Kamis 22 Jan 2015 15:00 WIB

Belajar Dari Kesalahan

Red:

Belakangan ini ide untuk membuat skema hedging yang Islami kembali mencuat. Barangkali hal tersebut dilatarbelakangi oleh volatilitas nilai tukar dan harga komoditi yang cukup akut. Sebuah cita-cita yang luhur dan patut mendapatkan perhatian yang tinggi dari kalangan intelektual dan praktisi.

Tulisan ini mengupas mengapa hedging atau lindung nilai dalam system konvensional telah gagal mengemban misi utamanya yakni menciptakan kepastian bagi para pelaku keuangan. Semangat dalam tulisan ini bukan untuk menghambat temanteman yang sedang giat memperjuangkan mekanisme lindung nilai yang Islami. Kami hanya sekedar memberikan rambu agar kita sebagai muslim tidak jatuh ke dalam masalah yang sama.

Lindung nilai menurut ilmu mikro-ekonomi merupakan mekanisme untuk memastikan harga yang akan terjadi di masa yang akan datang dengan kon trak harga saat ini. Misalkan har ga mata uang rupiah mela wan USD untuk bulan April 2015 dise pakati akan menjadi Rp 12000 per USD. Artinya harga tiga bulan mendatang ditetapkan hari ini. De ngan cara ini importir yang membutuhkan dolar di bulan tersebut dapat melakukan kontrak lin dung nilai dengan eksportir yang pada bulan tersebut perlu menukarkan dolar ke rupiah. Kedua belah pihak mendapatkan kepastian harga dan pasokan mata uang. Lindung nilai juga dapat di lakukan untuk berbagai jenis ko moditi seperti emas, perak, nikel, minyak mentah, karet, kelapa sawit, cokelat dan lain-lain.

Akan tetapi fenomena lin dung nilai tidak hanya berhenti di persoalan dua pihak yang sa ling membutuhkan. Ada juga peran perantara seperti bank dan lembaga keuangan lainnya. Ada juga peran para spekulan seperti perusahaan hedge fund yang biasa memutar uang dalam skala besar namun dengan mo dal yang sangat sedikit. Spe kulan inilah yang biasanya me mancing di air keruh.

Dalam contoh eksportir dan importir di atas, kedua belah pihak memiliki kepentingan yang sama dari arah berlawanan. Yang satu perlu rupiah dan yang lainnya perlu dolar. Tapi dalam prakteknya tidaklah selalu de mikian. Kontrak lindung nilai bi sa terjadi antara eksportir dengan spekulan. Spekulan memandang kontrak lindung nilai sebagai wahana untuk mencari untung dalam "tebak-tebakan" berapa nilai tukar yang akan terjadi. Disebut dengan tebak-tebakan karena memang tak ada satu orang pun di dunia ini yang tahu secara pasti mengenai apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Kalau kita tahu apa yang terjadi, sudah pasti kita menjadi orang yang terkaya di dunia.

Lebih parah lagi kalau transaksi lindung nilai itu terjadi sesama spekulan. Kalau anda seorang spekulan, maka anda tinggal mencari "lawan main" sesama spekulan. Jika anda pegang dolar maka spekulan yang lainnya pegang rupiah. Kedua belah pihak tinggal bersepakat tentang harga rupiah melawan dolar untuk jangka waktu tertentu. Ketika tengat waktunya sudah sampai, maka nilai tukar secara aktual akan diketahui. Salah seorangnya pasti untung, dan yang lainnya pasti rugi. Itulah yang disebut dengan zero sum game. Dan itulah sejelas-jelasnya perjudian.

Coba kita bandingkan dengan judi tebak-tebakan nomor mobil. Kalau mobil yang lewat bernomor genap maka kami harus bayar pada anda, dan sebaliknya kalau ganjil anda harus bayar pada kami. Dengan kata lain kita sedang berspekulasi mengenai ganjil-genap mobil yang lewat. Atau dalam kasus nilai tukar yang dispekulasikan adalah di bawah atau di atas nilai tertentu. Kalau di bawah maka an da rugi, kalau di atas maka anda untung. Esensi keduanya sama bukan. Itu kalau dua-duanya adalah spekulan.

Aktifitas spekulasi di pasar mata uang dan pasar komoditi sudah sangat memprihatikan dan justru cenderung meningkatkan volatilitas harga. Itu karena spekulan mampu menggerakan harga pasar melalui apa yang disebut artificial supply and demand. Melalui margin trading dan non-deliverable future, se se orang bisa bertransaksi puluhan atau ratusan kali dari modal di tangan. Kalau risiko yang anda siap tanggung adalah 5 persen, maka dengan modal satu juta dolar anda dapat mela kukan transaksi sebesar 20 juta dolar. Jadi artificial demand yang anda ciptakan adalah 20 kali dari modal di tangan. Aktifitas seperti inilah yang oleh banyak ahli dinilai telah bertanggung jawab terhadap naik-turun nya harga komoditas secara tajam. Jadi alih-alih menciptakan kepastian, yang terjadi malahan semakin tingginya volatilitas.

Apakah hal tersebut harus membuat kita mengurungkan niat untuk menciptakan skema lindung nilai yang Islami? Itulah tantangan yang harus dijawab oleh para ahli keuangan syariah dan Dewan Syariah Nasional. Ki ta serahkan saja pada ahlinya.

Dr Iman Sugema

Dosen IE FEM IPB

Dr M Iqbal Irfany

Dosen IE-FEM IPB

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement