Kamis 17 Mar 2016 17:00 WIB

Derita Penjagal di Tengah Kenaikan Harga Sapi

Red:

Ketua Paguyuban Jagal Lamongan Jawa Timur, Suhardi (50 tahun), biasanya berlumuran lumpur kotoran sapi. Bajunya tak pernah bersih karena selalu ada lumpur dan bekas makanan sapi menempel di pembungkus badan pria dengan tinggi 160 cm ini.

Ia kerap memegang golok untuk menggorok sapi. Setiap hari, dia biasanya mengasah lima golok besar dan belasan pisau. "Sehari, paling banyak saya memotong tiga ekor," ujar pria berlogat Jawa ini mengenang aktivitasnya pada 2010 di Gresik, Jawa Timur, Ahad (13/3).

Masing-masing sapi beratnya mencapai 200 kilogram. Dia tidak sendirian. Ada empat orang lainnya yang membantu. Mereka biasanya memotong dan menguliti sapi.

Setelah dipotong, daging dicuci bersih. Kemudian, dijual ke pasar. Dari satu ekor sapi, Suhardi mengaku mendapatkan untung Rp 500 ribu. Ketika itu, dia menyatakan, mendapatkan uang Rp 1,5 juta dalam satu hari tidaklah sulit.

Ada banyak peternak sapi ketika itu. Lahan kosong masih terhampar luas. Di sana ada banyak rumput yang menjadi makanannya. Dia mengenang, ada puluhan sapi yang dipelihara di alam terbuka. Hal tersebut terjadi di sekitar tempat tinggalnya di Desa Ndeket, Kecamatan Sidomulyo, Lamongan, Jawa Timur.

Kini, lahan kosong itu semakin berkurang. Gedung, tempat tinggal, dan toko berdiri di atas lahan yang dulu menjadi tempat sapi menikmati rerumputan hijau. Dulu, ada ribuan orang beternak sapi dalam satu desa. Kini, hanya ada ratusan. "Bahkan, semakin berkurang karena tak lagi menguntungkan," kata Suhardi.

Hal ini pun membuat Suhardi tak sibuk seperti dulu. Kini, dia hanya memotong tiga ekor sapi dalam sepekan. Bahkan, pernah dia hanya memotong satu ekor.

Dulu, dia bisa meraih keuntungan. Kini, justru kerugian yang didapatnya. Dari satu kilogram daging sapi, dia merugi Rp 5.000. "Peternak menjual satu kilogram daging Rp 100 ribu. Lha, saya menjualnya Rp 95.000. Saya tak bisa menaikkan harga daging karena nantinya pembeli akan kabur," kata Suhardi.

Ada ratusan temannya yang menjadi penjagal terpaksa menjual rumah, tanah, mobil, dan perhiasan istri. Hal ini dilakukan untuk menutup kerugian dan bertahan hidup.

Dia mengetahui, harga daging sapi semakin mahal. Awalnya harga satu kilogram daging masih di bawah Rp 100 ribu. Kini sudah mencapai Rp 130 ribu. Meskipun harga daging sapi meningkat, dia mengaku tak mendapatkan keuntungan.

Suhardi sudah menjual tanah dan mobilnya. Tetapi, masih ada yang disisakannya untuk pertanian. Dari sisa lahan itulah dia hidup dan menutupi kerugian usaha jagal sapi.

Dia berharap, situasi seperti pada 2010 lalu bisa terjadi lagi. Masyarakat diharapkannya tetap beternak sapi. Aktivitas tersebut membuatnya tetap bisa menjagal. Jika terus berkurang, bukan tak mungkin Suhardi dan penjagal lainnya beralih profesi.

Semakin berkembang

Kementerian Pertanian (Kementan) meyakini kelompok peternak akan semakin berkembang. Mereka akan menghasilkan daging sapi untuk memenuhi kebutuhan pasar. "Nanti akan kita kembangkan. Basisnya adalah masyarakat," ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Riwantoro.

Baru-baru ini, pihaknya meresmikan berdirinya Himpunan Kerukunan Peternak Sapi Indonesia (HKPSI) di Gresik, Jawa Timur. Himpunan ini beranggotakan masyarakat sekitar yang fokus pada peternakan.

Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah, dilibatkan. Mereka membantu proses penggemukan agar sapi siap potong memiliki daging yang banyak. Mereka mendampingi peternak kemudian mendidik mereka bagaimana cara beternak dengan baik.

Riwantoro menyatakan, pihak bank juga ikut membantu dalam program kredit usaha rakyat (KUR). Pembiayaan ini diberikan melalui proses administrasi yang dikelola HKPSI. Pihak bank juga mengawasi bagaimana proses beternak agar menghasilkan sapi yang gemuk dan memuaskan pasar.

Pihaknya yakin, komunitas seperti HKPSI ini akan berkembang luas. "Kita ada juga di Pangandaran. Di sana sapinya lebih banyak, ada ratusan. Masyarakat banyak tertarik," katanya.  Oleh Erdy Nasrul

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement