Rabu 17 Sep 2014 13:00 WIB

Petani Tebu Mengadu ke Rumah Transisi

Red:

JAKARTA — Budayawan Butet Kertaradjasa bersama sejumlah petani tebu menyambangi Rumah Transisi Jokowi-JK untuk menitipkan nasib petani tebu yang dinilai semakin terancam dengan kebijakan pemerintah saat ini. Mereka berharap pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla mendatang lebih memikirkan nasib petani.

"Kami ke sini hanya menitipkan nasib. Petani betul-betul dalam situasi sangat terancam, mau punah, mau sirna karena tidak diurus. Bayangkan negara agraris petaninya punah," kata Butet di Rumah Transisi, Jakarta, Selasa (16/9).

Butet mengatakan, kebijakan impor seperti yang terjadi di kabinet pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merugikan negara. "Pemerintah SBY membuka keran impor 3,6 juta ton gula per tahun sehingga harga gula jatuh dan gula dari petani tidak laku," kata Butet.

Dia menegaskan bahwa petani ingin menyelamatkan kehidupan dan budaya bertani mereka selama ini. Petani optimistis Jokowi dapat menyelamatkan mereka lantaran dalam janji kampanyenya, Jokowi berkomitmen menyelamatkan kehidupan nelayan dan petani. "Jadi, betul-betul pemihakan harus nyata dan terwujud dalam kebijakan. Kita bukan antiimpor, tapi coba minimalkan impor supaya produk petani laku," kata Butet.

Ia meminta semua pemimpin baru, termasuk para menteri mendatang, harus membuat kebijakan yang prorakyat dan selalu berorientasi mengubah nasib rakyat menjadi lebih baik. "Kalau pemimpinnya tidak ada komitmen seperti itu, namanya pemimpin blegedes," ujar dia.

Butet mengusulkan, khusus untuk menteri pertanian, sebaiknya dipilih dari kalangan praktisi sehingga sangat memahami masalah-masalah dalam dunia pertanian, seperti masalah pupuk, lahan yang semakin sempit, hingga mata rantai mafia perdagangannya.

Keluhan yang sama juga dilontarkan Ketua Asosiasi Petani Tebu Blora Anton Sudibyo. Dia mengeluhkan pemerintah saat ini kurang peka dengan kondisi petani tebu. "Setiap kami akan panen, pasti akan terjadi impor besar-besaran. Sehingga, kami kesulitan untuk mengembalikan modal," kata dia.

Anton berharap, Jokowi yang sebentar lagi diangkat menjadi presiden memerhatikan nasib petani, mayoritas penduduk Indonesia. Jokowi harus mengurangi impor pangan yang sangat merugikan petani. "Tanpa kebijakan propetani, kami tidak yakin bisa hidup," kata dia.

Pihaknya mendesak pemerintah baru nanti untuk mengurangi impor pangan, terutama tebu, hingga 80 persen. Bahkan, kalau perlu hingga 100 persen atau tidak impor pangan sama sekali. Sebab, kondisi petani saat ini sangat menyedihkan.

"Kami menunggu 12 bulan baru mendapat duit dari panen. Kalau pegawai kan enak tiap bulan dapat duit," cetusnya.

Anton berterima kasih kepada Tim Transisi yang telah bersedia menemuinya. "Kami diterima dengan baik dan dalam waktu dekat ini, mereka (Tim Transisi) akan berangkat ke Blora untuk melihat kondisi petani tebu," kata dia.

Deputi Transisi Hasto Kristiyanto menyambut baik kedatangan petani yang mengeluhkan maraknya impor gula dari luar negeri. "Mereka datang dengan spirit baru bahwa kebijakan yang terlalu membuka ruang rafinasi harus dikoreksi. Mosok sekian tahun kita tergantung dengan impor gula?" kritik Hasto. n antara ed: Muhammad Fakhruddin

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement