Jumat 09 Dec 2016 16:00 WIB

Ratusan Pasien Dievakuasi dari Aleppo

Red:

DAMASKUS - Ratusan warga sipil dievakuasi dari sebuah rumah sakit di kota tua Aleppo sepanjang Rabu (7/12) malam. Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengungkapkan, ini merupakan evakuasi pertama terbesar dari wilayah timur Aleppo.

Pasukan Suriah telah berhasil menguasai kembali kota tersebut dari pasukan oposisi pada Rabu. Oposisi meminta gencatan senjata dan mengusulkan pembicaraan terkait masa depan Aleppo dan operasi kemanusiaan terhadap warga di sana.

Kepala Delegasi ICRC di Suriah Marianne Gasser menyatakan, pasien yang berhasil dievakuasi berjumlah hampir 150 orang. ''Pasien dan warga sipil itu terperangkap selama beberapa hari karena pertempuran sengit antara pasukan pemerintah dan oposisi,'' kata dia, Kamis (8/12).

Gasser yang berada di Aleppo menjelaskan, sebagian besar mereka dalam kondisi cacat dan membutuhkan perawatan medis intensif. Mereka semula mendapatkan perawatan di RS Dar Al-Safaa, yang dikuasai kembali pasukan pemerintah pada Selasa (6/12) lalu.

Menurut Gasser, tiga rumah sakit di Aleppo bagian barat menampung sebanyak 118 pasien. Sedangkan, 30 orang lainnya di tempat penampungan. Ia menambahkan, evakuasi dilakukan ICRC bersama Syrian Arab Red Crescent.

Presiden Suriah Bashar al-Assad menyatakan, kemenangan pasukannya di Aleppo merupakan langkah penting untuk mengakhiri perang sipil di Suriah yang telah berlansung lima tahun. Meski demikian, kekalahan pasukan oposisi belum akan mengakhiri konflik.

''Benar, Aleppo bakal menjadi sebuah kemenangan bagi kami. Namun, kami realistis, ini memang langkah penting, tetapi tak akan mengakhiri konflik,'' kata Assad dalam wawancara dengan surat kabar Suriah al-Watan.

Ia menyatakan, teroris ada di mana-mana. Bahkan, ketika pasukan Suriah berhasil menguasai Aleppo, menurut dia, militer tak akan berhenti memerangi mereka. Dengan keyakinannya itu, Assad memerintahkan militernya untuk terus menyerang oposisi.

Assad menolak permintaan oposisi untuk menggelar gencatan senjata selama lima hari. Oposisi mengajukan penawaran itu setelah mereka mundur dari kota tua Aleppo. Ia pun mengabaikan seruan AS dan negara Barat lainnya, agar segera dilakukan gencatan senjata.

Oposisi yang menguasai wilayah timur Aleppo, mengalami kekalahan lebih cepat dibandingkan yang diperkirakan sebelumnya. Distri Al-Shaar, yang dikuasai militer Suriah, menjadi jalan masuk bagi mereka merebut kota tua Aleppo. Distrik itu kini tinggal puing.

Asap sisa mesiu dari pertempuran dua pasukan, masih terlihat jelas. Puluhan ribu warga sipil juga masih terjebak di distrik-distrik wilayah tenggara Aleppo. Oposisi mengungkapkan, warga di sana terancam bahaya besar. Mereka berusaha menyelamatkan warga.

Seorang warga mengisahkan, distrik-distrik itu saat ini sangat berantakan. Ketakutan merebak karena mereka berpotensi ditangkap, ditahan, kemudian menghadapi siksaan hingga menemui ajal. ''Banyak yang ditangkap oleh rezim Assad,'' kata Wissam, seorang guru.

Ia yang juga aktivis menyatakan, selama lima tahun terakhir warga tak bisa berbuat apa-apa. Sesuatu yang sangat mereka harapkan adalah berada di rumah dalam kondisi aman. Pasokan makanan terus berkurang dan rumah sakit tak lagi berfungsi normal.

Saat ini, pasukan pemerintah mengendalikan hampir 75 persen wilayah timur Aleppo. Selama empat tahun lebih, kawasan ini dikendalikan pasukan oposisi. AS, Inggris, Jerman, Italia, Prancis, dan Kanada mendesak ada gencatan senjata agar bantuan kemanusiaan masuk. Menurut BBC, enam negara itu juga mengecam Pemerintah Suriah dan sekutu utamanya, Rusia karena menghambat masuknya bantuan kemanusiaan. Serangan yang Rusia dan Suriah lakukan dianggap selalu menyasar rumah sakit dan sekolah.

Pertemuan pada Rabu (7/12) malam antara Menteri Luar (Menlu) Negeri AS John Kerry dan Menlu Rusia Sergei Lavrov berakhir tanpa hasil memuaskan.        rep: Ferry Kisihandi, Puti Almas/reuters, ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement