Ahad 22 Nov 2015 17:47 WIB

Syair Tasawuf Penggerak Kalbu

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Masa akan merebut akhir yang mengagetkan. Tidak ada waktu lagi menunda Serigala kematian akan merobek sedekat mungkin, lelucon yang nestapa ini (Jalaludin Rumi)

Rumi, memang cukup produktif dengan karya-karya puisi, prosa, dan kasidah. Karyanya yang fenomenal adalah "al- Matsnawi". Kumpulan syair ini terdiri dari 25.649 bait. Ada lagi "Diwan Syams Tabriz", yang memuat 36.023 bait. Di antara syair Rumi, berbicara perihal kematian: Tentang relasi Tuhan dan hamba, Rumi menulis demikian: Sesungguhnya Aku lah akhirmu Jika Aku katakan jangan Engkau pergi ke sana, sungguh aku adalah kekasih-Mu Aku adalah sumber kehidupan di titik ketiadaan Pengalaman spiritual seseorang, seperti yang dialami oleh Rumi, menjadi magnet dan gerbang menuju rahasia di balik kata dan susunan kalimat.

Pengalaman spiritual sejumlah tokoh sufi akhirnya dituangkan dalam karya sastra sehingga sastra Islam pun memiliki kaitan dengan sufisme.

Ratusan tahun sebelum Rumi, tokoh Ibnu `Arabi adalah kiblat bagi para penyair sufi. Setidaknya ada dua karyanya yang monumental, yakni al-Futuhat al-Makkiyah dan Fushush al-Hikam. Sekalipun, sebagian kalangan meragukan karya yang terakhir ini adalah buah pemikiran sang tokoh.

Kembali, simbol-simbol dan istilah ketasawufun sangat kental dalam karya- karya Ibnu `Arabi.

Tidak ada bagi seorang yang gila dalam nafsunya kecuali aduan jauh dan keterasingan.

Tetapi aku sebaliknya. Sesungguhnya kekasihku dalam khayalanku, aku masih mendekat.

Kekasihku bagian dariku, dalam diriku, dan di sisiku, maka mengapa aku bertanya ada apa dalam diriku, ada apa dalam jiwaku.

Dari segi fenomena penulisan, karya- karya sufistik yang membutuhkan pem bacaan serius ini juga ada dalam catatan sejarah. Ibnu Arabi misalnya, dalam magnum opus-nya, Fushus al- Hikam. Ki tab yang ditulis oleh Ibnu `Arabi ini merupakan kitab tasawuf yang paling berharga. Ada banyak rahasia yang bersifat transendental diungkap di sini, antara lain ulasan mengenai kosmologi. Berbicara soal alam, manusia, dan Tuhan. Beberapa bahasannya juga berbicara ihwal imanensi.

Banyak istilah-istilah rumit dalam kitab ini dan perlu penjelas. Wajar bila para ulama, terutama murid sang penulis, menulis syarah atas kitab ini.

Seperti Abdurrahman bin Ahmad al- Jami dengan Syarh al-Jami `ala Fushush al-Hikam, dan yang paling terkenal adalah syarah Afandi al-Bisawi, yaitu Tajaliyyat `Arais an-Nushush fi Manashat Hukm al- Fhushush.

Sekalipun ada upaya untuk memasuki dimensi si penyair, dalam kasus Ibnu Araby, langkah penerjemahan makna puisi-puisi yang ditulis dilakukan oleh para muridnya. Ada nama Sadr al-Din al- Qunawi (671 H) lewat kitabnya al-Fukuk.

Tetapi, masih saja, ia terjebak dalam penjelasan yang rumit. Meski demikian, kontribusi al-Qunawi menjadi pembuka bagi penikmat puisi sufistik Ibnu Arabi. Sebut saja, `Afif al-Din al-Tilmisani, Mu'ayyad al-Din al-Jandi (690 H), Sa'id al-Din al-Farghani, dan Fakhr al-Din al- 'Iraqi.

Beberapa kriteria dan kaidah diletakkan untuk membaca pemikiran Ibnu Arabi yang tersurat dari karya-karya puisi sufistiknya.

Tentu ini menjadi pekerjaan besar. Membaca pemikiran di masa lampau dengan segala kendala yang ada, terutama penggunaan simbol dan istilah-istilah yang sulit dicerna, ini bukan berarti susunan kata dan kalimat itu mustahil dicerna.

Sebab, mengutip hadis riwayat Said bin al-Musasyyib, dari Abu Hurairah, ada sebagian ilmu hikmah yang tidak diketahui hanya oleh para ahli makrifat yang memiliki kedekatan dengan Allah SWT. Dan ilmu ini, hanya akan di buka di hati para hamba-Nya yang bersih, tidak bagi semua makhluk.

Wajar bila as-Syibli, tokoh sufi terkemuka di abad ke dua Hijriyah dalam bait syairnya tentang definisi tasawuf pernah mengatakan: Tasawuf adalah dimensi yang tak terbatas, ilmu Sunni, samawi dan transendental Ada banyak faedah bagi para ulama yang mengetahuinya Mereka adalah ahli hikmah dan ilmu spesifik.

Syair-syair yang ditulis dalam tradisi tasawuf merupakan salah satu hal yang tak terpisahkan dalam satu bentuk upaya purifikasi batin seorang pegiat tarekat. Perkataan yang muncul dari hati yang bersih seorang mursyid, tentu akan mampu merasuk kehati yang bersih pula. Kebersihan kalbu inilah yang justru menjadi modal dan pendorong kuat untuk memberikan yang terbaik, bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan juga--idealnya--untuk orang lain, dan bahkan alam semesta.

Oleh Nashih Nashrullah

[email protected]

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement