adalah zat yang bersifat alkaloid. Menghisap nikotin membuat orang kecanduan dan rentan mengidap kanker. Karena itu, tegas Pribudiarta, anak wajib dijauhkan dari lingkungan pengolahan tembakau serta paparan asap rokok.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi dan menyelidiki proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan di DPR.

"Patut diduga, RUU Pertembakauan adalah produk RUU yang transaksional, koruptif dan kolutif, karena pembahasan dan rencana pengesahannya begitu cepat," kata Tulus melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Kamis.

Menurut Tulus, RUU Pertembakauan adalah agenda terselubung dari kepentingan asing yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara terakhir yang akan menjadi sasaran pemasaran rokok.

Indonesia menjadi sasaran karena jumlah penduduk dan jumlah perokok yang sangat besar, dan dengan pertumbuhan perokok tercepat dan tertinggi di dunia, yaitu 14 persen per tahun. RUU Pertembakauan merupakan alat yang paling efektif untuk memudahkan akses dan konsumsi rokok di Indonesia.    rep: Hasanul Rizqa/antara, ed: Erdy Nasrul

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement