Kamis 28 Apr 2016 18:00 WIB

TSAQOFI- Meningkatkan Efektivitas Penyaluran Zakat

Red:

Diantara esensi pengelolaan zakat melalui institusi amil adalah bagaimana mengefektifkan program penyaluran zakat yang memiliki dampak po sitif terhadap kesejahteraan mustahik (kelompok penerima zakat). Sejumlah studi membuktikan bahwa penyaluran zakat secara langsung dari muzakki (wajib zakat) kepada mustahik memiliki dampak yang kurang signifikan dibandingkan dengan apabila penyaluran zakat tersebut dilakukan dengan melibatkan peran amil zakat dalam meng intermediasi muzakki dan mustahik.

Namun demikian, harus diakui bahwa kualitas program penyaluran zakat ini perlu untuk terus ditingkat kan. Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) perlu untuk meningkatkan kapasitasnya dalam menyalurkan zakat, baik untuk programprogram yang bersifat konsumtif dan jangka pendek, maupun untuk program-program yang bersifat produktif, memberdayakan, dan memiliki dampak pada jangka panjang. Dalam dokumen Zakat Core Principles (ZCP) yang telah disepakati dalam empat kali pertemuan International Working Group on Zakat Core Principles yang dihadiri perwakilan 11 negara, telah dinyatakan tentang pentingnya program penyaluran zakat ini. Dokumen tersebut menggariskan bahwa kualitas penyaluran zakat dapat dilihat dari tiga aspek.

Aspek pertama adalah dari sisi rasio keuangan zakat yang dikelola oleh lembaga zakat resmi. Dokumen ZCP memperkenalkan konsep ACR (Allocation to Collection Ratio). ACR ini adalah rasio perbandingan antara proporsi dana zakat yang disalurkan dengan dana zakat yang dihimpun. Dalam dokumen tersebut diungkap lima kategori nilai ACR ini, yaitu kategori highly effective (>90 persen), effective (70 persen – 89 persen), fairly effective (50 persen – 69 persen), below expectation (20 persen – 49 persen), dan ineffective (

Kategori pertama berarti proporsi dana zakat yang disalurkan lebih dari 90 persen dibandingkan dengan dana zakat yang diterima. Hak amil yang digunakan kurang dari 10 persen. Ini menunjukkan bahwa lembaga zakat memiliki kapasitas penghimpunan dan penyaluran yang sangat besar. Adapun pada kategori kedua, proporsi penyaluran zakat dibandingkan dengan penghimpunannya berkisar diantara 70 persen hingga 89 persen. Ini berarti hak amil yang digunakan mencapai angka 11 persen hingga 30 persen. Demikian seterusnya. Semakin besar penggunaan proporsi hak amil, maka semakin rendah ka pa sitas penghimpunan dan penyaluran suatu lembaga zakat, sehingga tingkat efektivitas program penyaluran zakat menjadi semakin rendah.

Aspek kedua adalah kecepatan penyaluran zakat. Dokumen ZCP membagi aspek kecepatan penyaluran zakat ini ke dalam dua kategori, yaitu kategori program konsumtif dan kategori program produktif. Program konsumtif adalah program yang didesain untuk memenuhi kebutuhan mustahik pada jangka pendek seperti program bantuan pangan dan kesehatan, sedangkan program produktif adalah program yang didesain untuk memenuhi kebutuhan mustahik pada jangka panjang, seperti program pendidikan dan ekonomi.

Dalam program konsumtif, indikator program penyaluran yang efektif adalah ketika program tersebut dieksekusi kurang dari 3 bulan sejak diputuskan secara resmi oleh manajemen lembaga zakat. Dokumen ZCP menyebutnya dengan istilah fast. Apabila penyalurannya antara 3-6 bulan, maka disebut good. Selanjutnya, 6-9 bulan disebut fair, 9-12 bulan disebut slow, dan lebih dari 12 bulan extremely slow. Artinya, semakin lama kecepatan penyalurannya, maka semakin rendah kapasitas penyaluran zakat, sehingga semakin tidak efektif program konsumtif yang dilakukan.

Sementara dalam program produktif, klasifikasi kecepatan penyalurannya terbagi menjadi tiga. Yaitu, fast (kurang dari 6 bulan), good (6-12 bulan) dan fair (lebih dari 12 bulan). Yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa jangka waktu tersebut bukan menunjukkan lamanya program, karena program bisa bersifat multiyears, akan tetapi kecepatan untuk mulai mengeksekusi program pasca penetapan keputusan oleh pimpinan atau manajemen lembaga zakat. Misalnya, BAZNAS menyepakati bahwa pilot project program ZCD (Zakat Community Development) yang direncanakan selama 3 tahun akan dilaksanakan di kabupaten Bogor bekerjasama dengan BAZNAS Kabupaten Bogor dan BAZNAS Jawa Barat. Jika eksekusi program ini dimulai kurang dari 6 bulan, maka klasifikasinya adalah fast.

Aspek ketiga adalah manajemen risiko penyaluran zakat. Dalam kon teks ini, dokumen ZCP telah menetapkan dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam mengelola risiko penyaluran zakat. Yaitu, memenuhi kewajiban finansial secara tepat waktu dan melakukan antisipasi jika terjadi mismatch antara alokasi dana dengan kebutuhan riil yang diperlukan untuk berjalannya suatu prog ram. Pada sisi kewajiban keuangan, setiap keterlambatan berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi mustahik. Misalnya, keterlambatan penyaluran dana beasiswa berpotensi mengancam keberlangsungan pendidikan mustahik. Adapun pada sisi mismatch, ketidaksinkronan antara dana yang dialokasikan dengan kebutuhan riil program menunjukkan kekurangprofesionalan lembaga zakat sehingga berpotensi menciptakan kegagalan program penyaluran.

Karena itu, diperlukan adanya mitigasi resiko ini sehingga mustahik tidak terkena imbas negatifnya. Disinilah pentingnya peningkatan kualitas perencanaan dan pengorganisasian lembaga zakat sehingga program penyaluran yang dilakukannya dapat berjalan efektif dan memenuhi ekspektasi publik. Wallaahu a'lam.  

Dr Irfan Syauqi Beik

Kepala Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement