Ahad 25 Oct 2015 14:54 WIB

Mengejar ‘Neng Aurora’

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, TROMSO--Setelah puas seharian mengunjungi Polaria dan Dermaga Trom so, kami pulang menuju apartemen untuk sekadar beristirahat dan makan malam karena malam ini kami akan bersiap untuk me lihat si cahaya indah. Berdasarkan informasi dari ramalan aurora, Andre memberi tahu saya bahwa malam ini aurora akan muncul sekitar pukul 8 malam.

Aurora borealis memang banyak diburu wisatawan di kota ini. Banyak paket tur wisata di pusat kota maupun online yang menyediakan jasa untuk berburu aurora. Harganya pun bervariasi, mulai dari 1.500 NOK sampai dengan 4.000 NOK atau sekitar Rp 6 jutaan lebih per orang, tergantung berapa hari lamanya tur yang diambil karena aurora tidak setiap hari muncul dan bisa dibilang faktor keberun tung - an juga sangat memengaruhi untuk bisa melihat fenomena alam ini. Bus kemudian membawa kita keluar dari Kota Tromso untuk mencari tempat daerah yang lebih gelap. Sebab, sangat jarang aurora bisa dilihat langsung dari terangnya lampu-lampu di kota.

Untungnya, saya tinggal bersama Andre yang apartemennya berlokasi di pinggiran kota dan jauh dari terang benderangnya lampu-lampu jalanan. Kami cukup berjalan lima menit dari apartemen menuju Pantai Telegrafbukta, salah satu spotbiasa rombongan tur berburu cahaya indah ini. Pantai yang sudah tertimbun tumpukan salju ini menjadi tempat untuk kami selalu siaga menolehkan pandangan ke langit. Angin laut yang saat itu sangat kencang dan suhu dingin yang mencapai -12 derajat Celsius tidak menghalangi kami dan wisatawan lain untuk mendapatkan pemandangan alam ini.

Setelah menunggu sekitar satu jam, cahaya panjang terurai berwarna hijau menyala tiba-tiba menarik pandangan saya. Bentuknya yang selalu berubah-ubah dan layaknya menari- nari di langit meyakinkan saya bahwa itu adalah aurora sama seperti yang saya lihat di banyak foto di internet. Begitu indahnya ciptaan Tuhan yang satu ini, membuat saya kegirangan. Takjub, bagaikan terhipnotis beberapa saat memandang cahaya menyala pada lapisan ionosfer bumi ini, sampai saya hampir lupa mengeluarkan kamera untuk mengabadikan momen.

Untuk memotret aurora ternyata tidak semudah yang saya bayangkan. Kamera yang tidak terlalu pro dan kemampuan saya untuk memotret gambar yang biasa saja menjadi hambatan. Ditambah lagi, jari-jari yang beku kedinginan karena harus melepas sarung tangan saat memotret. Tetapi, perjuangan melawan dingin dan angin kencang seolah terlupakan jika menyaksikan atraksi aurora borealis yang menari indah selama sekitar 25 menit malam itu. ed: Nina Chairani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement