Ahad 01 Feb 2015 15:29 WIB

Melihat Keberanian ‘Ksatria’ Sade

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Ingin menikmati kampung yang memiliki keragaman tradisi dan masih dipertahankan warganya? Desa Sade pastilah salah satunya.

Sade sejatinya merupakan sebuah dusun di Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Te ngah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Namun ini masih menyimpan keunikan dalam memegang teguh tradisi suku Sasak atau suku asli masyarakat Lombok. Baik dalam berinteraksi sosial, berinteraksi dengan lingkungan dan alam hingga kepatuhan terhadap kearifan budayanya.

Berada di jalur utama Kuta- Praya (ibu kota Kabupaten Lombok Tengah), Dusun Sade dapat ditempuh dengan waktu sekitar 20 menit dari Bandara Internasional Lombok. Sade juga dapat diakses dari Pelabuhan Lembar atau pelabuhan penyeberangan Pulau Lombok- Pulau Bali , dengan jarak tempuh sekitar 35 menit.

Salah satu tradisi yang tumbuh dan masih lestari di desa adat ini adalah seni tradisional preseanatau pertarungan para lelaki pemberani Sasak.

Plak! Plok!... Suara tongkat rotan (penjalin) yang menerpa perisai berbahan kulit kerbau (ende) terdengar bertubi- tubi dan saling berbalas.

Dari suaranya, jelas sekali penjalin - -seukuran ibu jari orang dewasa dan panjang hampir satu meter --ini diayunkan dengan sarat tenaga.

Sebentar terhenti, suara ini kembali terdengar di antara `gending' beradu serta riuh sorak para lelaki dewasa dan tepuk tangan penonton di latar berugag atau balai pertemuan warga.

Dua orang pepadu (sebutan untuk para petarung) yang bertelanjang dada kian beringas untuk saling bertukar pukulan.

Sementara tangan lain pepaduini melindungi bagian badan mereka menggunakan ende, agar terlindung dari serangan (pukulan) lawannya.

Pepaduyang dinyatakan memenangi pertarungan ini adalah yang pukulan penjalinnya mampu mengenai bagian badan lawannya. Tak heran jika dari arena ini ada pepadu yang yang memar dan tak jarang ada pula tetesan darah.

Namun, tak ada dendam di dalamnya.

Inilah menjadi bagian tradisi presean atau sebuah tradisi pertarungan para lelaki Sasak, yang hidup dan lestari secara turun temurun di Desa Adat Sade.

Kebetulan, saat bergabung dalam kegiatan The Extreme Journey --beberapa waktu lalu--saya berkesempatan menikmati eksotisme desa adat Sade.

Selain melihat dari dekat bangunan rumah tradisional suku Sasak maupun aktivitas keseharian warganya, saya juga menikmati suguhan preseanini.

"Presean sejatinya merupakan bagian dari upacara adat suku Sasak. Ini merupakan simbol keberanian dan kejantanan suku Sasak," ungkap Enap, seorang pemandu wisata desa adat ini.

Presean, jelasnya, juga dilakukan warga Sasak sebagai bagian dari ritual untuk meminta hujan akibat kemarau panjang.

Biasanya dilakukan pada bulan ketujuh penanggalan Sasak. "Sekarang, sudah dikemas sebagai wisata budaya wisatawan di desa adat kami," jelasnya.

Petarung presean disebut pepadu. Yang khas dari para pepadumengenakan ikat kepala (sapuk) dan kain khas Lombok yang dililitkan di pinggang.

Sang pengadil pertarungan ini disebut pakembar. Ada pakembar di pinggir arena yang disebut pakembar sedi dan pakembar tengah yang berada di dalam arena presean.

Saat ini, pepadu preseandi Sade menggunakan pepaduyang telah disediakan oleh para pengurus wisata setempat.

Namun, pada hajat tradisi adat, pepadu ditunjuk oleh pakembar tengah dari kerumunan penonton di lingkungan arena.

Jika pakembar tengah telah menempelkan ujung penjalin kepada salah satu di antara penonton, maka yang bersangkutan harus masuk arena untuk bertarung.

Berikutnya, pakembar sedi dibantu pengadoljuga melakukan hal yang sama untuk mencarikan lawan tandingnya.

Umumnya lawan ditunjuk dengan pertimbangan fisik yang seimbang. Sehingga pertarungan tidak timpang.

"Namun pepadu juga dapat memilih sendiri calon lawannya dari arena ini,"

tambahnya.

Ada musik tradisional dalam tradisi presean ini. Masing- masing terdiri atas gendang, satu set rencek, sebuah petuk, gong dan suling.

Jenis `gending' untuk tradisi ini dibedakan menjadi tiga macam. Yakni gending rangsang atau gending yang dimainkan pada saat pakembar menentukan petarung dan lawannya.

Selain itu juga ada gending mayuang atau gending penanda telah ada dua pepadu yang siap berlaga serta gending beradu yang dimainkan selama pertarungan.

"Gending beradu memang dimainkan agar para pepadu tetap memiliki keberanian dan semangat bertarung," tambahnya. Oleh S Bowo Pribadi ed: Nina Chairani

Tradisi Utamakan Sikap Rendah Hati

Tradisi presean digelar dalam lima babak dan tiap babak, --umumnya,--berlangsung selama tiga menit ini mengolaborasi seni tari dan beladiri dengan alat.

Seperti lumrahnya sebuah olah-raga pertarungan, pemenang ditentukan oleh pepadu pengumpul nilai terbanyak dari pukulan yang mengenai badan lawannya.

Namun pertarungan akan langsung dihentikan ketika salah satu pepadu mengeluarkan darah. Pemenangnya adalah pepadu yang tak sampai mengeluarkan darah.

"Sehingga --walaupun sekilas ada unsur tarian--pertarungan dalam preseanbukan pura- pura dan ada unsur adu kekerasan," kata Munaris, warga Sade.

Meski begitu, kekerasan ini bukan dilandasi oleh permusuhan. Ada nilai- nilai filosofis di balik tradisi presean yang sesungguhnya.

"Melestarikan tradisi warisan sudah jelas. Menunjukkan semangat dan keberanian para laki- laki Sasak pun iya," katanya.

Tapi pelestarian tradisi Sasak menjadi alasan yang utama. Kemenangan bukanlah segalanya dari pertarungan ini.

Meski ingin menunjukkan siapa yang lebih perkasa, lanjutnya, usai pertarungan tak ada dendam maupun amarah.

Nafsu saling mengalahkan dari para pepadupun mencair usai pertarungan berlalu. Bahkan yang menang pun tak lantas jumawa.

Karena setiap pepadu dituntut memiliki jiwa pemberani namun juga tetap rendah hati. "Inilah pesan luhur yang kami patuhi dari para leluhur," tegasnya.

Hal ini diamini oleh Eko Lisyanto, pengunjung yang sempat menjadi pepadu dalam hajat presean ini.

Menurutnya, ketegangan sangat terasa saat menjadi bagian dari pepadu yang bertarung. Bahkan nafsu untuk membalas setelah terkena pukulan pun sempat ada.

"Namun, semuanya seketika sirna manakala lawan pun secara sportif mengakui keberanian saya dan membuang jauh sikap pongahnya," tegas pria asal Magelang, Jawa Tengah ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement