Jumat 16 Sep 2016 15:00 WIB

Ingat Mati di Muzdalifah

Red:

Foto : dok. Republika  

 

 

 

 

 

 

 

 

Jamaah Haji di Muzdalifah

 

Malam 9 Dzulhijah ketika udara Arafah malam itu terasa sejuk meski ada sedikit hawa panas, kami pergi meluncur menuju Muzdalifah. Waktu saat itu menunjukkan pukul 22.30 waktu Saudi.

Kami dari tim Media Center Haji bergegas menuju Muzdalifah untuk mabit sekaligus mencari batu. Mengumpulkan 49 batu untuk lempar jumrah nafar awal pada keesokan hari.

Sungguh pemandangan yang membuat hati bergidik ketika melintasi padang Muzdalifah. "Saya jadi ingat mati," ujar seorang rekan spontan ketika menyaksikan pemandangan tersebut.

Bus coaster yang membawa kami dari Arafah terus bergerak mencari tanah kosong untuk tempat parkir. Sepanjang itu pula kami menyaksikan pemandangan yang memaksa berpikir bahwa kita semua bakal mati.

Jutaan jamaah berkain ihram dari berbagai penjuru dunia malam itu tidur berjamaah di padang Muzdalifah. Dengan memakai alas seadanya, mereka tidur di alam terbuka dengan langit sebagai atapnya.

Mereka seperti lautan putih di tengah gelapnya malam Muzdalifah. Pemandangan yang seperti lautan jasad terbujur kaku. Inikah replika pemandangan padang Mahsyar ketika seluruh manusia dibangkitkan dari kubur untuk dimintakan pertanggungjawabannya.

Bus merapat di pinggir di dekat maktab jamaah haji Malaysia. Kami turun untuk mencari 49 batu Muzdalifah. Sebagian menuju kamar mandi yang menjadi tempat ditaruh batu-batu Muzdalifah.

Pemandangannya sama meski ada satu-dua jamaah yang terlihat sedang memanjatkan doa. Ada pula yang khusyuk membaca Alquran. Tapi, sebagian besar tertidur seperti jasad-jasad yang telah kaku.

Bus kembali bergerak selepas tengah malam untuk menuju Masjid al-Haram. Sekali lagi kami menyaksikan tubuh-tubuh yang tertidur di padang Muzdalifah. Pemandangan yang mengingatkan kita pada hari akhir manusia akan dibangkitkan dari kuburnya.

Setelah melakukan tawaf ifadah di Masjid al-Haram pada 10 Dzulhijah dini hari waktu Saudi, kami meluncur ke Daker Makkah untuk istirahat. Setelah itu, jamaah bergerak ke Mina untuk lempar jumrah aqabah. Rombongan bergerak menuju Mina selepas waktu Ashar.

Pemandangan malam di Muzdalifah kembali hadir ketika kami berada di Mina. Di trotoar dekat tenda Mina, banyak jamaah tidur mengampar. Persis seperti jasad yang tergeletak berjejer menyusun saf yang berantakan.

Hampir tidak ada ruang terbuka di Mina yang tidak dijadikan tempat mengampar bagi jamaah beristirahat. Di bawah jembatan layang, mereka pun menggelar alas seadanya untuk sekadar mencari tempat merebahkan diri.

Dua malam berturut-turut kami menyaksikan pemandangan tubuh-tubuh yang tergeletak terbaring seperti kumpulan jasad-jasad. Pemandangan yang mengingatkan kita pada kematian.

Dua hari setelah pemandangan tubuh-tubuh di Muzdalifah, Siskohat Kesehatan mengeluarkan data jamaah yang wafat di padang Muzdalifah. Sebanyak tiga jamaah wafat di tenda Mina sejak proses lempar jumrah dimulai di Jamarat, Mina, pada Selasa (13/9). Sementara, satu jamaah wafat ketika berada di Muzdalifah.

Sumilah, jamaah usia 64 tahun asal kloter SOC-050, meninggal dunia di Muzdalifah pada 11 September. Sumilah disebut meninggal akibat gangguan pernapasan. Dia mengembuskan napas terakhir pada pukul 22.43 waktu Saudi atau sekitar dua jam sebelum jamaah bergerak menuju Mina.

Kematian sungguh rahasia Ilahi. Tidak ada seorang manusia pun yang mengetahui rahasia tersebut. Kita hanya perlu belajar mengingat mati agar diri ini siap ketika waktunya tiba. Pemandangan tubuh-tubuh di Muzdalifah sungguh memberi pelajaran tentang kematian.  Oleh didi Purwadi ed: Erdy Nasrul

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement