REPUBLIKA.CO.ID, PANGKALAN BUN — Sebanyak 92 dari total 162 korban kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501 belum ditemukan. Tim SAR gabungan kemarin hanya menemukan satu jenazah. “Mayat langsung di evakuasi ke kapal KN Pacitan,” ujar Direktur Operasional Badan SAR Nasional (Basarnas), Marsekal Madya SB Supriyadi, di Posko Utama Lanud TNI AU Iskandar, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Ahad (25/1).
Dengan ditemukan satu jenazah kemarin, total korban yang sudah ditemukan berjumlah 70 orang. Sebagian besar jenazah diperkirakan masih berada di dalam badan pesawat QZ8501. “Tim gabungan SAR memperkirakan sebagian besar korban masih berada di dalam badan pesawat,” kata Supriyadi.
Cuaca buruk yang terjadi pada Ahad menghambat proses evakuasi korban dan pengangkatan badan pesawat. Angin dilaporkan berembus kecang 30 hingga 35 knot. Kondisi ini jauh dari standar aman untuk melakukan penyelaman, yakni di bawah satu knot. Cuaca buruk juga mengakibatkan gelombang laut mencapai dua hingga tiga meter.
Menurut Supriyadi, sebelum muncul cuaca buruk, tim SAR gabungan dengan menggunakan lifting bag atau balon-balon udara hampir berhasil mengangkat badan pesawat hingga ke permukaan laut perairan Selat Karimata, Kalteng. Bahkan, kapal KM Crest Onyx juga sempat menarik badan pesawat. Namun, tali yang mengikat badan pesawat putus sehingga badan pesawat kembali jatuh ke dasar laut di kedalaman 30 meter. “Untuk sementara, evakuasi pengangkatan badan pesawat dihentikan hingga cuaca membaik dan tim SAR gabungan akan melakukan evaluasi,” ujar Supriyadi.
Seiring waktu, proses identifikasi jenazah korban pesawat Air Asia QZ8501 semakin menghadapi tantangan. Tantangan terutama karena kondisi jasad korban yang tak lagi baik. Ketua tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jawa Timur. Kombes Polisi Budiyono. menyampaikan, saat ini metode identifikasi sidik jari dan ciri khas, seperti tanda lahir dan tato, tidak bisa lagi digunakan.
Saat ini, Budiyono mengungkapkan, tim DVI mengandalkan metode pencocokan data gigi dan DNA. Meski begitu, dua metode andalan tersebut juga bukannya tanpa tantangan. “Terkadang gigi sudah tidak utuh atau gigi tidak kita temukan," ujar Budiyono, Ahad (25/1).
Begitupun dengan DNA, Budiyono menuturkan, masih ada sebagian sampel DNA dari keluarga yang tidak sesuai harapan tim DVI. "Kita berharap sampel DNA dari keluarga sedarah vertikal, bisa orang tua atau anak kandung. "Tapi masih ada sampel DNA yang diberikan dari saudara atau orang tua angkat, terutama ketika awal kejadian," kata Budiyono.
Khusus untuk kasus satu keluarga yang menjadi korban, Budiyono menyampaikan, tim DVI harus mendapatkan sampel DNA dari barang-barang pribadi, seperti sisir atau sikat gigi yang menyisakan jejak DNA. Sayangnya, tidak semua rumah korban di Surabaya, bahkan ada yang di luar Jawa. Hingga kini, katanya, tim DVI masih kurang 10 sampel DNA.
Mengingat tugas berat mengidentifikasi jenazah, menurut Budiyono, tim DVI yang sebagian besar merupakan profesional, bekerja bergiliran. Mereka yang berasal dari perguruan tinggi, telah kembali ke kampus masing-masing. Begitu pun para dokter forensik dari luar negeri, menurut Budiyono, semua telah kembali ke negara masing-masing.
Dari 300 anggota tim DVI yang ada semula, menurutnya, saat ini hanya menyisakan 70 anggota tim dari internal Polri. Hingga hari ke-29 sejak jatuhnya pesawat QZ8501, menurut Budiyono, total ada 69 jenazah di RS Bhayangkara Polda Jatim. Dari jumlah tersebut, 52 sudah teridentifikasi dan 17 masih dalam proses identifikasi. rep: Rusdy Nurdiansyah, Andi Nurroni ed: Andri Saubani