Kamis 23 Apr 2015 13:00 WIB

Fallah dan Falah

Red:

Ada sekelompok masya rakat yang bekerja me nye mai kebaikan, setelah dhuha bahkan dari subuh me reka pergi ke sawah ladang un tuk menanam, merawat, menyirami, atau sekedar mengusir ha ma dan binatang pengganggu tanaman.

Aktifitas mereka sebenarnya tak hanya demi mata pencahari an keluarga, jauh dari itu mereka memberi supply makanan termasuk bagi masyarakat yang hi dup di kota-kota besar. Tak dapat dibayangkan bagaimana kehidupan tanpa adanya pertanian. tak salah Bung Karno menyebut pertanian adalah menyangkut ‘soal hidup matinya bangsa’.

Mirisnya, kondisi petani ratarata berkebalikan dengan peran mulia mereka. Kesejahteraan adalah kuncinya. Semakin ba nyak petani yang enggan lagi menjadi petani. Atau coba ta nyakan kepada anak-anak petani di kampung yang bersekolah berapa banyak di antara mereka yang ingin menjadi petani.

Indikasinya, sensus terakhir menyatakan jumlah rumah tang ga petani tinggal 26.13 juta di ta hun 2013, atau menyusut se jum lah 5 juta hanya dari 10 ta hun se belumnya. Ini berarti seki tar 500 ribu rumah tangga petani yang beralih pekerjaan ke sektor lain.

Tak perlu pula menyalahkan siapapun, termasuk kepada in stitusi pendidikan pertanian yang katanya lulusannya malah lebih banyak jadi bankir atau karya wan, struktur ketenagakerjaan de ngan insentif ekonomi nya yang menyebabkan petani bera lih pekerjaan, atau sarjana per ta nian yang malah bekerja di sek tor lain yang lebih menjanjikan.

Di pengajian kami dapati satu hadits Nabi yang kira-kira artinya seperti ini: "Tidaklah seorang mus lim yang bercocok tanam, ke cuali setiap tanaman yang di makannya bernilai se de kah bagi nya, apa yang dicuri da ri nya men jadi sedekah bagi nya, apa yang dimakan binatang liar dan burung menjadi sedekah ba ginya, dan tidaklah seseorang mengambil darinya, melainkah menjadi sede kah baginya." (HR Muslim, dalam Riyadh al-Sha lihin No. 135).

Hadits ini menunjukkan ke mu liaan pekerjaan bertani atas pro fesi yang lain, yang meng anjur kan kita menjadi petani atau terlibat dalam aktifitas pertanian. Para ulama sedikit ber beda pandangan tentang pekerjaan yang paling utama; sebagi an mengatakan pedagang, sebagian lagi mengatakan pengrajin (pere kayasa teknik/engineer), namun sebagian besar ulama menyatakan petani lah merupakan pekerjaan yang paling uta ma (Dalil al-Shalihin Syarah Riyadh al-Shalihin Hadits ke-135). Dera jat seorang manusia tentu haki katnya Tuhan yang ta hu, namun secara tegas hadits di atas me nunjukkan betapa mu lianya menjadi seorang petani.

Hikmah lain adalah hadits ini secara implisit menyatakan ba nyak sekali hak-hak petani (yang menyangkut taraf hidup yang layak) yang ‘tercuri’ oleh sistem per ekonomian yang kurang adil, walaupun dari perspektif petani apa pun hak-hak mereka yang te renggut hakikatnya merupakan sedekah bagi mereka. Ke sejah teraan kaum petani ada lah salah sa tu pe-er besar peng usung sis tem ekonomi berbasis nilai ketuhanan.

Menilai petani tak hanya me nyangkut fakta pertanian seba gai fondasi ketahanan pangan dima na kita semua yang secara struktural bergantung pada sek tor pertanian, lebih jauh lagi ba nyak se kali rumah tangga yang masih sa ngat tergantung dari sektor pertanian. Anggap rata-ra ta anggota rumah tangga ada lah 4 orang, artinya 105 juta penduduk yang penghidupannya dari sektor ini.

Diperlukan kebijakan pertanian pro-petani baik dalam pro duksi, pengolahan hasil pertanian, maupun tata niaga dan jasa pertanian. Tujuan akhirnya adalah menjamin kecukupan dan kemandirian pangan, dan juga kesejahteraan petani.

Kebijakan dalam produksi pertanian tentu terkait dengan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Ekstensifikasi pertanian erat kaitannya dengan penambahan luas lahan baru, misal dengan menghidupkan la han mati/sub optimal (ihya almawat). Hal ini terkait dengan kebijakan pertanahan. Prinsip pertanahan dalam ekonomi Is lam adalah bahwa salah satu pra syarat pemberian hak ke pemilikan lahan adalah kema u an dan kemampuan yang diberi hak pemilikan/penggarapan un tuk menjalankan aktifitas pertanian produktif. Negara mesti mendorong bahkan memaksa siapa saja pemilik lahan untuk mengolahnya secara produktif, disertai mekanisme insentif dan disinsentif. Demikian halnya perizinan konversi lahan pertanian mesti diawasi secara ketat.

Adapun Intensifikasi dilaku kan dengan peningkatan produktifitas lahan. Ketersediaan dan terjangkaunya bibit unggul, pu puk. obat-obatan dan infrastruk tur penunjang sangat di per lukan. Sub sidi yang tepat sasaran dapat di lakukan sarana dan produksi per tanian secara tepat dapat dila ku kan. Penye bar luasan teknik per tanian yang lebih efisien dan pro duktif juga dilakukan baik de ngan pendampingan, pelatihan, dan pe nyuluhan dengan pe nam bahan dan optimalisasi pe nyu luh pertanian di tiap kelurahan.

Penyediaan dan skema permodalan juga sangat penting. Di tengah keberpihakan perbankan nasional terhadap sektor perta ni an yang masih rendah, lemba ga keuangan syariah bisa meng ambil peran. Petani di kampungkampung sejatinya sudah terbiasa dengan sistem bagi hasil yang syar’i seperti ‘maparo’ (bagi ha sil separuh-separuh), ‘mapat’ (seperempat), ‘mertelu’ (seperti ga), dan sete rusnya. Dengan akad bagi hasil sebagai esensi keuangan islami, semestinya lembaga keuangan syariah bisa mengambil peran lebih dominan.

Tak hanya bagi hasil, terdapat beberapa skenario lain yang se suai karakter pertanian di In do nesia, misalnya skema jual be li dengan pesanan (bai’ al-sa lam). Idenya berbagai meka nis me syariah tersebut tentu harus bisa menjadi alternatif dari ske ma pembiayaan berbasis bunga dengan meminjamkan atau me ngutangkan modal. Lem baga keuangan syariah ha rus lebih berani melakukan penetrasi di sektor pertanian.

Keberpihakan lembaga ke uangan syariah hanya bisa dila kukan jika ada komitmen yang kuat, misalnya menjadikan sek tor pertanian memperoleh mini mal 20% dari total pembiayaan. Penyaluran pembiayaan ini bisa se cara langsung melalui kelompok usaha tani, ataupun secara ti dak langsung melalui kerjasa ma dengan lembaga microfinance syariah. Di samping itu, lem baga keuangan syariah bisa juga berperan dalam peningkatan kapasitas petani seperti pendampingan dan pelatihan baik terkait peningkatan produktifitas, nilai tambah maupun pema saran produk-produk pertanian.

Jika kita semua bahu mem ba hu berkontribusi, mu dah-mu dah an saja sektor pertanian bisa kembali cerah dan petani (fallah) menjadi semakin sejahtera (fa lah) dan sumringah. Karena me mang fallah pun berhak meraih falah.

Dr Iman Sugema

Dosen IE FEM IPB

Dr M Iqbal Irfany

Dosen IE-FEM IPB

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement