Selasa 16 Sep 2014 16:00 WIB

Tak Mandi Demi Sapi

Red:

Suparman (50 tahun) kini jarang mandi lagi. Soal urusan mandi, memasuki musim kamarau tahun ini, boleh dibilang boleh dibilang "kalah" dengan hewan piaraan. Warga Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, ini hanya mandi sekali. Sedangkan, empat ekor sapi piaraanya mandi dua kali sehari.

Ia dalam aktivitas seharian, sepertinya tak butuh penampilan bugar layaknya seorang pegawai atau karyawan pabrik. "Niat mandi sekali ini, semata-mata demi menyelamatan produksi susu sapi perah kami," kata Suparman, Senin (15/9).

Memasuki musik kamarau seperti saat ini, harga air sungguh mahal. Ia terpaksa membeli air dari tangki truk untuk memenuhi kebutuhan hewan ternak. Dan, hampir setiap hari harus merogoh kantong untuk membeli air. Baik untuk kebutuhan minum, makan komboran, maupun mandi dan hewan ternak. Satu tangki air isi 6.000 liter seharga Rp 120 ribu.

Satu tangki air habis dalam waktu tiga hingga empat hari. "Guna menghemat penggunaan air, saya mengalah mandi biasa dua tiga kali sehari, sekarang sekali. Malah, kadang tak mandi sama sekali," ujarnya. Demikian juga yang dilakukan anggota keluarga maupun sesama peternak sapi perah di kaki Gunung Merapi sisi utara sana.

Menurut Sutarno (45), peternak sapi perah lain, setiap hari sapi masing-masing membutuhkan air minum 60 liter. Kebutuhan minimal tersebut harus terpenuhi agar produksi susu tidak menurun. Untuk sapi perah di Kabupaten Boyolali, rata-rata produksi susu antara 10-15 liter. Selain itu, untuk menjaga produksi susu, peternak memberi ransum suplemen hijauan yang cukup.

Peternak juga berhati-hati dan tidak memberikan pakan hijauan yang berdebu. Soalnya, musim kemarau ini pakan hijauan yang diambil dari ladang rawan kena debu. "Rumput hijauan yang berdebu harus dibersihkan dengan air atau dikibaskan-kibaskan agar debunya hilang. Debu yang menempel pada pakan bisa berdampak pada gangguan pencernaan sapi," katanya.

Belakangan, krisis air yang melanda sejumlah desa sentra peternak sapi perah di Kabupaten Boyolali semakin terasa parah. Dampak musim kemarau ini tidak hanya mengakibatkan krisis air bersih. Namun, juga mengancam produksi susu sapi.

Kekhawatiran itu disampaikan Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jateng-DIY, Sri Kuncoro. Menurutnya, peternak sapi harus mencukupi kebutuhan air yang cukup bagi hewan ternak sapi. Saat ini kekurangan air bersih sudah dirasakan peternak di wilayah Kecamatan Musuk. Kalau krisis air tak ditangani, ia mengungkapkan, akan mengganggu produksi susu.

Menurut Sri, krisis air bersih sudah mulai terasa di beberapa tempat, terutama sentra peternak. Dan, peternak diminta tetap harus memperhatikan kebutuhan air untuk sapi mereka. Ini agar tidak memengaruhi produksi susu sapi. Memang tak dimungkiri bahwa kebutuhan air bersih menambah ongkos pemeliharaan hewan ternak.

Peternak tak berharap musim kemarau tahun ini tidak berlangsung panjang. Jika terjadi kemarau panjang, kata peternak, nasib peternak sapi perah semakin terpuruk. Bisa jadi seperti yang terjadi tahun lalu. Ada fenomena sapi "makan" sapi. Artinya, peternak menjual sapi untuk memenuhi kebutuhan membeli air.  rep:edi setyoko ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement