Sabtu 03 Oct 2015 17:19 WIB

Kemenag Seriusi Penggunaan Gelang GPS

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Kementerian Agama kembali mengeluarkan rencana melengkapi gelang identitas jamaah haji dengan fasilitas Global Positioning System (GPS). Pemasangan ini untuk memudahkan petugas mencari jamaah haji ketika mereka tersesat di Tanah Suci.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, perlu ada terobosan untuk mengatasi persoalan jamaah yang kerap kebingungan menemukan jalan kepemondokannya selama rangkaian ibadah haji. `Gelang identitas jamaah sudah saatnya dipasang chip, sehingga dapat terdeteksi melalui GPS,'' kata dia, Kamis (1/10).

Lukman menyatakan, ide menyematkan GPS dalam gelang identitas jamaah memang bukan ide baru. Ide ini pernah muncul tahun lalu dan akan diterapkan pada penyelenggaraan haji tahun ini. Namun, dia mengakui, tak cukup waktu untuk mewujudkannnya.

Dia menambahkan, perbaikan-perbaikan dalam identitas jamaah merupakan keniscayaan. Hal ini mengingat banyaknya permasalahan jamaah yang kebingungan menemukan jalan ke pemondokannya berulang setiap tahun.

Apalagi, pada penyelenggaraan tahun ini ada peristiwa di Jalan 204, Mina, yang menyebabkan 74 orang belum kembali ke pemondokan hingga Kamis ini.

Kasus jamaah bingung kembali kepemondokannya kerap terjadi pada mereka yang tinggal di dekat Masjidil Haram. Tidak ada layanan bus shalawat membuat mereka harus berjalan kaki.

Pada perjalanan menuju pemondokan, ada jamaah yang salah ber belok atau berjalan ke arah yang lain.

Kasus pun meningkat pascaprosesi melontar jumrah di Jamarat, Mina, pada 10 Dzulhijah. Jamaah harus bergerak dari tendanya menginap dengan berjalan kaki untuk melontar. Ada banyak pintu keluar yang dapat menyulitkan jamaah kembali ke arah tendanya.

Menurut Lukman, persoalan jamaah di Mina dapat diatasi dengan perbaikan fasilitas. Tenda-tenda di Mina seharusnya dapat ditingkat, sehingga jamaah tidak perlu ditempatkan di Wadi Muhassir atau Mina Jadid.

Lokasi tenda di Wadi Muhassir yang terlalu jauh ke Jamarat berpotensi membuat jamaah kesulitan menemukan arah ke Jamarat dan kembali ke tenda. "Dari sisi syar'i, Wadi Muhassir atau yang kita kenal dengan Mina Jadid juga masih problematik," ujar Lukman.

Mabit di Mina merupakan salah satu wajib haji atau ibadah yang harus dilaksanakan dan jika ditinggalkan maka jamaah harus membayar dam atau denda. Tenda-tenda di Mina Jadid terletak setelah billboardbesar penunjuk batas Mina. Wilayah Mina Jadid terletak di perbatasan Mina dan Muzdalifah, sehingga memunculkan perdebatan dari sisi keabsahan wajib haji.

Lukman menyatakan, dia sudah berkirim surat ke Pemerintah Arab Saudi terkait usulan peningkatan tenda-tenda di Mina. "Agar seluruh jamaah bisa di Mina, lalu prosesi lontar jumrah dapat diatur," kata dia.

Ada dua poin dalam usulan Lukman terkait perbaikan fasilitas penyelenggaran haji. Selain perbaikan tenda di Mina, Lukman menyatakan, dia juga mengusulkan agar tenda-tenda di Arafah dibangun permanen.

Tenda yang tidak permanen mem buatnya mudah roboh ketika diterpa angin kencang. Lukman menyatakan, beberapa tenda roboh karena angin kencang pada 8 Dzulhijah malam atau Selasa (22/9) lalu ketika jamaah baru tiba di Arafah.

"Padahal, angin tidak sekuat ketika crane di Masjidil Haram roboh," kata dia.

Lukman menyatakan, kejadian itu tidak hanya menyebabkan tenda roboh, tapi juga aliran listrik padam. "Penerangan dan water coolerdi Arafah pun tidak berfungsi," kata dia.

Pada prosesi wukuf listrik sempat padam, sehingga menyulitkan penanganan jamaah yang dibawa ke Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) Arafah. Alat- alat yang membutuhkan listrik tidak dapat berfungsi. "Mereka dehidrasi, kemudian wafat," kata Lukman.

Karena itu, Lukman pun meminta adanya pembangkit listrik bertenaga besar di Arafah, sehingga suplai listrik tidak terganggu. Menurutnya, kebutuhan listrik di Arafah tidak bisa hanya ditopang generator berkapasitas terbatas. Ratna Puspita Dari Makkah Arab Saudi  ed: Andi Nur Aminah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement