Ahad 29 Nov 2015 14:00 WIB

Memperkuat Dakwah Membentengi Akidah

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Memperkuat Dakwah Membentengi Akidah

Persis konsisten menyuarakan kembali ke Alquran dan sunah.

Di Kota Bandung terdapat sebuah gang kecil yang letaknya di sebelah selatan Jalan Raya Barat sejajar dengan jalan raya itu.... Gang itu dinamakan Gang Belakang Pakgade, karena dahulu terletak di belakang pegadaian negeri yang berdiri di pinggir jalan raya,\" tutur Ajip Rosidi dalam M Natsir, Sebuah Biografi.

Gang ini tak ubahnya puluhan gang lain di Kota Bandung, lanjut Ajip Rosidi, tetapi Gang Pakgade pernah menjadi terkenal di seluruh Indonesia, bahkan sampai Singapura dan Malaysia. \"Dari salah satu rumah sederhana yang terletak di gang itu, disebarkan gagasan memurnikan Islam dengan semboyan kembali kepada Alquran dan sunah serta membersihkan Islam dari khurafat dan bidah yang mengotorinya.\"

Persatuan Islam (Persis) lahir di gang itu pada permulaan abad ke-20. Ide pendirian Persis bermula dari sebuah tradisi studie club, pertemuan dan diskusi-diskusi rutin yang diadakan di rumah salah satu kerabat. Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus, dua pedagang asli Palembang yang telah lama menetap di Bandung, adalah dua sosok yang paling banyak mengutarakan gagasan. 

Mereka membahas masalah-masalah keagamaan dan kondisi sosio-religi masyarakat Indonesia.

Membincangkan Islam awal abad ke-20 tentu tak lepas dari pengaruh gerakan pembaruan Islam, Rasyid Ridha, Muhammad Abduh, Majalah al-Manar, dan risalah-risalah kelompok ini. Pada masa yang hampir berbarengan, muncul Muhammadiyah yang dipelopori KH Ahmad Dahlan, kemudian Nahdlatul Ulama oleh Hadratus Syekh Hasyim Asyari. Di bawah lokomotif gerakan pembaruan itu pulalah Persatuan Islam berdiri pada 12 September 1923.

Berbeda dengan Sarekat Islam, Muhamma diyah, dan NU, Persis lebih menitikberatkan pada pembentukan paham keagamaan. Persis berupaya membersihkan Islam dari paham-paham yang tidak berdasarkan Alquran dan sunah serta aktif memelopori usaha menentang gerakan anti-Islam dan aliran sesat di Indonesia.

Gerakan itu semakin menemukan bentuk dengan bergabungnya ulama kelahiran Tamil, Achmad Hassan. A Hassan dapat dibilang ideolog bagi gerakan ini. Ketika A Hassan kemudian pindah ke Bangil, ia mengembangkan Persis di sana. Secara umum, organisasi ini kurang memberi penekanan pada kegiatan organisasi atau pembentukan cabang.

Kajian Persis tidak dapat dilepaskan dari nama Howard M Federspiel. Dialah orang pertama yang secara khusus membahas Persis sebagai gerakan pembaharuan Islam, layaknya Muhammadiyah dan NU. Federspiel dalam disertasi berjudul \"Persatuan Islam: Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia (1970)\" mengakui, \"Arti penting Persis terletak pada upayanya dalam mendefinisikan penegakan Islam, prinsip-prinsip yang mendasarinya, dan perilaku Muslim yang semestinya bagi masyarakat Indonesia.\"

Mengenai corak pemikiran ormas ini, ia menyatakan, \"Persatuan Islam menghindari pelbagai konsep dan generalisasi yang samar, suatu hal yang tidak biasa di Indonesia. Para anggotanya mengemukakan pandangan- pandangan yang sangat jelas tentang budaya tradisional Indonesia, perkembangan yang sedang terjadi pada abad ke-20, budaya Barat, serta pemikiran dan praktik keagamaan Muslim tradisional.\" Kendati, ia juga mengkritik, \"Mentalitas `mukmin sejati\' dari para aktivis Persis seringkali menghasilkan pemikiran yang sempit dan intoleran.\"

Pada awal berdirinya, Persis sangat responsif terhadap isu-isu dan wacana pemikiran yang sedang berkembang pada awal abad ke-20, khususnya mengenai tradisi lokal, pemikiran global, dan budaya Barat. Seperti ditulis Jeje Zainuddin, salah satu isu hangat pada masa itu adalah tentang konsep negara modern Indonesia. 

Polemik dan perdebatan sering terjadi antara pendukung konsep nasionalisme sekuler dengan pendukung nasionalisme Islam. Persis melalui tokoh- tokohnya, seperti A Hassan, M Natsir, dan M Isa Anshary, banyak menuliskan gagasan Islam dan nasionalisme.

Persis juga dikenal sebagai ormas yang paling awal mendeteksi ancaman aliran sesat seperti Ahmadiyah, menghadapi perdebatan teologis dengan kaum Kristen, dan memelopori gerakan antikomunisme. Karakter dasar pemikiran Islam Persis yang mengharuskan adanya argumen yang kokoh dai Alquran dan sunah membuat Persis bersikap kritis terhadap semua doktrin dan praktik keberagamaan. \"Sebab itulah, pada awal kebangkitan dakwahnya, Persis dipenuhi dengan forum debat,\" catat Jeje Zainuddin. Pada masa ini, \"Gaung Persis terdengar lebih besar ketimbang organisasinya.\"

Dakwah \"Pada masa kegemilangannya, yakni pada 1920- an, 1930-an, 1950-an, Persatuan Islam merupakan perhimpunan yang sangat ideologis dan kontroversial,\" 

catat Federspiel. Persis memiliki posisi penting dalam dialektika pemikiran Islam di Indonesia. 

Perannya tidak dilihat dari skala besar kecil organisasi, melainkan wacana pemikiran keagamaan. Inilah karakter khas Persis. Banyak tokoh-tokoh yang besar di ormas lain, seperti Muhammadiyah, Sarekat Islam, dan DDII, dulunya menimba ilmu di Persis.

Dadan Wildan dalam Gerakan Dakwah Persatuan Islam menambahkan, tampilnya Persis dalam gerakan pemurnian Islam pada awalnya dilakukan dengan isu- isu kontroversial yang bersifat gebrakan. 

Pendekatan yang diambil lebih polemik dan mengundang kontroversi. Karena itu, ketika usia Persis baru tiga tahun telah timbul reaksi keras dari kalangan ulama tradisionalis (NU). Perdebatan itu diakomodasi lewat terbitan, seperti majalah Pembela Islam dan al-Lisan.

Dalam konteks ini, pemikiran A Hassan men duduki tempat tersendiri. Ia dikenal sebagai pelopor dalam pembaruan hukum Islam di Indonesia sekaligus ideolog gerakan Persis. Akh Minhaji dalam A Hassan: Sang Ideolog Refor masi Fikih di Indonesia 1887-1958 mengatakan, A Hassan banyak memengaruhi pemikiran M Natsir, M Isa Anshory, Abdul Kadir Hassan, dan tokoh- tokoh Persis yang lebih belakangan. 

\"Latar belakang pandangan dan aktivitas Natsir kerap kali merepresentasikan kesinam bungan dari ide-ide A Hassan,\" kata Akh Minhaji. Setidaknya, bagi Natsir, A Hassan menarik lantaran keluasan ilmunya dalam bidang keislaman dan pokok-pokok pikirannya dalam politik.

Tokoh satu ini terkenal dengan tradisi jadal (debat)- nya. Diskusi-diskusi A Hassan dan publikasinya menjadi rujukan kelompok pembaru Tanah Air. Ia secara rutin diundang oleh Majelis Fatwa Wattarjih Al Irsyad dan Majelis Tarjih Muhammadiyah untuk mendiskusikan persoalan keagamaan. Ia ju ga menjalin korespondensi dengan Sukarno, seba gaimana termuat dalam kumpulan tulisan Bung Karno bertajuk Di Bawah Bendera Revolusi.

Ulama ini juga banyak memantik polemik dengan kelompok tradisionalis yang diwakili beberapa ulama NU dan Perti serta tokoh reformis semacam Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. Namun, \"Di tangan kaum intelektual Persislah pemikiran kaum pembaru yang cenderung ke arah puritanisme ini menemukan bentuknya dan dikenal ke seluruh pelosok nusantara,\" kata Tiar Anwar.

Pada waktu kemudian, Persis lebih mene kankan pada aktivitas dakwah dan tarbiyah. Dalam hal dakwah, Persis beberapa kali mengadakan rangkaian tabligh ke berbagai daerah. Dalam tarbiyah, sejarah mencatat ge rakan ini cukup banyak mengadakan kuliah-kuliah menyangkut berbagai persoalan ke agamaan, baik bagi orang dewasa maupun anak-anak. Sekitar 1927, sebuah kelas diselenggarakan untuk para pemuda yang sedang menjalani masa studi di sekolah menengah Pemerintah Belanda. (c32, ed: nashih nashrullah)

KETUA PERSIS DARI MASA KE MASA

KH Zamzam

Pendiri sekaligus Ketua Umum

Persis Periode I Masa Jihad

1923-1949

KH Muhammad Isa Anshary

Ketua Umum Persis Periode II

Masa Jihad 1949-1962

KH E Abdurrahman

Ketua Umum Persis

Periode III Masa Jihad

1962-1983

KH Abdul Latif Muchtar

Ketua Umum Persis

Periode IV Masa Jihad

1983-1997

KH Shiddiq Amien

Ketua Umum Persis Periode V

Masa Jihad 1997-2010

KH Maman Abdurrahman

Ketua Umum Persis Periode

VI Masa Jihad 2010-2015

KH Aceng Zakaria

Ketua Umum Persis Periode

VII Masa Jihad 2015-2020

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement