Ahad 26 Apr 2015 19:52 WIB

Muslim Macedonia Antara Tantangan dan Harapan

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,  Macedonia termasuk salah satu negara dengan populasi pemeluk agama Islam terbesar di benua Eropa. Menurut data statistik resmi pemerintah, jumlah Muslim di Macedonia pada 2002 mencapai 702 ribu jiwa lebih atau sekira 35 persen dari total penduduk negeri itu. Dengan demikian, Islam adalah agama terbesar kedua di Macedonia setelah Kristen Ortodoks.

Kaum Muslimin yang hidup di Macedo nia umumnya berasal dari latar belakang suku dan budaya yang berbeda. Beberapa di antaranya adalah Albania, Turki, Romani, Bosniak, dan Macedonia asli.

Komunitas Albania merupakan etnis Muslim paling dominan di Macedonia yang jumlahnya mencapai 500 ribu jiwa lebih.

Sebagian besar dari mereka tinggal di wilayah Polog dan kawasan barat negara itu.

Sementara, etnis Macedonia asli yang beragama Islam diperkirakan berkisar antara 40 ribu-100 ribu jiwa. "Mereka umumnya adalah keturunan masyarakat Kristen Ortodoks yang masuk Islam sejak berabad- abad yang lampau ketika Kesultanan Turki Ottoman menguasai Balkan," ungkap Yaar Kalafat dalam penelitiannya, "Popular Beliefs Among the Macedonian Turks: Turkmens, Torbeshes, Turkbashis, Chenkeris and Yariks".

Menurut catatan, persentase populasi Muslim Macedonia sempat menyusut dari 36,76 persen pada 1904, menjadi 24,05 persen pada 1961. Namun, sejak 1971, angka tersebut kem bali meningkat se hing ga jumlah Muslim di negara itu kini mencapai 35 persen. Tidak hanya itu, Islam bahkan diproyeksikan bakal menjadi agama mayoritas di Macedonia pada 2050.

"Dalam 35 tahun mendatang, persentase umat Muslim di Macedonia diperkirakan akan mencapai 56,2 persen, menggeser posisi umat Kristen yang menjadi kelompok mayoritas saat ini," ungkap Pew Research Center dalam laporannya "The Future of World Religions:

Population Growth Projections, 2010-2050."

Tantangan

Seperti halnya kaum Muslimin di negara- negara Eropa lainnya, tantangan utama yang dihadapi umat Islam di Macedonia dalam beberapa waktu kedepan tampaknya bakal terkonsentrasi pada isu anti-Islam atau Islamofobia.

"Apalagi, kelompok anti-Islam seka rang ini tak henti-hentinya berupaya mence mar kan nama baik Islam dan melawan keha diran kaum Muslimin melalui tekanan politik, budaya, dan pemberitaan media," tulis Ferid Muhic dalam laporannya, "Muslims of Macedonia: Identity Challenges and an Uncertain Future".

Dia mengingatkan, beberapa kelompok ekstremis sayap kanan dan kalangan politisi berhaluan neofasis telah meluncurkan kam panye di sejumlah negara Eropa Barat untuk mendorong ketakutan masyarakat terhadap Islam.

Di antara mereka terdapat Marie Le Pen (pemimpin sayap kanan di Prancis), Joerg Haider (Austria), dan Geert Wilders (Belanda). "Tokoh-tokoh itu selalu meng gambarkan Islam dan Muslim sebagai an cam an terhadap perdamaian dan stabilitas Eropa," kata Muhic.

Menurutnya, kampanye anti-Islam yang dilancarkan oleh kaum ekstremis tersebut secara konsisten bakal menempatkan masa depan umat Islam Macedonia di bawah tekanan. Dan, kekhawatiran Muhic tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, sejumlah tokoh politik terkemuka di dalam tubuh pemerintahan Macedonia kini juga mulai melancarkan kampanye yang menjelek-jelekkan Islam.

Tidak hanya itu, Partai Revolusioner Macedonia yang berhasil memenangkan mayoritas kursi di parlemen pada 2011 lalu, sebagiannya juga diisi oleh kalangan ekstremis sayap kanan. "Meskipun ada upaya membangun kerja sama politik antara kalangan Muslim dan non-Muslim di Macedonia, terutama di parlemen, namun ketegangan bernuansa agama dan ke curigaan terhadap Islam tetap saja terjadi," tulis Muhic.

Masalah diskiriminasi juga menjadi realitas yang harus dihadapi umat Islam Macedonia hari ini. Hal itu tercermin pada tingkat partisipasi mereka di bidang pendidikan, ekonomi, dan politik. Semua studi penelitian dan data statistik membuktikan bahwa masyarakat Muslim Macedonia berada di level paling bawah di bidang pendidikan.

Umat Islam di negeri itu juga tercatat sebagai kelompok yang termiskin dari segi sosial. Selain itu, partisipasi politik mereka di sektor publik bisa dikatakan langka bila dibandingkan dengan jumlah perwakilan mereka di masyarakat.

"Hanya Muslim asal Albania yang agak beruntung karena berada dalam posisi yang jauh lebih baik dibandingkan orang-orang Islam keturunan Turki. Sementara, nasib Muslim etnis Bosniak, Romani, dan Macedonia asli berada di urutan paling bawah," kata Muhic.   Oleh Ahmad Islamy Jamil ed: Nashih Nashrullah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement