Ahad 06 Jul 2014 18:00 WIB
kisah

KH Bahauddin Mudhary Kristolog Ulung dari Madura

Red: operator

Tak hanya dikenal sebagai kristolog ulung, Bahaudin juga organisator andal. Tidak banyak ulama yang memiliki kemampuan dakwah menangkal Kristenisasi di Indonesia. Selain dituntut kuat menguasai Islam, seorang Kristolog juga mesti memahami alkitab dan wawasan seputar agama tersebut. Sejarah mencatat, Indonesia juga kaya dengan deretan nama Kristolog.

Dari sekian nama yang melegenda itu adalah KH Bahauddin Mudhary. Sosok kelahiran Sumenep, Madura 23 April 1920 itu, merupakan tokoh yang cukup fenomenal dalam Kristologi.

Kemampuan KH Bahauddin Mudhary menangkal Kristenisasi tersohor hingga ia disebut-sebut sebagai pionir Kristologi di Tanah Air. Ini setidaknya terbukti ketika ia sukses mendebat para misionaris.

Puncaknya, ia berhasil mengislamkan penganut taat yang juga misionaris Kristen Katolik, Antonius Widuri, pada 18 Maret 1970. Perdebatan antara keduanya berlangsung alot, lebih dari sepekan.

Perjalanan debat itu, terekam dengan baik dalam bukunya yang berjudul Dialog Masalah Ketuhanan Yesus. Buku ini diterbitkan ulang oleh Cambridge University Press, Inggris. Dalam buku ini tercatat jelas bagaimana Antonio Widuri harus mengakui kekuatan argumentasi Bahaudin terkait kerancuan Trinitas. Antonio akhirnya berikrar syahadat.

Hingga saat ini, keberadaan buku yang juga diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda dengan judul "Dialoog over de Goddelijkheid van Jezus" ini diposisikan sebagai referensi otoritatif kajian perbandingan agama.

Autodidak

Bahaudin boleh saja tak pernah lulus pendidikan formal meski sempat bersekolah di Kweek School Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1940. Dan, dari sinilah kemam puan bahasanya bermula dan semangat belajar autodidaknya menggelora.

Ia menguasai bahasa asing, antara lain, bahasa Arab, Jepang, Jerman, Prancis, dan Belanda. Modal ini cukup membantunya dalam mengakses berbagai versi Bibel.

Meski demikian, bakat dan bekal kecerdasannya itu warisan genetik dari sang ayah, KH Ahmad Sufhansa Mudhary. Bahaudin dikenal cerdas. Ia mampu memainkan hampir seluruh alat musik mulai petik, gesek, tiup sampai tuts piano. Atas kelangkaan ilmunya itulah, ia berjuluk "Tera Ta Adamar", yang dalam bahasa Madura berarti benderang tanpa pelita.

Ini lantaran, kedalaman ilmunya berpangkal pada ilmu hakikat yang berpusat di hati. Bahaudin tak hanya didaulat sebagai Kristolog ulung. Ia dikenal pula piawi berorganisasi. Sejumlah jabatan penting pernah ia pegang.

Pada 1947, ia dipercaya sebagai Komandan Resimen Hizbullah, dua tahun kemudian mendirikan Yayasan Pesantren Sumenep, Komandan Sudanco, Ketua Muhammadiyah, Ketua Masyumi Wedana di Bangkalan serta Ketua Perserikatan Muslim Tionghoa di Madura (sekarang PITI).

Pada 1954, Ketua Muhammadiyah cabang Sumenep, Kepala SMA Yayasan Pesantren, mengajar bahasa Jerman dan Prancis di SMA Sumenep sekira 1960-1965, serta dosen di IKIP Negeri. Sepanjang hidup nya, Ba haudin hi dup dalam kese derhanaan dan sangat ber sahaja. Ia juga dikenal sangat humoris dengan petuah yang penuh warna  parigan"

(sesemmon Madura). Ada pesan menjelang akhir hayatnya yang hingga kini menjadi pegangan putra dan  cucu-cucunya, "Jangan sesekali meninggalkan shalat, selalu rukun dan memelihara tali silaturahim, serta jangan berebut harta pusaka, usahakan setiap malam shalat lail (Tahajud)."

Pada pengujung usianya, ia masih mengasuh Pesantren Kepanjin Sumenep dan menjabat Kepala Kantor Departemen Agama Sumenep, Ketua Umum GUPPI Jawa Timur, Ketua MUI Jawa Timur dan anggota DPRD Tingkat I Jawa Timur. Tepat 4 Desember 1979 di Surabaya, ulama dan pakar Kristologi berdarah Madura ini meninggal dunia. Namanya pun mengabadi, sekekal jasanya dalam membendung Kristenisasi. rep:Amri Amrullah ed:nashih nasrullah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement