Selasa 01 Dec 2015 13:00 WIB

JK Khawatirkan Heli Baru

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JK Khawatirkan Heli Baru

TNI AU mengungkap PT DI belum bisa memproduksi pesawat dengan spesifikasi yang dibutuhkan.

SURABAYA -- Rencana pembelian helikopter baru very very important person (VVIP) jenis AgustaWestland AW101 masih mendapat sorotan.  Wakil Presiden Jusuf Kalla yang notabene calon pengguna pesawat itu pun melontarkan kekhawatiran atas rencana pembelian AW101.

Wapres menilai rencana pembelian itu berlebihan. Menurutnya, mahalnya harga helikopter justru dapat menjadi bumerang bagi pemerintah. Di beberapa laman tentang bisnis aviasi, AW101 dibanderol sekitar 18 juta dolar AS. Sementara, anggota komisi I DPR Tubagus Hasanudin sempat mengatakan bahwa heli canggih itu bisa bernilai 55 juta dolar AS.

Atas mahalnya harga pesawat, JK mengingatkan soal skandal korupsi setelah pembelian helikopter serupa oleh Pemerintah India. "Jangan terjadi skandal kayak di India. Di India itu, helikopter yang sama terjadi skandal besar di India," kata JK di Surabaya, Jawa Timur, Senin (30/11). Ia menjelaskan, saat itu Pemerintah India berencana membeli helikopter sejenis, seperti yang direncanakan TNI AU. Jumlahnya pun tiga unit. Namun, Pemerintah India diduga melakukan tindakan korupsi usai pembelian helikopter canggih itu.

"Terlalu mahal, dianggap korupsi. Menterinya, panglimanya, kena hukuman penjara dan dirut perusahaan itu masuk penjara dua tahun lalu 2013," kata JK. Ia juga mengkhawatirkan Indonesia akan membeli helikopter buangan dari India yang juga berjenis AW101. "Periksa ulang," katanya menambahkan. India memang pernah memesan 12 helikopter AW101. Namun, rencana pembelian tersebut dibatalkan akibat dugaan penyuapan. Kendati demikian, tiga helikopter telah digunakan untuk transportasi pejabat tinggi, termasuk presiden dan perdana menteri India.

JK menjelaskan, RI masih memiliki lima helikopter yang masih baik dan baru. Ia pun membantah helikopter yang ada saat ini sudah termakan usia. "Tahun 2012 itu helikopter yang ada sekarang, sangat bagus," katanya menambahkan.

Apalagi, sambung JK, jam terbang helikopter presiden dan wakil presiden tergolong rendah. Dalam sebulan, dia mengungkapkan, Presiden hanya menggunakan fasilitas helikopter sekali. Ia pun mengaku sudah tiga bulan ini tak menggunakan fasilitas helikopter saat kunjungan kerja ke daerah.

"Padahal, ada lima. Jadi, kalau beli lagi tambahan itu berlebihan," kata dia menegaskan. Lebih lanjut, ia mengatakan, peruntukan helikopter baru itu pun harus jelas. Apakah hanya untuk kepala negara atau untuk pejabat lainnya.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, rencana pembelian AW101 masih akan dibahas di komite pengadaan. Luhut mengatakan, keputusan akhir akan dirapatkan setelah Presiden kembali dari Paris, Prancis.

"Jangan buruk sangka, itu baru wacana yang dikembangkan. Apa yang jadi, nanti kita lihat." ujar Luhut, di Jakarta, Senin (30/11). Luhut mengatakan, rencana pembelian heli akan menimbang kebutuhan dan anggaran negara. Apakah akan membeli melalui PT DI atau membeli produk luar.

Kepala Staf TNI Angkatan Udara (AU) Marsekal TNI Agus Supriatna mengatakan, meski pesawat itu dibeli dari luar negeri, bukan berarti TNI AU tidak ingin membeli produk domestik. Agus menjelaskan, PT Dirgantara Indonesia (DI) belum mempunyai spesifikasi heli yang dimiliki AW 101.

"Kerja sama PT DI belum ada. Jadi, kami pilih heli AW 101. Tapi, kami juga kerja sama dengan PT DI, tapi PT DI belum sanggup. Contoh kemarin PT DI nggak sanggup beli heli Apache," ujar Agus, Senin (30/11).

Dalam kajian Mabes TNI AU, dia mengatakan, RI harus memiliki helikopter dengan spesifikasi lebih tinggi. Saat ini, Indonesia sendiri sudah memiliki heli Superpuma jenis NAS 332. Namun, heli tersebut hanya bisa berfungsi sebagai angkut sedang.

Agus memaparkan, heli terbaru yang diproduksi PT DI, yakni EC-725 Cougar. Pesawat ini hanya memiliki spesifikasi daya angkut 50 ton dan tinggi kabin yang lebih rendah dari AW 101. Untuk itu, Agus mengembalikan lagi semua kepada pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Agus hanya berharap Indonesia juga memiliki memiliki pesawat dengan kemampuan yang multifungsi. n c15 ed: a syalaby ichsan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement