Ahad 24 Jan 2016 19:45 WIB

Pesantren Bisa Melawan Terorisme

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG--Pesantren adalah tempat yang tepat untuk melawan pemikiran ekstre - misme yang melahirkan teroris. Hal ini disampaikan Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti saat Silaturahim Nasional (Silatnas) Kiai Pondok Pesantren Alumni Gontor di Hotel Siti, Tangerang, Banten, Sabtu (23/1).

Badrodin berharap, para tokoh agama, seperti ustaz, kiai, dan pimpinan pesantren, turut secara masif menyampaikan pemahaman agama yang benar sebagai upaya melawan pemikiran-pemikiran para teroris.

"Pemikiran-pemikiran teroris berkembang terjadi bukan di dalam kurikulum pesantren karena kurikulum pesantren justru mengcounter pemikiran-pemikiran radikal," papar Badrodin.

Pesantren, menurut Badrodin, selama ini telah melakukan upaya yang benar dalam pendidikan Islam. Hanya, papar Badrodin, ada di kalangan masyarakat, termasuk alumni pesantren yang tidak memahami agama secara mendalam, tetapi memiliki pemikiran-pemikiran radikalisme.

"Banyak organisasi radikal yang melakukan aksi teroris di Indonesia, seperti Tauhid Waljihad Indonesia, Mujahidin Indonesia Timur, dan Mujahidin Indonesia Barat," ujar dia.

Ia menegaskan, pemikiran radikal tidak mampu ditangani hanya dengan penegakan hukum. Harus ada pendekatan secara mendalam dari tokoh agama, seperti ulama dan pimpinan pesantren. "Hal ini tidak mampu dilakukan kepolisian sendiri," kata dia.

Alumnus Pesantren Baitul Arqam, Jember, ini bersyukur pesantren telah memberikannya dasar yang kuat dalam berkarier di kepolisian. "Saya bersyukur teman-teman saya ketika dulu di pondok mendoakan hingga seperti saat ini," katanya.

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid sepakat jika pesantren bukanlah tempat tumbuhnya paham terorisme. Ia meminta masyarakat jangan terjebak stigma negatif yang menyudutkan pesantren.

Alumnus Pondok Pesantren Gontor ini menyebut, dulu pada masa perang prakemerdekaan, para santri, kiai, serta pemimpin yang berada di pesantren berjuang untuk Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka, para santri dan kiai pemimpin pesantren pun juga mengisi kemerdekaan dengan aktivitas yang luar biasa, seperti pendidikan dan aktivitas penting lainnya.  "Sehingga, tidak benar kalau pesantren dikaitkan dengan radikalisme, apalagi terorisme," kata Hidayat.

Hidayat mengatakan, kehadiran Pondok Pesantren, Gontor khususnya, adalah sebuah fakta pesantren mengajarkan cinta Tanah Air, mengisi kemerdekaan sesuai dengan cita- cita luhur, dan menolak komunisme.

Dari fakta tersebut, Hidayat menyayangkan kalau pesantren dicurigai, justru menurutnya, pesantren harus dihormati dan diajak bersama-sama untuk menghadirkan generasi Islam yang moderat dan Islam yang memajukan bangsa.

Hidayat mengakui, alumni pesantren kini berada pada puncak-puncak kekuasaan dan meng ha dirkan kebaikan. Dari sini pula menunjuk kan pesantren tak pernah mengajarkan radikalisme, apalagi terorisme.

Sistem pendidikan pesantren, menurut Hidayat, masih relevan hingga saat ini. Apalagi, sistem pendidikan pesantren dikatakan sangat beragam. Ada yang khusus mengajarkan pendidikan agama, ada pula yang menggabungkan pendidikan umum.

Pondok Pesantren Gontor menggelar silatnas yang dihadiri 350 kiai dan pimpinan Pesantren Alumni Gontor.

Ketua Umum Forum Pesantren Alumni Gontor (FPAG) KH Zulkifli Muhadli menerangkan, Gontor saat ini memiliki 20 pesantren yang tersebar di Indonesia; 13 kampus pondok putra dan tujuh kampus pondok putri.

Kiai Zulkifli juga menyebut peran media sosial sangat efektif untuk menyambung silaturahim alumni Gontor. "Alumni kita tersebar, bahkan ada yang dari Malaysia dan Thailand," papar Kiai Zulkifli.

Ia mengatakan, alumni Gontor akan merapatkan barisan agar tidak salah melangkah. Untuk itulah, dalam acara itu, alumni Gontor akan mengevaluasi diri. rep: Eko Supriyadi c25, ed: Hafidz Muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement