Kamis 28 Apr 2016 18:00 WIB

TAMKINIA- Aturan Pertukaran Uang dalam Islam

Red:

Islam sebagai sebuah cara hidup yang lengkap mempunyai aturan yang jelas tentang pertukaran uang yang dikenal dalam istilah fikih se bagai Bay' Al-Saraf. Secara umum, atur an pertukaran uang dalam Islam dapat dibagi kepada dua kategori, yaitu aturan pertukaran uang dalam mata uang yang sama, dan aturan pertukaran uang un tuk dua mata uang yang berbeda. Untuk kategori yang pertama, aturannya ada lah mesti dilakukan secara langsung (on the spot), dan ditukarkan dalam jumlah yang sama (equal value). Sebagai con toh, selembar uang kertas Rp 1.000 mes ti ditukarkan dengan sepuluh koin Rp 100.

Artinya, praktek penukaran uang Rp 1.000 dengan sembilan koin Rp 100 yang marak terjadi di sebagian masyarakat Indonesia sudah menyalahi aturan pertukaran uang dalam mata uang yang sa ma. Karena, nampak jelas ada ketidak samaan nilai antara uang yang di per tu karkan meskipun pertukaran dilaku kan secara langsung. Untuk kategori yang kedua, aturannya adalah mesti dila kukan secara langsung atau tidak boleh tertunda (deferred), dan tidak boleh ada khiyar syart dalam istilah fikihnya. Se bagai contoh, satu dolar AS dapat ditu kar dengan Rp 10.000 (sesuai dengan kurs yang berlaku saat pertukar an ter jadi). Artinya nilainya tidak perlu sama, tetapi mesti dilakukan secara langsung.

Pertukaran uang pada kategori ke dua dikenal di Indonesia dengan istilah perdagangan valuta asing (valas). Tran saksi valas biasanya dilakukan di pedagang valas (money changer) atau di Pa sar Valas (Forex). Transaksi valas di mo ney changer biasanya dilakukan untuk memenuhi permintaan individu dalam jumlah yang relatif kecil dan biasanya tidak melibatkan instrument derivatif keuangan. Jadi, transaksi valas di money changer relatif tidak memiliki permasa lah an syariah. Sedangkan, transaksi va las yang terjadi di Forex kebanyakan di la ku kan oleh institusi dan biasanya melibatkan kontrak-kontrak derivatif keuangan seperti kontrak serah mata uang (currency forward), kontrak berjangka mata uang (currency future), opsi mata uang (option), dan perjanjian swap mata uang (currency swap). Ada nya kontrakkontrak derivatif keuang an dalam tran saksi valas di Forex memerlukan pene litian tentang keabsahannya dari sudut pandang syariah. Untuk itu, penulis ingin menganalisa keabsahannya secara fikih.

Pertama, currency forward ialah suatu persetujuan antara dua belah pi hak untuk menjual atau membeli suatu mata uang di masa yang akan datang (tang gal transaksi ditetapkan) dalam har ga yang disetujui sekarang yang di ke nal dengan istilah forward rate. Parti sipan dalam kontrak derivatif ini ke ba nyakan adalah perusahaan multinasio nal yang ingin meminimalkan resiko per ubahan nilai mata uang. Sebagai con toh, PT X akan memerlukan satu juta dolar AS dalam tiga bulan kedepan un tuk membayar supliernya di Amerika Se rikat. Dengan bergejolaknya nilai kurs rupiah terhadap dolar AS, PT X memu tus kan untuk membuat persetujuan currency forward dengan Bank Y dimana dalam tiga bulan kedepan PT X akan mem beli satu juta dolar AS dari Bank Y dengan nilai kurs 1 dolar AS sama de ngan Rp 10.500. Nampak disini, bahwa dalam currency forward proses penyerahan uang dilakukan dimasa yang akan da tang (tiga bulan kedepan) meskipun kont rak penjualan dilakukan sekarang. Hal ini tentunya menyalahi aturan pe nyerahan langsung (on the spot) yang di gariskan Islam dalam perdagangan valas.

Kedua, currency future mempunyai kemiripan karakteristik dengan currency forward dimana keduanya adalah kontrak yang memperjanjikan pembelian atau penjualan suatu valuta pada tanggal yang akan datang dengan harga yang disepakati terlebih dahulu. Namun, currency future diperdagangkan di bursa yang terorganisir yaitu di bursa berjangka dalam unit yang standar, diawasi oleh pemerintah dan adanya keterlibatan lembaga kliring yang menjamin penyelesaian transaksi sehingga akan mengeliminir counter-party risk dengan menentukan aturan marjin yang dibutuhkan.

Selain itu, kebanyakan transaksi di currency future hanya diselesaikan dengan cara membeli posisi untuk menutupi kewajiban yang timbul, yaitu dengan membeli suatu kontrak untuk membatalkan/ meniadakan kewajiban yang timbul pada penjualan kon trak terdahulu yang disebut (offsetting). Sudah diketahui umum bahwa futures contract baik untuk komoditas atau mata uang banyak melibatkan spekulasi. Status Syari'ahnya masih banyak dipertanyakan karena adanya gharar dan maysir, selain transaksi yang tidak spot dan marjin yang tidak penuh.

Ketiga, opsi mata uang ialah kontrak dimana salah satu pihak menyetujui untuk membayar sejumlah imbalan (premium) kepada pihak yang lainnya untuk suatu "hak" (tetapi bukan kewajiban) untuk membeli suatu mata uang atau menjual suatu mata uang kepada pihak yang lainnya dalam harga tertentu (exercise price) selama masa ber laku nya opsi. Opsi memiliki fungsi yang sama dengan currency forward dan currency futures yaitu untuk meminimal kan resiko perubahan nilai mata uang. Perbedaanya adalah dalam opsi, si pemegang opsi tidak mempunyai kewajiban untuk membeli atau menjual mata uang yang disepakati selama masa berlakunya opsi, melainkan hanya hak yang bisa mereka gunakan atau tidak. Itu artinya, transaksi valas bisa saja terjadi atau tidak tergantung situasi selama opsi berlaku apakah menguntungkan bagi si pemegang opsi untuk menggunakan opsinya atau tidak.

Ada yang berargumen bahwa opsi memiliki kesamaan dengan bay' al- 'arbun (uang muka) dalam mu'amalah. Tetapi disana ada perbedaan yang jelas antara keduanya. Dalam opsi, premium bukan menjadi bagian dari harga, sementara dalam bay' al-'arbun, uang muka menjadi sebagian harga. Akibatnya, apabila seseorang membatalkan atau meneruskan jual belinya, maka dalam opsi, premium akan tetap hilang. Sementara dalam bay' al-'arbun, uang muka hanya hilang apabila si pembeli membatalkan pembeliannya.

Keempat, perjanjian swap adalah transaksi pertukaran dua valuta melalui pembelian atau penjualan tunai (spot) dengan penjualan/pembelian kembali secara berjangka yang dilakukan secara simultan dengan bank yang sama dan pada tingkat premi atau diskon dan kurs yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. Isu Syari'ah yang timbul dari transaksi swap adalah tidak berlakunya pertukaran langsung pada salah satu pihak, sedangkan dalam bay' al-sarf, pertukaran mata uang perlu dilakukan secara langsung oleh keduadua belah pihak.

Disamping itu, dalam kebanyakan kontrak derivatif diatas mesti ada pihak yang diuntungkan dan ada pihak yang dirugikan dari pergolakan nilai kurs rupiah. Hal ini bermakna kontrak ini mempunyai spirit menang-kalah yang menyerupai semangat yang ada di perjudian. Apalagi kontrak-kontrak diatas memberikan ruang yang besar bagi aksi spekulasi terhadap suatu mata uang. Walaupun tidak bisa dipungkiri aksi spekulasi memiliki manfaat seperti menambahkan likuiditas ke dalam pasar, namun kerusakan (mudharat) yang ditimbulkan aksi spekulasi terutama pada mata uang yang tidak likuid seperti rupiah lebih banyak ketimbang manfaatnya. Wallaahu a'lam.  

Dr. Sutan Emir Hidayat

Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis dan Humaniora University College of Bahrain

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement