Kamis 26 May 2016 13:00 WIB

Mega Raih Doktor Honoris Causa

Red:

 

Republika/Dede Lukman Hakim 

 

 

 

 

 

 

 

 

BANDUNG — Presiden RI keempat Megawati Soekarno Putri menerima gelar doktor honoris causa bidang politik dan pemerintahan di Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Rabu (25/5). Gelar itu didapatnya berdasarkan kariernya dalam dua bidang tersebut.

Acara penganugerahaan ini dihadiri banyak tokoh dan pejabat pemerintahan, baik dari Kabinet Kerja juga Kabinet Gotong Royong saat dirinya menjabat sebagai presiden. Dalam kesempatan tersebut, Megawati menyampaikan orasi ilmiahnya bertajuk "Bernegara dengan Satu Keyakinan Ideologi" di Gedung Graha Sanusi Hardjadinata Universitas Padjadjaran.

Megawati memaparkan sejumlah pemikiran yang menjadi prinsipnya dalam dunia pemerintahan, baik dari ekonomi, kepemimpinan, hingga politik. Putri dari presiden Indonesia pertama Sukarno ini mengatakan, prinsip tersebut menjawab segala tantangan pemimpin mengelola pemerintahan. Mega menyebutkan, tugas berat bagi pemimpin adalah menjaga kedaulatan pemerintahan. Pemimpin harus bisa menempatkan kedaulatan negara sebagai hukum tertinggi.

"Penguatan institusi negara menjadi prinsip kepemimpinan saya. Suatu prinsip yang berdiri kokoh pada konstitusi," kata Megawati dalam orasi ilmiahnya.

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menekankan kepentingan nasional Indonesia tidak boleh dikorbankan oleh kekuatan pihak lain. Kekuatan yang berniat mengendalikan negara selalu ada baik melalui regulasi global maupun perjanjian yang tidak adil akibat krisis ekonomi yang terjadi.

Menurutnya, stabilitas politik merupakan syarat pokok berlangsungnya pembangunan ekonomi. Menjaga kedaulatan bangsa yang tetap menjunjung tinggi demokrasi.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai, Megawati berhasil melewati masa sulit negara, yakni saat krisis ekonomi dan berbagai konflik. JK mengatakan, Megawati dapat melaksanakan tugasnya sebagai presiden RI dengan baik.

"Beliau sebagai presiden telah melalui itu dengan baik," kata JK.

Lebih lanjut, JK mengatakan, secara sosial dan politik saat itu terjadi banyak konflik, seperti di Papua, Ambon, Poso, Aceh, dan Kalimantan. Bahkan, ia juga menyebut jumlah pengungsi pada waktu itu mencapai 1,7 juta orang. Namun, Megawati dinilai dapat menyelesaikan permasalahan itu.

Sedangkan, anggaran negara pada masa itu tidak lebih dari Rp 400 triliun. Namun, pertumbuhan ekonominya hampir sama dengan saat ini. "Pak Boediono pasti lebih tahu dibandingkan dengan 2.000 triliun pada dewasa ini. Tapi, pertumbuhannya ternyata hampir sama," jelas dia.

Karena itu, menurut JK, Megawati pantas mendapatkan penghargaan honoris causa di bilang politik dan pemerintahan.

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menghadiri acara penganugerahan ini. Dia mengapresiasi pemberian gelar kehormatan kepada putri Bung Karno tersebut. Pria yang akrab disapa Emil itu menilai sosok Megawati layak mendapatkan gelar kehormatan. Sosoknya dianggap menginspirasi sebagai tokoh perempuan yang konsisten mengabdikan diri di dunia politik.

"Ibu Mega adalah salah satu tokoh bangsa Indonesia yang konsisten di politik kemudian melahirkan kepartaian yang juga solid ke bawah. Dia menjadi satu-satunya perempuan yang usia politiknya panjang," kata Emil.

Teman seangkatan Megawati saat berkuliah di Fakultas Pertanian Unpad angkatan 1965, Nurpilihan Bafdal, menceritakan pengalaman presiden RI keempat itu berkuliah. Pada 1967 Megawati berhenti kuliah. Sebabnya, situasi tidak kondusif. Tak lain karena adanya Gerakan 30 September atau dikenal dengan G-30-S atau Gestapu 1965.

Gestapu mengharuskan Megawati sebagai putri Presiden Sukarno itu berhenti dari kuliahnya dengan alasan keamanan. Sebagai anak presiden, ia menceritakan, Megawati selalu dikawal oleh pasukan Tjakrabirawa atau saat ini dikenal dengan sebutan Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres). Saat menjalani perkuliahan, pasukan pengamanan ikut masuk ke ruang kuliah untuk menjaganya.

Megawati mengaku masuk ke fakultas pertanian atas permintaan ayahnya. Padahal, ia kala itu tertarik dengan ilmu psikologi. "Pangan merupakan urusan mati hidupnya bangsa," ujar Megawati.

Meskipun tidak sempat menyelesaikan pendidikannya, ia bersyukur. Mega mendapatkan banyak pelajaran. Selama belajar di Unpad, Mega mengaku ditempa untuk memahami dan bertahan pada keyakinan ideologi. Peristiwa yang dialaminya di kampus ini membentuk dirinya menjadi politikus dan memilih untuk terus mengorganisasi rakyat melalui kepartaian.   rep: Dessy Suciati Saputri, c26, ed: Erdy Nasrul

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement