Ahad 12 Oct 2014 16:40 WIB

Pusat Islamisasi Tatar Sunda

Red: operator

Kesultanan Cirebon mendapat dukungan penuh Wali Songo.

Islamisasi Jawa Barat memang tak terlepas dari kiprah Kesultanan Cirebon yang mencapai puncaknya di bawah kepemimpinan Syarif Hidayatullah. Sebelum dinobatkan oleh para Wali Songo sebagai penguasa Cirebon pada 1479, sosok yang sering dikenal dengan panggilan Sunan Gunung Djati itu telah aktif berdakwah di Banten.

Sejak tahun itulah, Caruban Larang atau Cirebon menjadi pusat sebuah kesultanan Islam. Mansur Ahmad dalam bukunya Me nemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia menuliskan, setelah menjadi penguasa Kesultanan Cirebon, secara damai, Sunan Gunung Djati kembali mulai mengajarkan dan menyebarkan Islam. Ribuan orang berbondong-bondong mendatangi Sunan Gunung Djati untuk berguru.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto-foto:Wihdan Hidayat/Republika

Dimulai ketika para kepala-kepala daerah di sekeliling kesultanan mencoba untuk menentang gerakan penyebaran Islam. Namun, ketika mereka sadar tentang annya tak berguna sama sekali, mereka membiarkan dirinya ikut terseret dalam gerakan yang menyebarkan Islam. Para bupati, seperti daerah Galuh, Sukapura, dan Limbangan, menerima dan memeluk agama Islam.

Menurut Hasan Muarif Ambari dalam buku Menemukan Peradaban Jejak Arkeologi dan Historis Islam Indonesia, Islam di Cirebon saat itu berkembang dalam dua bentuk aliran, yaitu aliran Suni dan Syiah.

Penyebar-penyebar Islam periode pertama adalah para pedagang Arab Islam, para mubaligh, para musyafir, para ahli kriya, dan seniman di berbagai bidang. Mereka bisa melebur dengan tarekat di Cirebon dan sekitarnya.

Untuk mendukung pemerintahannya, Sunan Gunung Djati juga membangun sarana-sarana pendukung. Seperti, sarana di bidang perekonomian, politik, serta agama.

Khusus untuk bidang agama, Sunan Gunung Djati membangun Masjid Agung Cirebon, Masjid Sang Cipta Rasa. Untuk bidang politik, Sunan Gunung Djati memperluas bangunan Istana Pakung Wati sebagai tempat pusat kegiatan pemerintahan.

Sedangkan, di bidang eko nomi, ia memperluas jaringan perdagangan.Bahkan, membuat jalan-jalan antara istana ke Pelabuhan Muara Djati dan pasar-pasar.

Jika diperkirakan, ungkap Nina Herlina Lubis dalam bukunya Sejarah Kota-Kota Lama di Jawa Barat, Islamisasi yang dilaku kan oleh Sunan Gunung Djati ketika itu mencapai 2/3 wilayah Jawa Barat.

Dengan dukungan dari Sultan Demak, Sunan Gunung Djati akhirnya memperluas kekuasaannya sampai ke Sunda Kelapa, kemudian ke Banten Girang dan Pakuan Pajajaran. Dalam menjalin hubungan perpolitikan, Kesultanan Islam Cirebon menggunakan strategi penyiaran Islam.

Bahkan, untuk menghadapi kekuasaan Portugis dan Belanda di Sunda Kelapa.Sunan Gunung Djati dengan kekua saannya terus menyebarkan agama Islam keseluruh pelosok tatar Sunda. Daerahdaerah tersebut, seperti Ukur Cibaliung (Kabupaten Bandung), Timbanganten (Kabupaten Garut), Pas Luhur, Batu Layang, dan Pengadingan (wilayah barat dan selatan Sumedang Larang).

Sejumlah daerah lain yang berhasil diislamkan adalah Nagari Talaga, Raja Galuh, Dermayu, Trusni, Cangkuang, dan Kuningan. Kesultanan Cirebon lalu tumbuh menjadi pusat kekuatan politik Islam di Jawa Barat atau Tatar Sunda.

Hasan Muarif Ambari menambahkan, di bawah kekuasaan Islam, sebagai sebuah kota metropolis, Cirebon mempunyai ka rak teristik, seperti kehidupan kota yang bernapaskan Islam dengan pola penyu sunan masyarakat serta hierarki sosial yang kompleks. Arsitektur bangunan yang mengadaptasi rancang bangun dan ornamen pra-Islam. Tumbuh pula karya seni pahat, seni lukis, maupun sastra Islam. Dan, telah menghasilkan karya seni, seperti seni batik, seni musik, kaligrafi, karya sastra, serta lainnya. Sangat banyak pesantren yang mengajarkan pendidikan Islam di Cirebon.

 

 

 

 

 

 

 

 

Di samping hal-hal tersebut yang men jadikan Cirebon sebagai sebuah kota metropolis pertama, dukung an sarana dan prasarana esensial pemerintah an dan ekonomi sebagai sebuah ibu kota Kerajaan Pesisir. Sarana dan prasarana tersebut seperti keraton sebagai kediaman resmi raja, Masjid Agung sebagai tempat ibadah, Pelabuhan Utama Muara Djati untuk perekonomian masyarakat dan kerajaan, jalan raya utama yang meng hubungkan keraton sebagai pusat pe me rintahan dengan pelabuhan sebagai pusat perekonomian.

Ulama dan pemerintahan

 Sunarjo Unang dalam buku Kerajaan Cirebon menuliskan, setelah kokohnya pembangunan perekonomian dari perdagangan, Sunan Gunung Djati melakukan penataan pemerintahan, baik di pusat maupun di wilayah-wilayah nagari.

Ia menempatkan kerabat dan para ulama untuk memimpin sejumlah daerah. Sadar akan posisi Cirebon yang menjadi pusat penyebaran agama Islam, pusat kekuasaan politik, serta pusat perekonomian yang sangat strategis. Sunan Gunung Djati menjalin hubungan dengan kerajaan Islam pesisir utara Jawa, yaitu Kerajaan Islam Demak.

Islamisasi yang dilakukan oleh Sunan Gunung Djati berhasil menyentuh 2/3 wilayah Tatar Sunda, Jawa Barat, ketika itu.

rep:c70, ed: nashih nashrullah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement