Ahad 22 Nov 2015 20:32 WIB

Maryam Blackeagle Islamnya Suku Asli Amerika

Red: operator

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Perempuan bernama lengkap Dr Maryam Blackeagle itu masih keturunan suku asli Amerika. Ayahnya berasal dari suku Miami Wea, sedangkan ibunya campuran suku Cherokee dan kulit putih. Kakeknya kepala suku Big Horse, sementara buyutnya kepala suku Little Turtle. Moyangnya adalah salah satu pemimpin perang terkemuka yang hidup hingga Pertempuran Little Big Horn (1876), perang terpenting dalam sejarah Indian yang berakhir pada kekalahan pasukan Amerika Serikat.

Maryam lahir di daerah perdesaan. Ia masih mengalami masa-masa berburu di alam bebas. Sesekali, ayahnya membawa dia berburu dan menyuruhnya merangkak di tanah untuk mencium jalur yang ditinggalkan hewan. "Kenangan terindah saya ketika berjalan sendirian di hutan, mendengarkan suara angin di sela pepohonan, dan duduk di dahan sambil makan buah liar," tutur Maryam.

Semua kenangan itu berakhir ketika dia duduk di bangku kelas lima sekolah dasar. Dari perdesaan, keluarga Maryam pindah ke kawasan "hutan beton" bernama Southern California.

Perempuan itu mengatakan, kaumnya telah menjalani proses panjang dan sangat keras. Transisi para penyintas su ku asli Amerika sangat sulit. Suku-suku asli telah hancur sepanjang tahun.

Banyak dari mereka kehilangan identitas. Beberapa suku yang kuat bekerja keras un tuk menjaga identitas, tapi pada saat yang sama mereka harus berjuang de ngan masalah kekerasan, alkohol, dan pe nyalahgunaan obat terlarang. Masalah itu pula yang harus dilewati Maryam sejak kecil.

Ia dibesarkan di lingkungan yang sangat kasar. Orang tuanya bukan pecandu alkohol, tapi kerabatnya banyak yang gemar minum minuman keras. Ketika mereka mabuk, tindakan apa pun bisa berubah menjadi kekerasan. Maryam sering bersembunyi di lemari ketika kerabatnya datang berkunjung.

Ayahnya, meski bukan peminum, sangat keras. Sementara, ibunya hanya seorang gadis muda tak berpendidikan yang menerima hidup apa adanya. "Saya berasal dari keluarga yang mengalami disfungsional. Sejak usia dini, saya telah berusaha lari," ungkap Maryam.

"Anda mungkin paham, mengapa saya paling bahagia saat sendirian di hutan. Setelah saya lari, saya adalah anak-anak di dunia orang dewasa. Tapi, sudah tidak ada hutan lagi." Pada titik itu, dia merasa terpuruk. Sering kali Maryam berpikir Tuhan seharusnya tidak memberi dia kehidupan. Dia benar-benar benci pada diri sendiri.

Krisis itu kemudian membawa Maryam pada perenungan spiritual. Dia mulai pergi ke Gereja Hippie pada usia dua puluhan. Maryam merasa cukup bahagia bersama mereka, tapi lukanya tetap tak tersembuhkan. Perempuan itu memiliki masalah serius dengan kecanduan obat terlarang. Entah bagaimana pergaulan hidupnya, pada usia muda Maryam telah menjadi seorang ibu tunggal dengan anak yang sakit parah. Ia masih sebagai mahasiswa keperawatan berusia 24 tahun kala itu.

"Saya berusaha keras untuk membuat hidup kami lebih baik, tapi saya sendiri tersesat dalam kegetiran hidup dan penyalahgunaan obat." Selangkah dia maju, dua langkah dia mundur.

Kawan Muslim

Southern California adalah sebuah kota multikultur. Maryam hidup bersama orang-orang dari berbagai negara. Beberapa temannya berasal dari negara Muslim yang berbeda. Mereka sering pergi jalan- jalan atau pesta bersama-sama. Kawan- kawan Muslimnya sangat menyenangkan, kecuali saat membicarakan soal agama. Pasalnya, kata Maryam, mereka selalu berbicara dengan nada bangga seolah lebih baik dari yang lain. "Saya pikir, beraninya mereka berpikir begitu," ucap perempuan itu.

Dari situlah, perkenalan Maryam dengan Islam bermula. Maryam mulai memutuskan untuk meneliti Islam. Dia ingin membuktikan kebanggaan itu tak lebih dari sampah. "Saya benar-benar tidak ada keinginan untuk mengubah iman saya. Saya merasa akan sangat mudah untuk membuktikan kepalsuan Islam." Maryam telah melihat berita. Dia tahu betapa mengerikan perang dan revolusi di negara-negara Muslim. Maryam yakin, itu akan menjadi tugas yang cepat dan mudah.

Waktu itu pada era 80-an, tidak banyak sumber yang bisa mengenalkan Maryam pada Islam. Ia mendapat sekarung penuh buku dari seseorang yang tampaknya paling dituakan dalam kelompok Muslim. Ada sebuah buku berjudul, Inquiries Into Islam. Buku itu memuat diskusi antara seorang sarjana Muslim dan seorang pendeta Kristen. Maryam duduk menyanding buku itu, Alkitab dan Alquran. Setiap kali usai membaca satu bagian dalam buku itu, Maryam cocokkan isinya dengan kedua kitab suci yang dia pegang.

Berulang kali, dia memeriksa Alkitab untuk ayat-ayat yang sejajar dengan Alquran. Maryam mencoba menemukan kesalahan, tapi tidak ada satu pun. "Saya menjadi cukup frustrasi karena ini tidak bakalan seperti yang saya rencanakan," ungkapnya.

Justru, Maryam kagum pada hal-hal yang dia baca dalam Alquran. Ia melihat ajaran tentang tanggung jawab dan keterkaitan manusia dengan alam semesta. Bagi seorang suku asli Amerika yang lahir di alam bebas, ajaran itu terdengar indah. Hal yang dia temukan bukan penindasan dan degradasi perempuan, melainkan martabat dan keesaan Tuhan.

"Semakin saya membaca, semakin saya butuh membaca," kata dia. Maryam pernah mencoba berhenti membaca, tapi suara di kepalanya bergaung menyuruhnya untuk terus membaca. Ia merasa itu menjadi hampir seperti obsesi. Untuk setiap hal yang dia pelajari, Maryam ingin tahu lebih banyak lagi. Maryam telah belajar sangat keras dan menumpuk buku di seluruh apartemen.

Syahadat

Suatu hari, ketika sedang duduk membaca Alquran di bawah pohon, dia merasa menemukan jawaban. Maryam melihat kebenaran. Dia jadi paham siapa dia, bagaimana seharusnya dia menjalani hidup, dan ke mana dia setelah mati. Maryam duduk tertegun dan menangis.

"Ketika saya menyatakan syahadat, saya hampir tidak percaya," kata Maryam. Dia ingin mengelak, tapi dia merasa yakin harus mengambil pilihan itu. Tidak ada jalan lain. Dia telah mendengar begitu banyak cerita indah masuk Islam. Sukacita, air mata kebahagiaan, pekik takbir, dan pelukan orang-orang yang dicintai.

"Saya tidak ingin sama sekali, tapi saya tidak bisa menolaknya. Saya tidak me milih Islam. Islam yang memilih saya. Dan, saya tidak bisa menyangkal kebenaran ketika telah melihatnya."

Sedikit demi sedikit, Maryam membersihkan hidup. "Saya menemukan kedamaian dan harga diri, yang saya tidak tahu apakah saya masih berhak atau tidak. Saya belajar bahwa Allah tidak membenci saya. Allah benar-benar mencintai saya," tutur perempuan itu.

Maryam mengakui, kecanduan obat terlarang bukan hal yang mudah untuk disingkirkan. Dia telah mencoba beberapa program berbeda pada masa lalu, tapi tidak ada yang berhasil.

"Hanya ketika saya benar-benar tenggelam dalam iman, saya bisa membebaskan diri darinya." Tiga setengah tahun kemudian, Maryam pindah ke Oklahoma. Dia tinggal bersama komunitas Muslimnya di sana. c38 ,ed: Nashih Nashrullah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement