Ahad 07 Feb 2016 17:04 WIB

Syam, Identitas, dan Sayap Malaikat

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Warisan peradaban Islam secara pasang surut terus mendapat ancaman kebina saan. Ini beriringan de ngan situasi dan kon disi perpolitikan. Apa yang terjadi di Suriah dan Irak dulu adalah bukti kekhawatiran itu terjadi. Suriah, jika merujuk pada definisi Yaqut al-Hamawi dalam karya monumentalnya Mu' jam al-Buldan, berada di bawah negeri Syam. Batasan Syam ketika itu dari Sungai Eufrat hingga ujung Aris, Mesir.

Dalam kasus Suriah, perang sau dara yang melibatkan rezim Basyar al-Asad dan pejuang revolusioner mengakibatkan setidaknya empat titik utama kawasan berse jarah terancam binasa. Keempat wilayah itu telah ditetapkan sebagai situs warisan dunia oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB, yakni Damaskus yang resmi masuk warisan dunia pada 1979, Kota Bosra pada 1980, Palmyra pada 1980, dan kota bersejarah, Aleppo 1986.

Efek bombardir artileri berat, bangunan- bangunan bersejarah tak luput dari ancaman tersebut. Masjid Jami' al-Umawi, misalnya. Masjid yang dibangun oleh Khalifah al-Walid bin Abdul Malik itu belum lama ini mendapat serangan luar biasa dari rezim Asad. Untuk kedua kalinya, Masjid bersejarah ini menjadi sasaran.

Aksi brutal atas Masjid al-Umawi memicu reaksi keras cendekiawan Muslim. Mereka yang tergabung di Persatuan Ulama Syam memprotes tindakkan tersebut. Ini dianggap menodai kehormatan Islam dan sejarahnya. Asad secara resmi menyadari kesalahannya itu dan memerintahkan Gubernur Aleppo Muhammad Wahid Aqqad, segera merenovasi kerusakan.

Ketika rezim Hulagu Khan melakukan agresi dan ekspansi ke beberapa wilayah Islam- ter masuk Suriah (dulu Syam), Masjid al-Umawi kembali mengalami kehancuran. Tentara Hulagu Khan membakar masjid tersebut dan membunuh warga.

Sadar bahwa warisan bersejarah berfungsi sebagai identitas sebuah kaum maka saat Rezim Dinasti Mamluk berkuasa di Suriah, Masjid a-Umawi mendapat perhatian serius. Renovasi be sar-besaran dilakukan. Pada 684 H/ 1285 M, Khalifah al-Manshur Saifuddin Qalawun al-Ulufi al-Alai as-Shalihi menyem purnakan pembangunannya.

Seorang filsuf dan juga seniman asal Irak yang hidup di abad 12 M, Muwaffaq al-Din Abdl al-Latif al-Baghdadi, mendokumentasikan gairah para penguasa itu untuk mempertahankan dan menjaga warisan bersejarah.

Sosok yang pernah bertemu langsung dengan Shalahuddin al-Ayyubi itu melakukan layatan ke beberapa negara, seperti Palestina, Syam (Suriah kini), Irak, dan Mesir.

Tokoh yang dikenal pula sebagai pelancong itu mencatat dalam kitabnya yang ber judul Al- Ifadah wa al-I'tibar fi al-Umur al-Musyahadah wa al-ha wadits al-Muayanah fi al-Ardh, kesadaran pelestarian situs-situs tersebut di anggap sebagai bentuk mempertahankan sebuah identitas. Agar generasi mendatang mengetahui dinamika perjalanan bangsa terdahulu mereka. Dengan demikian, bisa meng ambil pelajaran dan tak mudah tercerabut dari akar budaya.

Kepedulian untuk meles tarikan situs-situs bersejarah peninggalan masa lalu tersurat dengan tegas pada kutipan bait syair gubahan seorang qadi yang hidup pada abad ke-6 Hijriah, yaitu Abu Ya'la al-Ma'ari. Ia menulis:

Aku melintasi sisa puing-puing peninggalan Firaun Ada tumpukan batu dan cangkul di sana Jika itu dibiarkan maka bisa memancing pengerusakan Baik oleh orang yang lalu-lalang atau pengunjungnya

Pada puisinya itu, tokoh yang yang bermazhab Syafii itu bertutur tentang kurangnya pemeliharaan terhadap warisan nenek moyang. Ini terlihat dari menumpuknya bebatuan sehingga bisa mengancam eksistensi situs tersebut.

Abu Ya'la prihatin. Dia mencermati, berempati, peka lalu mencatat.

Tangan jahil dan ulah brutal manusia bisa membumihanguskan warisan berharga itu. Jauh sebelum Dunia Barat melek akan pentingnya pemeliharaan warisan leluhur melalui pendirian UNESCO pada 1945.

Situs-situs sejarah itu merupakan warisan yang tak ternilai. Terlepas dari apa pun identitas dan maksud sebuah bangunan, setidaknya peninggalan para pendahulu itu menjadi bahan renung an bagi generasi muda sejauh manakah urgensi sejarah dan tentang identitas!

Negara-negara adidaya men jadi kuat dan besar justru karena mempertahankan sejarah dan segala `aksesorinya'. Sementara kita, entah se ngaja atau tidak, malah memusnahkan jejak leluhur kita.

Dan semoga, Tuhan senantiasa melindungi Syam beserta pen duduknya dengan berbagai cara dan segenap rahasia-Nya. Ibnu Qudamah al-Maqdisi, dalam al-Mughni, menyebutkan, hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Hawalah al-Azdi menegaskan ada tiga militer yang kuat, yakni Syam, Yaman, dan Irak.

Dari ketiga kekuatan militer tersebut, Rasulullah memilih Syam. Syam adalah tanah terpilih, pasukannya pun terdiri dari orang-orang pilihan. "Maka sesungguhnya Allah mempercayakan kepadaku Syam dan warganya." Bahkan, dalam riwayat Zaid bin Tsabit, para malaikat meletakkan sayap mereka bagi Syam.

Oleh Nashih Nashrullah

[email protected]

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement