Kamis 09 Oct 2014 12:45 WIB
Kabar dari Tanah Suci

Pentingnya Istitha'ah Kesehatan Bagi Jamaah Haji

Red: operator

Oleh: Neni Ridarineni -- Zubaidah (70 tahun), jamaah haji dari Surabaya menderita kanker payudara stadium lanjut. Sejak berangkat dari Tanah Air, payudaranya sudah luka dan diperban. Sedihnya lagi, ia berangkat ke Tanah Suci seorang diri, tanpa pendamping.

Selama dalam perjalanan ke Tanah Suci, lukanya semakin melebar dan tak ada yang membantu merawatnya. Akhirnya, sesampai di Makkah, dia pun merasa sangat kesakitan. Sejak sebelum menjalani proses ibadah haji hingga saat ini, ia masih dirawat di Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) Makkah.

Zubaidah sebetulnya termasuk tidak istitha'ah untuk melaksanakan ibadah haji dari segi fisik dan kesehatan. Tak hanya Zubaidah, jamaah lain yang menderita penyakit lain dan sudah lanjut usia juga cukup banyak.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:MUHAMMAD HAMED/X02365

Muslim berdoa di Masjidil Haram selama haji tahunan di Mekkah September 27, 2014.

Menurut Kepala Seksi Kesehatan Daker Makkah Muhammad Ilyas SpPD tahun ini jumlah jamaah haji yang berusia 80-90 tahun cukup banyak dan mereka sudah menderita berbagai penyakit sejak dari Tanah Air.

Terkait hal ini, anggota Amirul Hajj Yunahar Ilyas mengatakan, istitha'ah itu mampu secara fisik untuk melaksanakan ibadah haji. Dari segi kesehatan tidak ada penyakit yang membahayakan jiwanya selama menjalankan ibadah haji, mampu dari segi keuangan selama berhaji dan untuk keluarga yang ditinggalkan.

''Jadi, kalau itu semua bisa dipenuhi baru seseorang itu istitha'ah dan istitha'ah itu wajib bagi yang akan melaksanakan ibadah haji. Sebetulnya, kalau orang punya penyakit kanker dan kondisinya sudah harus dirawat, tidak wajib berhaji,'' ujar Dosen Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.

Jika seorang jamaah haji dari sisi kesehatan berisiko tinggi, misalnya, menderita penyakit, seperti hipertensi, jantung, diabetes mellitus, menurut Yunahar, harus ada keluarga atau tetangga yang siap mendampinginya. Kalau dia berangkat haji sendiri, tanpa keluarga yang mendampinginya, bisa merepotkan orang lain.

Menurut pemerhati kesehatan dr Sumarjati Arjoso SKM, selama ini orang yang mempunyai risiko tinggi atau sudah menderita penyakit yang parah di Tanah Air bisa berangkat beribadah haji karena pemeriksaan kesehatan baru dilakukan mendekati pemberangkatan. Kalau pun pada saat pemeriksaan kesehatan sudah diketahui bahwa jamaah calon haji menderita penyakit berat dan dokter menyarankan untuk tidak berangkat dulu, biasanya jamaah haji memaksakan diri untuk bisa berangkat. Kadang, dokter yang memeriksa pun dipaksa oleh keluarganya untuk menuliskan kondisi jamaah haji tersebut sehat agar bisa lolos saat pemeriksaan di embarkasi.

Berbeda dengan di Malaysia, jamaah haji yang sudah lanjut usia atau jamaah yang menderita berbagai penyakit risiko tinggi tidak boleh berangkat ibadah haji. Selain itu, kata mantan kepala BKKBN ini, pemeriksaan kesehatan di Malaysia dilakukan sejak awal pendaftaran.

Yunahar pun sependapat dengan Arjati. ''Dari tim kesehatan menginginkan istitha'ah kesehatan menjadi suatu hal yang mutlak dan diperlukan,'' ujar dia.

Menurut dia, di masa mendatang paling tidak kondisi para jamaah haji secara fisik dan kesehatan lebih baik daripada kondisi jamaah haji sekarang. Saat ini, jumlah jamaah risti lebih dari 60 persen dan hal ini sangat rentan dengan kondisi di Arab Saudi sekarang yang cuacanya sangat ekstrem.

Bahkan, dia mengusulkan kalau bisa untuk mendaftar sebagai calon jamaah haji, salah satu persyaratannya adalah ada lampiran kesehatan dan dinyatakan secara kesehatan layak untuk berangkat. Jika dari sisi kesehatan jamaah haji belum layak untuk berangkat haji, bisa dilakukan pengobatan dulu dan dipersiapkan kondisinya, sehingga ketika berangkat haji sudah dalam keadaan istitha'ah kesehatan.

Diakui, masa tunggu lama juga menjadi faktor risiko untuk timbulnya berbagai macam penyakit. Karena itu, sejak mendaftar, jamaah harus secara berkala dipantau kondisi kesehatannya.

Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengakui, semakin banyaknya jamaah haji yang risti akan menjadi tanggungan tim kesehatan dan petugas lain. ''Saya sudah bicara dengan Majelis Ulama Indonesia agar definisi istitha'ah itu lebih menyeluruh terkait juga dengan kesehatannya,'' ujarnya.

Jadi, menurut Menag, istitha'ah tidak hanya dimaknai mampu secara materi dan mental, tapi fisik dan kesehatannya juga harus mampu untuk berhaji.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement