Kamis 16 Apr 2015 17:01 WIB

Islam dan Informasi

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, Pesan ayat al-Quran itu be gitu jelas: dalam menerima suatu informasi, kaum Muslim diperin tah kan memperhatikan kredibilitas sumber berita. Waspa dai jika berita itu bersumber dari orang fasik. Siapakah orang yang disebut sebagai fasik? 

Kata “fasik” (fasiq), berasal dari kata dasar “al fisq“ yang artinya “keluar” (khuruj). Para ulama mendefinisikan fasik sebagai “orang yang durhaka kepada Allah SWT karena meninggalkan perintah-Nya atau melanggar keten tuan-Nya”. Orang fasik adalah orang yang melakukan dosa besar atau ba nyak/sering melakukan dosa kecil. Memang tidak begitu mudah menen tukan batasan yang tegas apakah seorang masuk kategori fasik. Di dalam Al Quran kata fasik muncul dalam berbagai konteks. Terkadang kata fasik dihu bungkan langsung dengan kekafiran dan kedurhakaan (QS 49:7) dan terkadang digandengkan dengan kebohongan dan percekcokan (QS 2:197). 

Di lapangan hukum Islam, kata “fasik” diperhadapkan dengan kata “‘adil“. Menurut jumhur ulama, adil adalah sifat tambahan dan tidak identik dengan Islam itu sendiri. Maksudnya, orang yang tidak adil (fasik) tidak langsung dike luarkan dari Islam. Kategori fasik bisa terjadi akibat dosa besar atau dosa kecil, tetapi kategori kafir hanya mungkin terjadi akibat dosa besar. Dengan de mikian, dapat dikatakan, setiap kafir pasti fasik, tetapi belum tentu setiap fasik adalah juga kafir. Sebagian ulama madzhab Syafii menyatakan, bahwa seorang dapat dikatakan sebagai tidak fasik (adil) apabila kebaik an dia lebih banyak dari kejahahatannya dan tidak terbukti bahwa ia sering berdusta. 

Menyimak uraian para ulama ter sebut, dapat diambil pemahaman, bahwa orang fasik terlarang memegang suatu jabatan atau amanah yang ber hubungan dengan “kepercayaan”. Posisi media massa dan wartawan adalah se bagai ”pembawa amanah” untuk me nyampaikan informasi kepada masya rakat. Harusnya, posisi ini tidak ditem pati oleh orang-orang yang fasik. Arti nya, QS al-Hujurat ayat 6 tersebut se harusnya menyadarkan umat Islam untuk menyiapkan tenaga-tenaga warta wan dan institusi media Islam yang adil dan profesional. 

Asbabun Nuzul ayat 6 surat Al Hu jurat itu berkaitan dengan kisah seorang bernama al-Walid bin Uqbah. Ia diutus oleh Nabi Muhammad saw untuk mena rik zakat dari Bani Mus thaliq yang telah menyatakan masuk Islam. Al-Walid tidak berhasil menarik zakat dan pulang kembali ke Madinah dengan mambawa laporan kepada Nabi SAW bahwa Bani Mushthaliq telah murtad dari Islam. 

Nabi pun bersiap-siap mengirimkan pasukan ke Bani Musthaliq. Tapi, se belum itu terjadi, datanglah utusan Bani Mushthaliq dan membantah berita al- Walid. Maka turunlah ayat itu. Bah kan ayat tersebut memberi julukan yang hina kepada Al Walid, yaitu si “fasik”, tegas nya seorang pembohong. Ibnu Zaid, Mu qatil, dan Sahl bin Abdullah memberi arti orang fasik sebagai pembohong (kadzdzaab). Sedangkan Abul Hasan al Warraq memberi arti orang fasik sebagai orang yang tidak segansegan menya takan suatu perbuatan dosa. (Lihat, Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al Azhar, Juzu’ XXVI, hal. 191-192). 

Kisah itu mengisyaratkan betapa pentingnya kaum Muslim sangat berha ti-hati dalam menerima, mengolah, dan menyebarkan informasi. Silakan meneri ma informasi dari kaum fasik, tapi harus dilakukan tabayyun terlebih dahulu. Lakukan cek dan ricek. Jangan percaya begitu saja informasi dari kaum fasik, apalagi kaum kafir. Apalagi, tidak ada informasi yang bebas nilai dan bebas misi. Informasi dalam bentuk berita, analisis, atau apa pun, disebarkan me lalui media massa melalui proses pe milihan, penyuntingan, dan lay-out serta sudut pandang yang sarat kepentingan dan muatan nilai penulis dan media massa nya. 

Bahkan, secara khusus, al-Quran mengingatkan bahwa musuh utama para Nabi – dan tentu juga para pengikut Nabi – adalah setan-setan jenis manusia dan setan-setan jenis jin yang senantiasa menyebarkan ”kata-kata indah” (zukh ru fal qaul), dengan tujuan untuk menipu manusia. (QS an-An’am: 112). Iblis pun menggoda Adam dan Hawa dengan ka ta-kata indah dan ungkapan yang mena wan, bukan dengan ungkapan dan ben takan kasar, sehingga berhasil mem bujuk Adam dan Hawa melanggar larangan Allah. Henry Martyn, tokoh mi sionaris terkenal dengan ungkapan nya, “Aku datang untuk menghadapi umat Islam, bukan dengan senjata tapi dengan kata-kata, bukan dengan ke kuatan fisik tapi dengan logika, dan bukan dalam kebencian tapi dalam kasih.” 

Perang Salib telah gagal, begitu kata Henry Martyn. Karena itu, untuk “me naklukkan” dunia Islam perlu resep lain: gunakan “kata, logika, dan kasih”. Bu kan kekuatan senjata atau kekerasan. Hal senada dikatakan misionaris lain, Raymond Lull, “Saya melihat banyak ksatria pergi ke Tanah Suci, dan berpikir bahwa mereka dapat menguasainya de ngan kekuatan senjata, tetapi pada akhirnya semua hancur sebelum mereka mencapai apa yang mereka pikir bisa diperoleh.” 

Lull mengeluarkan resep: Islam tidak dapat ditaklukkan dengan darah dan air mata, tetapi dengan cinta kasih dan doa. Menurut Eugene Stock, mantan sekre taris redaksi Church Missionary Society, tidak ada figur yang lebih heroik dalam sejarah Kristen dibandingkan Raymond Lull. Lull adalah misionaris pertama dan mungkin terbesar yang menghadapi para pengikut Muhammad. 

Ungkapan Lull dan Martyn itu ditu lis oleh Samuel M Zwemmer, misionaris Kristen terkenal di Timur Tengah, dalam buku Islam: A Challenge to Faith (1907). Buku yang berisi resep untuk “menak lukkan” dunia Islam itu disebut Zwem mer sebagai “beberapa kajian tentang kebutuhan dan kesempatan di dunia para pengikut Muhammad dari sudut pandang missi Kristen”. 

Jangan heran, jika kaum misionaris ke mudian sangat serius dan professional dalam mengembangkan media informasi untuk mengarahkan pemikiran masya rakat. Tugas media adalah membentuk citra (image), yang seringkali berbeda dengan realitas sebenarnya. Media bisa mencitrakan seorang sebagai “orang baik” dan “orang jahat” yang sering berbeda dengan kenyataan sebenarnya. 

Informasi memang hal teramat pen ting dalam kehidupan manusia. Dan Nabi Muhammad saw memerintahkan: Berjihadlah melawan orang-orang mu syrik dengan hartamu, jiwamu, dan lidahmu. Kini, apa yang sudah dila kukan oleh umat Islam dalam berjuang di bidang media informasi ini? Sudahkah kita semua bersungguh-sungguh berjuang di bidang informasi ini? Jujurlah kita, tanya di sini, di hati ini!

Dr Adian Husaini

Peneliti INSISTS 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement