Selasa 01 Dec 2015 13:00 WIB

KPK Tetap Tolak Revisi UU KPK

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, KPK Tetap Tolak Revisi UU KPK

DPR menunggu persetujuan Presiden Jokowi dalam pembahasan revisi UU KPK.

JAKARTA -- Pimpinan KPK tetap menolak revisi Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang KPK. Apalagi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah menyampaikan untuk tidak melakukan revisi UU KPK pada 2015. "Mengingat tahun ini bukan waktu yang tepat dan tidak kondusif," kata Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji, Senin (30/11).

Pada Jumat (27/11), rapat antara pemerintah dan Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui revisi UU KPK masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. Indriyanto menegaskan, jika DPR tetap memaksakan pembahasan revisi UU KPK, pihaknya hanya menyetujui perubahan UU atas dasar usulan dari KPK, bukan draf dari pemerintah ataupun DPR.

KPK pun mengajak DPR dan pemerintah untuk melakukan pembahasan bersama. Pembahasan draf revisi UU KPK secara bersama untuk menjaga eksistensi kewenangan-kewenangan penyidikan yang selama ini dimiliki KPK. "Perubahannya juga harus mendukung penguatan KPK," ujar Indriyanto. 

Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi mengaku terkejut atas langkah DPR dan pemerintah membahas kembali revisi UU KPK pada 2015. Padahal, 2015 tinggal tersisa sebulan yang menurutnya tidak tersedia cukup waktu untuk melakukan pembahasan. "Saya cukup terkejut mendengar hal itu," kata Johan, Senin, (30/11).

Johan mengatakan, Presiden Jokowi telah menegaskan revisi UU KPK bertujuan untuk memperkuat KPK. KPK pun menolak dengan tegas draf revisi UU KPK yang berasal dari DPR. "Slogannya memperkuat, tapi kalau isi draf revisinya memperlemah, seperti yang pernah beredar di publik, kita akan tolak dengan tegas," ujar Johan.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting menilai, jadi atau tidaknya revisi UU KPK di DPR tergantung sikap Jokowi. Dalam Pasal 49 dan Pasal 50 UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan diterangkan, pembahasan suatu RUU dapat dilakukan ketika Presiden menerbitkan surat presiden (surpres). "Artinya, tanpa adanya surpres, pembahasan terhadap revisi UU KPK tidak akan dapat dilaksanakan," ujar Miko.

Miko melanjutkan, janji Jokowi untuk memperkuat KPK dan pemberantasan korupsi sebagaimana dituangkan dalam Nawacita kembali ditagih oleh masyarakat. Menurut dia, tanpa sikap yang jelas, sama saja Jokowi menyetujui ataupun berdiam diri dalam berbagai rangkaian upaya pelemahan KPK. "Nasib revisi UU KPK ada di Jokowi."

Pemerintah hanya akan menyetujui empat poin dalam pembahasan revisi UU KPK. Yakni, kewenangan KPK dalam mengeluarkan surat penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3), kewenangan KPK dalam mengangkat penyelidik, penyidik, dan penuntut umum, dibentuknya dewan pengawas KPK, dan poin pengaturan penyadapan oleh KPK. "Nggak ada hanya empat itu saja, kita kawal itu, nggak mau lebih dari itu," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, Senin (30/11).

Luhut mengatakan, tidak ada pemaksaan dalam revisi UU KPK tersebut. Karena, menurutnya, salah satu poin yang dipermasalahkan, yakni dibentuknya dewan pengawasan KPK sudah sejak awal direncanakan, tapi hal tersebut urung dilakukan. "Dulu konsep awal 15 tahun lalu memang ada pengawasan, tapi berjalannya waktu, mereka mengacu pada UU KPK, seperti yang dibuat di Hong Kong," ujarnya.

Sementara terkait kewenangan SP3, Luhut mengatakan hal itu untuk mengantisipasi jika pada kondisi tertentu penyidikan tidak mungkin untuk dilakukan. Ia juga memastikan dalam revisi, tidak ada batasan waktu usia KPK. Sebelumnya, dalam draf revisi versi DPR, disebutkan umur KPK diusulkan hanya 12 tahun. "Tidak ada itu (batasan umur KPK), hanya empat itu saja. Kita akan kawal, kita tidak mau lebih dari itu."

Wakil Ketua Baleg DPR Firman Subagyo mengatakan, revisi UU KPK awalnya adalah inisiatif pemerintah. Namun, karena ada penolakan dari masyarakat, pemerintah ingin mengembalikan revisi UU untuk menjadi inisiatif DPR. Seluruh fraksi di DPR menerima permintaan pemerintah agar DPR mengambil alih revisi UU KPK ini menjadi inisiatif DPR.

Setelah disepakati di Baleg DPR akhir pekan lalu, hasil rapat kerja ini akan dilaporkan ke pimpinan DPR untuk dibawa ke Badan Musyawarah dan segera dimintakan pengesahan dalam rapat paripurna DPR. Setelah disahkan dalam rapat paripunra DPR, pimpinan akan mengirim surat ke Presiden Jokowi.

Menurut Firman, kalau Presiden menganggap revisi UU KPK ini penting untuk dilakukan,  secapatnya Jokowi akan mengirimkan surat presiden (surpres) agar RUU ini dapat dibahas antara pemerintah dan DPR. "Dengan iktikad baik DPR mengundang KPK untuk memberikan sumbangan pemikirannya dalam revisi ini," kata Firman. n c20 ed: andri saubani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement