Ahad 03 Aug 2014 18:00 WIB

Kampus Islam Pelopor Internasionalisasi Pemikiran Islam Lokal

Red: operator

Indonesia bisa berkiblat pada pengalaman gerakan Gulen Turki.

Indonesia kaya dengan pemikir dan produk pemikiran keislaman yang berbasis kearifan lokal.

Sayangnya, khazanah tersebut tidak mendunia. Perlu upaya menginternasionalisasikan produk intelektual itu, salah satunya melalui peran kampus.

Guru Besar Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, M Amin Abdullah, mengatakan, perguruan tinggi Islam mesti segera memelopori gerakan penerjemahan buku-buku, artikel, khazanah sosial, budaya, dan intelektual Muslim Indonesia yang berkualitas ke dalam bahasa Arab untuk memenuhi per mintaan pasar intelektual Timur Tengah.

Ia mengungkapkan, literatur berbahasa Arab akan menyebar ke daratan Eropa dan pusat-pusat studi agama dan keislaman di benua Eropa dan Amerika.

"Tidak terkecuali oleh kampus-kampus Muhammadiyah," katanya dalam Tadarus Pemikir Kaum Muda Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Jawa Timur, Jumat (18/7/).

Ia menegaskan, saatnya menginterna sionalisasi pemikiran Islam Indonesia, khususnya Muhammadiyah yang telah memasuki usia satu abad. Ini yang harus dipikirkan dan direnungkan generasi muda Muhammadiyah tentang apa yang dapat ditawarkan pada dunia internasional.

Indonesia, kata Amin, memiliki peluang itu. Modal sosial, kultural, dan ekonomi telah dikantongi. Di antaranya, Indonesia termasuk negara G-20, belum lagi prediksi yang menempatkan ekonomi Indonesia 2030 akan setingkat atau bahkan lebih tinggi dari negara Eropa.

Kondisi ini setidaknya memancing keingintahuan warga dunia ihwal apa yang terjadi di Indonesia. Juga soal tawaran konsep yang akan ditawarkan oleh negara berpopulasi Muslim terbesar ini menghadapi Komunitas ASEAN Januari 2015. "Termasuk pola pikir dan gerakan keagamaannya," kata Amin.

Amin menunjukkan dua perguruan tinggi yang bisa dijadikan contoh, yaitu Feith University dan International Islamic University of Malaysia (IIUM). Untuk kampus yang pertama merupakan bagian dari Gulen Movement, yang memiliki jaringan sekolah internasional di 140 negara. "Keduanya contoh paling mudah dilihat dan dijadikan panduan," paparnya.

Ia menjelaskan, dalam konteks ini pula, Indonesia bisa berkaca pada gerakan yang diperkenalkan oleh Fethullah Gulen (78) tersebut. Dai yang lahir di Turki, 11 November 1938, itu menawarkan pola pendidikan di luar kebiasaan Turki pada masa itu hingga sekarang.

Ia berani berpikir progesif di tengah- tengah hegemoni pemerintah yang sekuler militeristik dan konservatisme umat Islam di Turki.

Sosok yang kini tinggal di Pensylvania, Amerika Serikat, tersebut menciptakan sistem pendidikan berasrama dengan tema agama, ilmu pengetahuan, dan moral (faith, science, and ethics). Ternyata, upaya ini berkembang cepat seiring dengan berkembangnya pengalaman dan luasnya pergaulan.

Menurut Gulen, penguasaan sains modern oleh anak didik dapat menaikkan harkat dan martabat umat Islam. Namun sayang, sains modern beserta laboratoriumnya hanya tersedia dalam bahasa Inggris sehingga Gulen memandang penguasaan bahasa asing, terutama Inggris, merupakan hal yang penting. Ia pun mendirikan sekolah- sekolah bilingual.

Pada saat yang sama, sosok yang giat berjuang untuk pendidikan sejak 1970- an itu tetap mempertahankan pelajaran kesenian, budaya lokal, musik, olahraga, dan tarian tradisional. Ia tak segan mengajak para pengusaha dan pebisnis untuk mendukung cita-citanya itu. Ia juga berkeliling Turki untuk mengampanyekan agenda besarnya tersebut.

Selain modal di atas, Amin juga me nekankan pentingnya pola pikir progresif bagi intelektual muda Muslim Tanah Air, terutama menggagas pemikiran so sial, keagaman, dan pendidikan. Ini ha rus didukung dengan sikap pemuda yang memiliki memiliki mental dan ca- ra berpikir bahwa manusia Indonesia dan umat Islam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari warga dunia (world citizenship). "Perubahan mental ini merupakan keharusan," paparnya.

Gerak spiral vertikal Dalam seminar yang bertema "Membawa Muhammadiyah ke Percaturan Pe mikiran Global" itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin, mengatakan, langkah positif ini harus mendapat dukungan agar bisa membawa Muhammadiyah lebih dinamis dan progresif.

Ia pun mengusulkan agar perlu diciptakan gerak spiral vertikal. Gerak ini ada dasar teologi Islam-nya, yaitu Adam dan Hawa diberi ilmu dan disuruh berkomunikasi. Adanya komunikasi ini membuat ilmu yang dikuasai Adam dan Hawa itu menjadi meningkat.

Muhammadiyah, kata Din, selama ini dikenal sebagai gerakan praksis, yaitu gerakan yang memadukan ide dan aksi. Muhammadiyah harus melakukan gerak vertikal spiritual, yaitu menghubungkan antara ide dan aksi.

Aksi yang sudah berkembang, ujar Din, perlu dievaluasi dan dikritisi sehingga akan memunculkan ide-ide baru, demikian seterusnya.

Meski gerakan itu sudah berjalan, ia menilai masih lamban. "Ke depan harus dipercepat," ujar sosok yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini.

UMM Sumbang Rp 500 Juta

Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) akan menggulirkan dana bantuan sebesar Rp 500 juta untuk kelanjutan realisasi gagasan internasionalisasi pemi kiran Islam Indonesia. "Nanti insya Allah, mudah-mudahan disetujui," tutur Rektor UMM, Muhajir Effendy, yang disambut tepuk tangan peserta Tadarus Pemikiran Kaum Muda Muhammadiyah di Malang, Jawa Timur, Sabtu (19/7).

Ia berharap kegiatan yang baru terlaksana saat ini, meski idenya cukup lama, tidak hanya berlangsung sekali, tetapi mesti ber kelanjutan. Pihaknya mengapresiasi ke suk sesan kegiatan yang menghadirkan para pemikir muda Muhammadiyah dari Pulau Jawa, Sulawesi, Ambon, dan Nusa Tenggara.

Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, mendorong kader Muhammadiyah menjadi intelektual muda dengan syarat menempuh jenjang pendidikan setinggi mungkin. Apalagi, ia menyebut iklim di Muhammadiyah cukup mendukung dengan peluang bantuan pendidik an. "Tetapi, kader itu harus mempunyai impian besar setelah selesai sekolah," kata Haedar.

Memasuki abad kedua, Muhammadiyah memiliki sejumlah program yang harus didukung para intelektual muda. Di antaranya, mewujudkan Islam berkemajuan, gerakan sosial baru, gerakan pencerahan, dan menciptakan paradigma kosmopolitan.

Selain itu, Haedar juga meminta para kader intelektual tersebut berpartisipasi dalam struktur organisasi Muhammadiyah agar gerak laju organisasi kian dinamis dan besar. Ia berpendapat, partisipasi kader di internal organisasi tak akan mengerdilkan derajatnya. "Bahkan, insya Allah justru menjadi berkah," tuturnya meyakinkan.

Ia juga mendorong partisipasi para kader di eksternal organisasi, seperti ber sumbangsih karya tulis di jurnal atau media massa, agar hasil pemikirannya dibaca khalayak. rep:Heri Purwata ed: nashih nashrullah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement