Ahad 25 Jan 2015 19:41 WIB

Masjid sumur gumuling tamansari Sebuah 'Pulau' Ibadah

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Sebuah tempat yang sayang dilewatkan bila berkunjung ke Pesanggrahan Tamansari, Yogyakarta: Masjid Su mur Gumuling. Sebuah bangunan masjid dengan arsitektur yang tak umum dijumpai di belahan manapun di Indonesia.

Sumur Gumuling yang berada di kompleks Pesanggrahan Tamansari milik Keraton Yogyakarta merupakan masjid pada era Sri Sultan Hamengku Buwono I dan II. Kompleks Tamansari dibangun atas perintah Sri Sultan Hamengku Buwono I Tahun Jawa Ehe 1684 atau 1758 M.

Meskipun berfungsi sebagai masjid, Sumur Gumuling bentuknya tidak seperti kebanyakan masjid. Sumur Gumuling sesuai dengan namanya seperti sumur berbentuk bulat atau lingkaran dan dalam. Bangunan luar Sumur Gumuling memiliki diameter (tembok luarnya)

kurang lebih enam meter, sedangkan lingkaran yang ada di dalam (menyerupai sumur dan terbuka tanpa atap di atasnya) berdiameter empat meter. Secara garis besar, bangunan ini mirip cincin.

Uniknya tempat yang digunakan untuk ibadah atau aktivitas lain adalah lantai yang melingkar di lantai pertama dan kedua. Lebar ruang itu kurang lebih empat meter. Lantai satu berada di bawah tanah diperuntukkan bagi jamaah wanita.

Meskipun di bawah tanah, ruangan ini cukup terang karena banyak cahaya yang masuk berasal dari lingkaran dalam bangunan yang berbentuk sumur dan tanpa atap. Lantai satu ini memiliki satu ceruk dinding sebagai mihrab, tempat pengimaman, dan delapan pintu lengkung yang menyerupai ruang pengimaman di sebelah barat. Ukuran ruang ini kurang lebih berlebar satu meter, bertinggi 1,65 meter, dengan panjang 3,5 meter.

Delapan pintu ventilasi yang ada di lantai satu ini juga berfungsi untuk menuju ke lantai dua. Pintu ini menghubungkan tangga yang ada di tengah "sumur". Ada lima tangga yang bisa digunakan untuk menuju ke lantai dua. Menurut cerita, kelima tangga ini melambangkan rukun Islam.

Sedangkan di lantai dua, terdapat empat pintu ventilasi yang menghadap ke "sumur".

Cahaya matahari bisa masuk ke lantai dua dan satu. Selain pintu ventilasi, lantai dua juga dilengkapi dengan tempat mengambil air wudhu dan toilet. Lantai dua memiliki 10 jendela dengan ukuran kurang lebih bertinggi 1,5 m dengan lebar 1 m dan bisa digunakan untuk melihat keluar masjid.

Nyaman dan khusyuk

Menurut Wiyono (72 tahun), pemandu wisata Tamansari, Sumur Gumuling memiliki k e tebalan tembok kurang lebih 1,25 meter. Sebab, di sebelah utara, barat, dan selatan Sumur Gumuling dahulu merupakan segaran atau lautan air. "Airnya diperoleh dari Sungai Winongo dan Gajah Wong yang dibuat dam dan airnya dialirkan menuju Tamansari," kata Wi yono kepada Republika di Yogyakarta, Rabu (14/1).

Adanya air di sekeliling Masjid Sumur Gu muling ini menunjukkan arsitek masjid ini meng acu pada Alquran surah an-Nisa (4) ayat 13 dan surah al-Fath (48) ayat 17. Dalam kedua ayat tersebut diterangkan bahwa di bawah surga mengalir sungai-sungai. Sedangkan, letak Sumur Gumuling berada di tengah kolam segaran. Letak Sumur Gumuling yang dikelilingi air membuat udara di dalamnya sejuk sehingga sangat nyaman dan bisa digunakan untuk melaksanakan ibadah lima waktu dengan khusyuk.

Dalam buku Menguak Kenangan Tamansari dijelaskan dalam sebuah Pupuh IV tembang Pang kur dari Serat Wulang Reh, bait 16 mengungkapkan: Nyumur Gumuling tegesnya; ambelawah datan duwe wewadi; nora keno ru bung-rubung, wewadine kang wutah;

mbun tut arit puniko pracekanipun; abener ing pengarepan, nanging nggarethel ing wuri. Dalam bahasa Indonesia, kata nyumur gumuling berarti bersifat tidak menyimpan rahasia, sering kali maksud baik hanya ada di depan, tetapi penuh maksud jelek di belakang.

Artinya, di hadapan Tuhan setiap manusia tidak dapat menyimpan rahasia tentang perilaku dan perbuatannya. Karena itu, perilaku setiap manusia harus jujur, tidak meninggalkan tata karma, dan etika.

Untuk masuk ke Sumur Gumuling melalui pintu sebelah timur yang terletak di atas, setelah memasuki pintu gerbang, turuni anak tangga yang jumlahnya 13 dengan ukuran lebar 3 meter dan panjang 0,5 meter, turun 15 sentimeter. Setelah turun 13 trap akan menemui ruangan datar berukuran kurang lebih 3x3 meter. Lalu belok kiri menuruni 11 trap maka akan menemui pintu masuk Masjid Sumur Gumuling yang ada di sisi kanan.

Sedangkan jika lurus akan menemui lorong yang menghubungkan dengan bangunan Pulo Panembung. Namun, lorong ini telah runtuh sehingga dimatikan dan ditutup dengan batu bata dan pasir.

Kolam Segaran

Segaran merupakan kolam besar yang mengelilingi Sumur Gumuling yang berada di sebelah barat. Ukurannya kurang lebih 155x210 meter dengan kedalaman tiga meter. Meskipun Sumur Gumuling dikelilingi air, bangunannya tidak runtuh karena temboknya setebal 1,25 meter dan pembangunannya tidak menggunakan semen. Kolam segaran ini dihubungkan dengan kolam segaran yang mengelilingi Pulo Gedong yang luasnya 155x125 meter.

Air untuk memenuhi dua kolam segaran ini diambil dari Sungai Winongo dan Gajah Wong. Bekas saluran airnya masih ada, yakni berukuran 30x360 meter yang memotong jalan di sebelah utara Regol Gadung Mlati. Sehingga, jalan tersebut dilengkapi dengan jembatan gantung. Sedangkan di sebelah barat jembatan gantung ada panggung yang digunakan untuk melihat aktivitas perahu di kolam segaran.

rep: Heri Purwata ed: Nina Chairani

Arsitek Tamansari

Sumur Gumuling merupakan salah satu fasilitas Keraton Yogyakarta yang berada di Pesanggrahan Tamansari. Selama ini memang belum diketahui secara pasti siapa arsitek yang membangun Tamansari.

Namun, menurut sarjana Barat J Groneman, Pesanggrahan Tamansari dibangun pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I.

Pelaksananya adalah Tumenggung Mangun dipuro dan di bantu Lurah Dawelengi.

Dalam tulisannya, J Groneman mengatakan, dalam proses pem bangunan, Tumenggung Mangundipuro dua kali ke Batavia untuk mencari inspirasi bangunan gaya Eropa. Karena itu, bangunan Pesanggrahan Tamansari memiliki gaya Jawa dan Eropa.

Sedangkan dalam Babat Momana dan Serat Rerenggan Keraton Yogyakarta disebutkan Pesanggrahan Tamansari didirikan atas perintah Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun Ehe 1684 Jawa atau 1758 M. Hal ini ditandai dengan candrasengkala catur nogo roso tunggal bahwa Bupati Madiun Raden Rangga Prawirasentiko dan Bupati Manca Praja lainnya mendapat perintah untuk mempersiapkan dukungan logistik dan bahan-bahan bangunan untuk pembangunan Tamansari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement