Ahad 21 Sep 2014 19:50 WIB

Islam bersemi di negeri sakura

Red: operator

Populasi Muslim di Jepang kian bertambah.

"Chiri mo tsumoreba yama to naru", pepatah Jepang kuno itu barangkali sedi kit tepat untuk menggam barkan bagaimana umat Islam mampu beradaptasi dan berkembang cepat di Negara Samurai tersebut, sedikit demi sedikit, jumlah Muslim kian bertambah.

Populasi Muslim di Jepang sekitar 70 ribu saat ini. Mereka tersebar di berbagai wilayah. Mayoritas Muslim Jepang didominasi oleh para pendatang, antara lain, warga Pakistan, Iran, Bangladesh, dan tak terkecuali Indonesia. Dari segi gender, 90 persen Muslim adalah kaum Adam. Sedangkan, sepuluh persennya merupakan penduduk asli Jepang. Ke banyakan dari mereka ialah perempuan Jepang yang menikah dengan pria Muslim.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:wikipedia

Kehidupan Muslim di Jepang cukup dinamis. Mereka bisa bersatu dengan agama, budaya, dan komunitas-komunitas masyarakat Jepang. Termasuk beradaptasi dengan budaya disiplin dan menghargai yang sangat menonjol di masyarakat Negeri Sakura itu. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi komunitas Muslim.

Soal pelaksanaan shalat lima waktu, misalnya. Muslim Jepang secara terbuka memperkenalkan agamanya di muka umum, bahkan di tempat kerja mereka.

Seorang Muslim Indonesia, Liza, yang kuliah di Universitas Kyoto, menje laskan, para Muslim di Jepang banyak yang menyatukan shalat-shalat yang telah terlewatkan selama jam kerja.

Mengumpulkan shalat yang telah terlewatkan di beberapa bagian saat siang maupun malam. Dengan cara tersebut, banyak Muslim yang berhasil mengikuti cara hidup warga Jepang dan gaya hidup sebagai Muslim.

Meski demikian, bukan berarti mudah menjalankan prinsip-prinsip keagamaan di Negara Matahari Terbit itu. Muslim mengalami kesulitan dalam menemukan produk-produk makanan halal. Yaitu, makanan yang sesuai dengan hukum Islam.

Produk-produk yang tidak mengandung babi dan minuman beralkohol. Bahkan untuk makanan dari hewan, harus melalui proses persiapan yang sesuai dengan hukum Islam meski geliat produk halal di Jepang mulai tampak tumbuh.

Masalah adaptasi dengan produk halal itu akan sulit dihadapi oleh para mualaf. Kepercayaan Islam melarang umatnya mengonsumsi alkohol dan daging babi. Sedangkan, budaya Jepang dalam acara, seperti pesta atau festival, selalu menyertakan daging babi dan alkohol.

Pusat aktivitas Masjid seperti satu-satunya tempat yang sangat eksklusif bagi umat Muslim.Tempat ini memainkan peranan sangat penting bagi Muslim di Jepang. Masjid tidak hanya digunakan untuk berdoa dan shalat, tetapi juga untuk pertemuan sosial, seperti tempat menikah, ruangan kantor-kantor, dan tempat untuk relaksasi.Apalagi saat Ramadhan, banyak Muslim datang ke masjid untuk sama-sama meng hidupkan bulan suci itu.

Ratusan tahun yang lalu, hanya ada dua masjid di Jepang. Namun, sekarang ada sekitar 40-an masjid. Tanah dan konstruksi yang mahal di Jepang memaksa warga Muslim mengubah gedung perkantoran dan perumahan menjadi tempat ibadah.

Persepsi Negatif

Peristiwa 11 September 2001 sedikit mengubah persepsi masyarakat Jepang terhadap Islam.Insiden itu telah menewaskan 24 warga Jepang. Pandangan masyarakat Jepang saat itu menjadi acuh tak acuh pada Islam. Nada ketakutan juga terlihat saat mereka berhadapan dengan Muslim di Jepang.

Namun, citra miring yang disematkan pada Islam perlahan terkikis. Melalui berbagai media, umat Muslim Jepang dengan senang hati memberikan penjelasannya mengenai dunia Islam. Dialog dan komunikasi yang terjalin dengan baik dengan warga lokal, membuat Islam mudah diterima di Jepang.

Perlakuan masyarakat Jepang terhadap umat Muslim masih wajar. Tidak ada aksi diskriminatif kepada Muslim. Ini bertolak belakang dengan pemandangan yang jamak merebak di kawasan Eropa. Fenomena Islomofobia telah menjadi momok yang teramat serius di sana.

Semangat interaksi dan beradaptasi dengan warga lokal itu pula yang ditekankan oleh Imam Masjid Kobe, Syekh Mohsen Shaker Bayoumy.

Alumni al-Azhar Mesir tersebut berharap agar umat Islam Jepang tidak mengisolasi diri dari masyarakat.Muslim Jepang harus bisa mengintegrasikan dirinya dalam budaya Jepang tanpa harus mengi kis jati dirinya sebagai Muslim. Hal tersebut bertujuan agar umat Muslim bisa menjadi anggota masyarakat dan tidak menjadi kesepian menjadi kaum minoritas. Ia juga meminta warga Jepang agar menerima perbedaan ini untuk menciptakan sebuah pemahaman dan memperkecil gesekan antarkelompok agama.

Lebih lanjut Mohsen menambahkan, segudang persoalan akan muncul bila terjadi diskriminasi.Salah satunya, soal lahan permakaman khusus Muslim yang masih minim. Hanya terdapat dua permakaman untuk Muslim. Pertama di Kobe dan satunya di Tokyo.

Permakaman yang terletak di Tokyo adalah permakaman pribadi milik Asosiasi Muslim.Sedangkan permakaman di Kobe merupakan pemberian Pemerintah Jepang. Sayangnya, lokasi ini diperuntukkan terbatas untuk Muslim yang berasal dari Kobe. Ini merujuk pada nota tertulis dari pemerintah setempat.

Masalah tanah permakaman ini sangat penting. Hal itu mengingat tata cara pemakaman Islam berbeda dengan bu daya dan tradisi lokal.

Sementara, seperti pepatah di mukadimah artikel ini, populasi Muslim sedikit demi sedikit terus bertambah.  rep:c70, ed: nashih nashrullah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement