Selasa 01 Sep 2015 12:00 WIB

Periuk Nasi Pun Menjadi Jaminan

Red:

Di musim krisis ekonomi seperti sekarang ini, warga Nagari Panampuang, Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, tak perlu risau meminjam uang. Untuk mencari pinjaman sebagai modal usaha, warga setempat cukup mendatangi Pengurus Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Panampuang Prima.

Tak seperti bank-bank konvensional, lembaga keuangan yang lazim disebut bank tani ini tak menyulitkan nasabahnya untuk meminjam. Periuk nasi dan peralatan masak cukup diserahkan sebagai agunan bagi pihak LKMA Panampuang Prima. Berbeda dengan kreditur besar di perkotaan yang kerap menjadikan tanah, bangunan, kendaraan, atau ternak sebagai jaminan.

Ketua Pengurus LKMA Panampuang Prima Adrianus mengaku tak khawatir jika para nasabahnya menunggak. Selain agunan, dia telah menyiapkan sanksi lain agar mereka patuh untuk membayar pinjaman.

Menurutnya, pengurus LKMA Panampuang Prima akan terang-terangan mengumumkan nama penunggak pinjaman di masjid. Sanksi sosial bertujuan untuk menciptakan rasa malu. "Nanti mereka akan malu sendiri kalau namanya diumumkan di masjid. Karena tidak mau malu, jadinya tidak ada yang menunggak bayar," katanya, belum lama ini. Setiap bulan laporan keuangan LKMA diumumkan di masjid melalui pengeras suara. Semua warga pun akan mendengar nama-nama nasabah yang menunggak pembayaran pinjaman.

Jurus itu pun terbukti ampuh. Tingkat rasio kredit bermasalah di LKMA Panampuang Prima hanya berkisar 0,05 persen. Sangat jauh dibandingkan non performing loan (NPL) perbankan di Sumatra Barat yang mencapai 6,5 persen pada semester pertama 2015.

Dia menuturkan, pinjaman kepada nasabah hanya dalam kisaran Rp 5 juta-Rp 15 juta. Akad yang dibuat oleh pengurus, ujar dia, hanya kesepatakan membayar tepat waktu. Dalam perjanjian, debitur dan kreditur juga menyepakati sanksi sosial bila telat membayar.

Aset LKMA Panampuang Prima saat ini mencapai Rp 654 juta dengan 400 orang anggota (nasabah) yang berasal dari kelompok tani setempat. Sebagian besar nasabah ini tercatat sebagai pemegang saham LKMA Panampuang Prima. "Tahun lalu sisa hasil usaha (SHU) mencapai Rp 52 juta, yang dibagikan kepada seluruh anggota dalam bentuk tabungan," jelasnya.

Sayangnya, LKMA yang berdiri sejak 2008 ini ternyata belum berbadan hukum. Sehingga, ia menuturkan, upaya kerja sama dengan perbankan sering kali terkendala. Ia bahkan tidak mengetahui adanya UU No 1/ 2013 tentang LKM. Beleid ini mengatur ihwal pendirian dan izin lembaga keuangan mikro di daerah.

Salah satu warga yang menjadi nasabah LKMA Panampuang Prima, Elfismar (42 tahun), mengaku puas menjadi anggota Bank Tani ini. Dia beralasan, SHU yang diberikan kepada seluruh anggota setiap akhir tahun membuatnya merasa ikut memiliki lembaga itu.

Elfismar mengaku rutin meminjam uang untuk kebutuhan pengembangan peternakan sapi miliknya. Menurutnya, LKMA sangat memudahkan karena konsepnya seperti koperasi. "Lumayan lah, sejak jadi anggota sangat terbantu. Karena ada pinjaman ringan bagi petani," ujarnya menambahkan.

n ed: a syalaby ichsan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement