Kamis 27 Aug 2015 17:00 WIB

Spekulasi Harga Saham

Red:

Hari-hari belakangan ini harga saham di seluruh dunia berjatuhan secara tajam. Setelah mengalami periode keemasan selama enam tahun, investor kini mengalami kerugian besar. Kalau kita cermati ada beberapa hal yang menarik dari fenomena ini untuk kita renungkan secara menda lam terutama relevansinya dengan syar'i. Berikut adalah uraian yang berfungsi untuk memancing diskusi antar hati.

Pertama, kalau kita perhatikan secara baik, hampir tidak ada hubungan yang nyata antara kinerja perusahaan dengan harga saham. Naik turunnya harga saham secara individual tidak ditentukan oleh fundamental perusahaan. Bahkan ada perusahaan yang secara historis memiliki kinerja yang sangat baik dan terus mengalami peningkatan keuntungan dari tahun ke tahun, ternyata harga sahamnya rontok tibatiba. Pergerakan harga saham lebih ditentukan oleh sentiment. Ketika sentiment membaik maka harga melambung dan sebaliknya terperosok manakala ada sentiment negatif.

Kedua, dalam banyak kasus harga sama naik dan turun se cara berbarengan. Analisis bia sanya kemudian menghubung kan hal ini dengan peristiwaperistiwa penting seperti isu kenaikan suku bunga, anjoknya harga minyak, currency war dan lain sebagainya. Tak menjadi masalah apakah saham yang anda pegang berhubungan langsung atau tidak dengan isu-isu tersebut. Manakala investor percaya bahwa situasi perekonomian akan lebih jelek dari yang diperkirakan semula, mereka akan secepatnya kabur dari bursa saham. Siapa yang kabur duluan, itulah yang selamat. Ketiga, kalau anda coba regresikan antara indeks komposit dengan variable-variable ekonomi makro maupun ekonomi global maka hasilnya akan cukup mengejutkan.

Variable ekonomi hampir tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap pergerakan indeks komposit. Temuan semacam ini tentunya bukanlah hal yang baru. Kalau anda melakukan pencarian di dunia maya, ada ribuan hasil penelitian yang menyatakan lemahnya hubungan antara fundamental eko nomi dengan indeks komposit. Tidak hanya di negara berkembang saja hal itu terjadi, tetapi juga terlebih di negara maju. Kalau bukan fundamental mak ro ekonomi dan fundamental mikro perusahaan yang mem pengaruhi pergerakan har ga saham lantas apa dong yang menjadi motor penggerak.

Kalau anda melakukan event analysis secara telaten maka akan terlihat jelas bahwa berbagai peristiwa penting yang mempengaruhi pergerakan harga saham individual maupun indeks komposit. Lebih mengejutkan lagi, bukan peristiwanya yang penting tetapi yang jadi patokan adalah opini terhadap peristiwa atau berita. Dalam banyak ka sus, opini terhadap berita atau pe ristiwa seringkali tidak memiliki landasan logika sama sekali. Tak peduli apakah argumentasi itu masuk akal atau tidak, yang menjadikannya berpengaruh ada lah persepsi bahwa argu men tasi itu merupakan sebuah kebenaran. Sekali lagi persepsilah yang menjadi penggerak harga saham.

Karena itu bisnis jual beli sa ham adalah bisnis jual beli per sepsi. Kalau yang anda perjualbelikan adalah persepsi ba gai mana hukumnya berda sarkan syariat Islam. Tolong pak kiayai jelaskan ini kepada masyarakat. Celakanya, persepsi itu seringkali terbentuk berdasarkan omong kosong belaka. Ketika harga minyak dunia naik menjadi di atas seratus dolar per barel banyak analis bilang bahwa itu merupakan berita buruk bagi perekonomian. Di lain waktu, ketika harga minyak jatuh di bawah 40 dolar per barel, mereka juga bilang bahwa itu hal yang buruk. Hampir tak ada konsistensi logika berfikir dalam pembentukan opini semacam ini. Celakanya, dua-duanya dipersepsikan sebagai sebuah kebenaran. Lho kok bisa ya omong kosong dipercaya oleh begitu banyak orang.

Barangkali analogi judi no mor ganjil-genap akan sedikit meng gelitik hati anda. Anda me la kukan taruhan nomor mo bil me lawan teman anda. Kalau yang lewat adalah nomor genap maka anda menang, sebaliknya kalau ganjil anda kalah taruhan. Kami mau tanya kepada anda apa yang membuat anda meng ambil posisi nomor genap? Pasti ka re na anda menganggap bah wa yang akan lewat adalah mobil ber nomor genap bukan? Tak mung kin anda mengambil posisi genap manakala anda yakin yang akan lewat adalah nomor ganjil bukan? Persepsi bahwa yang akan lewat adalah genap atau ganjil nyata adalah spekulasi.

Hal tersebut sama juga dengan ketika anda bereaksi terhadap persepsi dalam menentukan posisi jual atau beli sa ham. Kalau persepsi yang anda yakini itu berdasarkan logika yang masuk akal maka itu dise but antisipasi. Hal itu sah-sah saja. Tetapi kalau persepsi itu terbentuk berdasarkan omong kosong, kira-kira apa hukumnya ya. Mari kita renungkan hal ini bersama-sama para ahli tafsir.

Dr Iman Sugema

Dosen IE FEM IPB

Dr M Iqbal Irfany

Dosen IE-FEM IPB

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement