Kamis 26 May 2016 15:00 WIB

Menganalisis Perilaku Berutang Masyarakat

Red:

Perilaku berutang masyarakat merupakan sesuatu yang me narik untuk dikaji. Per kem bangan utang di Indone sia dapat dijelaskan oleh per kem bangan jumlah debitur. Berdasar kan laporan statistik informasi debitur Bank Indonesia (2014), terjadi pening katan jumlah debitur dalam satu tahun terakhir di semua lembaga keuang an, baik bank umum (BU), Bank Perkre ditan Rakyat (BPR), maupun perusahaan pembiayaan (PP).

Dari data tersebut diketahui bahwa Jawa Barat menempati posisi pertama provinsi dengan jumlah debitur terbanyak. Pada bulan Desember 2014 tercatat jumlah debitur di provinsi tersebut mencapai angka 8,12 juta jiwa. Berdasar kan laporan kajian stabilitas keuangan Bank Indonesia (2015), Jawa Barat juga menempati posisi provinsi paling tinggi pertama dengan netto pinjaman lebih besar dari pada netto simpanan diban dingkan dengan provinsi lainnya dari tahun 2012 hingga tahun 2014.

Sebagai kota dengan jumlah rumah tangga sebanyak 253.934 unit (setara 1,03 juta jiwa), alokasi pinjaman bank umum kepada masyarakat kota hujan tersebut mengalami tren peningkatan, baik untuk modal kerja, investasi dan konsumsi. BPS mencatat tren yang me ningkat dalam kurun waktu 2010 – 2014. Pinjaman modal kerja tercatat sebagai jenis pinjaman yang paling banyak diberikan kepada masyarakat.

Dengana kondisi tersebut, maka peneli tian ini mencoba untuk menganalisis fak tor-faktor yang memengaruhi perilaku berutang masyarakat Bogor, dengan teknik pengambilan sampel yang bersifat purposive. Tercatat 86 orang warga Bo gor menjadi responden penelitian ini. Adapun metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan analisis faktor.

Hasil penelitian

Dari hasil observasi diketahui bahwa responden cenderung lebih banyak me la kukan utang. Mereka biasanya meminjam utang kepada lembaga keuangan berupa bank syariah dan kreditur lain nya dalam hal ini seperti keluarga, ke rabat, organisasi atau kantor. Responden sebagian besar memiliki porsi utang di bawah 20 persen dari total pendapatannya dan mereka menganggap bahwa por si utang yang dimilikinya tersebut se bagai beban yang ringan dalam hidupnya.

Dari hasil analisis faktor, diketahui lima faktor yang memengaruhi perilaku utang responden. Kelima faktor tersebut adalah faktor memenuhi kebutuhan, faktor ibadah 1, faktor ibadah 2, faktor perilaku berutang dan faktor eksternal. Pertama, faktor memenuhi kebutuhan.

Faktor memenuhi kebutuhan menjadi faktor yang paling dominan dalam memengaruhi masyarakat dalam berutang, dibuktikan dengan nilai keragaman yang tinggi yaitu sebesar 25.84 persen. Faktor ini terdiri atas : (i) variabel berpikir pendapatannya tidak akan pernah cukup sehingga perlu selalu mengambil utang; (ii) mudah terpengaruh untuk mengambil utang untuk membeli sesuatu yang baru ketika teman dan tetangga juga mengambil dan me rekomendasikannya; (iii) mengambil utang lain ketika selesai membayar utang saat ini; (iv) tidak bisa hidup tanpa utang karena selalu berpikir pendapatan tidak akan pernah cukup dan lebih suka menggunakan pembayaran non tunai untuk konsumsi jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan dasar saat ini; dan (v) merasa tidak apa-apa jika masih memiliki utang di masa depan karena keturunan akan membayar.

Kedua, ibadah 1 menjadi faktor ke dua yang memengaruhi masyarakat da lam berutang. Faktor ibadah 1 memiliki nilai keragaman sebesar 14.25 persen. Responden yang memberikan nilai yang tinggi pada faktor ini adalah responden yang melakukan shalat lima waktu, memberikan zakat fitrah dan melakukan puasa selama Ramadhan. Faktor ibadah 1 ini memengaruhi perilaku responden untuk memberikan perhatian terhadap urgensi berutang dan digunakannya un tuk keperluan apa. Responden meng anggap bahwa utang sebagai alternatif menyalurkan sifat konsumtif dianggap tidak boleh dalam agama karena termasuk ke dalam sifat yang boros dan tidak hidup secara sederhana. Namun ada juga responden yang tidak mempertimbangkan agama dalam keputusan berutangnya.

Ketiga, faktor ibadah 2 yang mene rangkan keragaman data sebesar 12.47 per sen. Variabel yang memiliki nilai loading tertinggi adalah variabel melak sa nakan ibadah haji dengan nilai loading sebesar 0.902 persen. Maksudnya, res pon den berutang untuk melaksanakan ibadah haji melalui fasilitas dana talangan haji pada perbankan syariah. Dana talangan haji adalah dana yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah kepada calon jamaah haji untuk memenuhi persyaratan minimal setoran awal BPIH sehingga calon jamaah tersebut mendapat porsi haji sesuai dengan ketentuan ke menterian agama. Praktik ini telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI dalam fatwanya no.

29/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pem biayaan Pengurusan Haji Lembaga Ke uangan Syariah. Fenomena ini menurut Sumarwan (2016) menunjukkan perubahan definisi "mampu" dalam beribadah haji, yang sebelumnya adalah "mampu" dari segi materi, kesehatan, mental dan agama, menjadi kemampuan seseorang untuk menyicil.

Faktor perilaku berutang adalah faktor keempat yang memengaruhi masyarakat dalam berutang. Responden yang termasuk ke dalam faktor ini ada lah responden yang melakukan menempatkan membayar utang didaftar prioritas karena itu adalah tanggung jawab untuk memenuhi hak orang lain, lebih suka membayar utang terlebih dahulu sebelum menabung uang karena itu adalah tanggung jawab untuk memenuhi hak orang lain, serta membayar utang setiap bulan karena harus memenuhi kebutuhan dasar. Faktor ini mampu menerangkan keragaman data sebesar 10.80 persen.

Faktor terakhir dalam penelitian ini yang memangaruhi responden dalam berutang adalah faktor eksternal. Faktor eksternal mencakup faktor lain di luar diri responden yang memengaruhi res ponden dalam berutang seperti pasangan, orang tua dan keluarga. Faktor eksternal memiliki nilai keragaman data sebesar 6.61 persen. Faktor ini terdiri atas dua variabel yaitu variabel suami/ istri dan orang tua berpikir harus meng ambil utang ketika ekonomi diperkirakan semakin baik di masa depan dan variabel suami/ istri dan orang tua ber pikir harus mengambil utang setiap kali kebutuhan baru muncul.

Diharapkan masyarakat dapat bersikap bijak dalam menggunakan uang dan membiasakan hidup sesuai dengan daya belinya. Apabila berutang sebaiknya digunakan untuk kegiatan produktif yang mampu menunjang dan meningkatkan kesejahteraan kehidupannya. Sehingga, manfaat utang dapat dirasakan masyarakat tidak hanya dirasakan sekali habis namun dapat dirasakan dalam jangka yang panjang untuk menjaga keberlangsungan hidupnya. Pemerintah sebagai pengatur juga perlu memberikan sosialisasi dan pembelajaran kepada masyarakat mengenai manajemen keuangan agar masyarakat tidak melakukan konsumsi melebihi pendapatannya. Wallaahu a'lam.

Nindya Anindika

Mahasiswa S1 Ekonomi Syariah FEM IPB

Dr Irfan Syauqi Beik

Staf Pengajar Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement