Ahad 03 May 2015 19:25 WIB

May Day dan Nasib TKI yang Merana

Red: operator

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Peringatan Hari Buruh se-Dunia atau yang lebih dikenal dengan May Day pada 1 Mei, seharusnya bukan hanya fokus pada perjuangan dan pembelaan hak para buruh di Tanah Air.

May Day yang diperingati tiap tahun, bahkan ditetapkan sebagai hari libur nasional itu, ternyata tidak serta merta membawa perubahan signifikan bagi mereka yang bekerja sebagai buruh migran atau tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.

Kasus Siti Zaenab, TKI asal Bangkalan, Madura, yang dieksekusi mati di Arab Saudi tanpa pemberitahuan Pemerintah Indonesia lagi-lagi telah menunjukkan lemahnya perlindungan dan advokasi pemerintah terhadap buruh migran di luar negeri.

Menurut Ketua Lembaga Bantuan Hukum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (LBH PB PMII) Erfandi, peristiwa yang menimpa Siti Zaenab menunjukkan bahwa hak- hak perlindungan hu kum TKI belum menjadi perhatian penting pemerintah.

Ia mengatakan, setiap tahun memperingati May Day, ri buan buruh di Indonesia menyuarakan tuntutan dan turun ke jalan. Namun, sebenarnya masih ada ratusan TKI kita yang tidak kalah penting diadvokasi. "Mereka terancam hukuman mati," ujar ketua Bidang Aparatur dan Penataan Organisasi PB PMII ini. Para TKI yang terancam hukuman mati tersebut, lanjut dia, seolah tidak bisa berharap banyak dari pemerintahnya sendiri.

Data yang ada saat ini, setidaknya ada 278 TKI di luar negeri yang terancam hukuman mati. Dan beberapa kasus di antaranya Pemerintah Indonesia tidak bisa berbuat banyak sehingga eksekusi pun tanpa ada pemberitahuan dari negara yang bersangkutan. Contoh yang paling jelas adalah Siti Zaenab, Ruyati, dan masih banyak TKI yang terancam hukuman mati lainnya yang menunggu advokasi hukum dari Pemerintah Indonesia.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja seharusnya bisa memantau setiap TKI yang terancam hukuman mati. Sehingga, kasus Siti Zaenab tidak lagi terulang. Lebih jauh, kata dia, selain pendekatan diplomasi, pemerintah juga mestinya fokus pada jalur hukum.

Di antaranya menyiapkan pengacara- pengacara tetap yang andal dalam menyelesaikan kasus hukum di negara tersebut. Jangan hanya mengandalkan jalur diplomasi yang terkadang tidak bisa apa-apa ketika berhadapan dengan negara seperti Arab Saudi. "Kita memiliki hak untuk mengawal mereka secara hukum," ujarnya. Menurut dia, selama ini terkesan ruang advokasi dan pengawalan secara hukum tersebut tidak sepenuh hati.

Kesan ini terlihat ketika pemerintah terkesan inferior, tidak bisa berbuat banyak, terutama pada negara-negara di Timur Tengah. Karena di wilayah Asia seperti Malaysia, Hongkong, dan beberapa negara Asia Timur lain, Indonesia telah memberlakukan moratorium.

Namun, untuk wilayah-wilayah Timur Tengah sepertinya pemerintah masih enggan untuk melakukan moratorium. Sudah saatnya peme rintah juga memberlakukan moratorium bagi pengiriman TKI ke Arab Saudi dan negara Timur Tengah.

Dengan demikian, terang dia, penataan kembali sistem pengiriman TKI bisa dilakukan secara menyeluruh. Meminimalisasi celah-celah pengiriman TKI ilegal, melakukan peningkatan skill dan kualitas TKI, dan sistem perlindungan hukum yang lebih jelas dan teratur. Ia yakin, dengan langkah tersebut, perbaikan perburuhan juga bisa dirasakan bagi buruh migran atau TKI saat peringatan May Day.

Sementara itu, Sekjen Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Ardi Rahman memandang lemahnya pemerintah dalam menyelamatkan TKI di luar negeri karena memang kurangnya keseriusan menyelesaikan akar masalah di Tanah Air. Ia mengungkapkan, sumber dari permasalahan TKI di luar negeri yang paling sering adalah minimnya skill dan pemahaman budaya di tempat penempatan.

Kejadian semacam ini terulang karena masih banyaknya celah pengiriman TKI secara ilegal.

"Seharusnya menjadi perhatian serius untuk diselesaikan pemerintah sejak lama. Tapi, kenyataannya hingga kini pemberantasan mafia pemberangkatan TKI dan celah pengiriman TKI secara ilegal pun masih saja terjadi," ujar Ardi yang juga salah satu pengurus Asosiasi Pengerah Jasa TKI ini.

Ia mengungkapkan, yang terjadi kini adalah pendekatan yang justru tidak tepat, terutama bagi perusahaan yang benar-benar menyalurkan TKI secara benar dan legal dengan perusahaan mafia penyalur TKI yang memiliki catatan buruk. Ia memandang adanya pembiaran dan kongkalikong dalam pengetatan aturan di lapangan terhadap perusahaan penyalur TKI yang jelas bermasalah dan perusahaan yang benar.

Pemerintah pun seharusnya memiliki sistem peringatan dini dan kualifikasi yang harus semakin ketat terhadap setiap TKI yang ditempatkan di negara tertentu. Penting memang untuk terus memberikan advokasi dan cara- cara diplomasi, tetapi peningkatan kualitas dan pemahaman budaya itu lebih penting. Apa pun cara yang dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan TKI yang terancam hukuman mati, tetap akan bermasalah bila kualitas TKI masih rendah. Oleh Amri Amrullah ed: Nashih Nashrullah

Rasulullah SAW Memuliakan Pembantu

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kisah tragis yang dialami tenaga kerja wanita yang bekerja di luar negeri bahkan di dalam negeri menyisakan tanda tanya besar terkait moralitas dan etika memperlakukan pembantu.

Dan ternyata pola hubungan antara tuan dan pembantunya itu diatur sedemikian rupa dalam Islam. Hal itu salah satu bertujuan untuk menghindari terjadinya pelanggaran hak dan tidak terlaksananya kewajiban.

Lantas, apa saja hal yang mesti diperhatikan oleh para istri sebelum memu tuskan memperbantukan seorang pembantu?

Sikap yang diteladankan Rasulullah saat memperlakukan pembantunya pada dasarnya menjadi gambaran umum tentang pola ideal antara majikan dan pembantu.

Beberapa hal penting yang ditekankan Islam terkait etika mempekerjakan pembantu terangkum dalam beberapa poin utama berikut, yaitu, pertama, berperilaku baik dan wajar kepada para pembantu.

Mereka sama halnya manusia lainnya, yang memiliki rasa dan hak untuk diper lakukan layak dan pantas. Hadis riwayat Bukhari yang mengisahkan perihal sikap Rasulullah terhadap Anas bin Malik adalah acuan mendasar yang harus dijadikan pedoman bagi para majikan.

Kedua, bayarlah gaji pembantu sesuai dengan kesepakatan awal. Lebih baiknya, kesepakatan tersebut tercatat rapi dalam sebuah dokumen.

Sebagai arsip, cara ini akan lebih memudahkan bila suatu saat terjadi masalah.

Sebab, pembayaran gaji yang tidak sama dengan perjanjian awal dianggap sebagai kezaliman yang besar.

Dalam sebuah riwayat Bukhari, Ra sulullah bersabda, "Allah SWT berfirman, `Ada tiga kategori golongan yang Aku menen tangnya (kelak) di hari kiamat: lelaki yang berinfak kemudian ditarik kembali, lelaki yang menjual orang merdeka lalu memakan uangnya, dan orang yang mempekerjakan pekerja dan telah mendapatkan hasilnya, tetapi tidak memberikan upah'."

Termasuk dalam poin ini ialah hendaknya membayar upah pembantu tepat waktu dan tidak menundanya selama ia mampu.

Seorang majikan yang mampu lantas tidak menunaikan kewajibannya, maka tindakan itu dikategorikan sebagai perbuatan zalim. "Penundaan (membayar utang) orang yang kaya adalah zalim."

Riwayat lain dari Abdullah bin Umar menganjurkan agar menyegerakan pembayaran upah para pembantu. Disebutkan, permisalan jangka pembayarannya ialah sebelum keringat pekerja yang bersangkutan mengering.

Ketiga, tidak memberikan beban pe kerjaan yang melampaui batas kemampuan mereka. Jangan sampai hal ini disepelekan.

Membebani pembantu dengan tugas yang berat bisa menyakiti mereka. Perlakukanlah mereka seperti bagian dari keluarga sendiri. Rasulullah mewanti-wanti agar hal itu dilakukan.

Dalam hadis riwayat Bukhari dijelaskan, barang siapa yang saudaranya berada di bawah perintahnya (bekerja untuknya), maka berikan makanan yang sama dengan yang ia makan, pakaian yang ia kenakan, dan hendaknya tidak memberikan tugas di luar batas kewajaran yang lantas dapat menye babkan sakit.

Keempat, tidak berlaku kasar terhadap pembantu, apalagi menganiaya mereka dengan pukulan, tamparan, ataupun bentuk penganiayaan lainnya. Termasuk, menyakiti mereka dengan perkataan-perkataan hina yang merendahkan dan mencibir kehormatan mereka.

Diriwayatkan dari Abu Masud Al Badari RA, ia berkisah suatu saat ia pernah men cambuk pembantunya dengan cambuk. Ia mendengar seseorang berbicara dan menegurnya dari belakang.

Awalnya, ia tak mengerti apa yang dimaksud lelaki tersebut. Betapa kagetnya bahwa sosok tersebut ialah Rasulullah SAW yang lantas bersabda, "Ketahuilah Abu Masud, Allah mencatat segala tindakanmu atas pembantu ini." Sejak peristiwa itu, Abu Masud tidak pernah sekali pun memukul pembantunya.  Oleh Nashih Nashrullah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement