Selasa 27 Sep 2016 14:52 WIB

Trump Ingin Akui Yerusalem

Red:

WASHINGTON -- Kandidat presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik, Donald Trump, Ahad (25/9), mengatakan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, ia akan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel jika terpilih menjadi presiden AS. Sikap ini menunjukkan akan terjadi perubahan besar kebijakan AS terhadap Israel.

Dalam pertemuan yang berlangsung lebih dari satu jam di Trump Tower di New York, di bawah pemerintahannya, AS akan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tidak tercerai-berai.

Saat ini mayoritas dunia internasional tidak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Mereka memilih menempatkan kantor kedutaan besar di Tel Aviv.

Sementara Palestina, menginginkan wilayah Yerusalem Timur untuk menjadi ibu kota saat negara mereka berdiri. Yerusalem Timur dicaplok Israel dalam Perang 1967.

Dalam pertemuannya, Trump mengaku sepakat dengan Netanyahu bahwa perdamaian di Timur Tengah hanya bisa tercapai saat 'Palestina mengecam kebencian dan kekerasan serta menerima Israel sebagai Negara Yahudi."

Tim kampanye Trump mengatakan, sang kandidat presiden dan Netanyahu sempat membahas pagar pembatas yang didirikan Israel di Tepi Barat. Netanyahu menyamakan pagar tersebut dengan rencananya untuk membangun pagar antara AS dan Meksiko serta sementara melarang Muslim datang ke AS.

Isu lain yang dibahas keduanya adalah perang melawan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), bantuan militer ke Israel yang disebut sebagai "investasi luar biasa", serta kesepakatan nuklir dengan Iran yang sempat dikritik Israel dan kubu Republik di AS.

Beberapa jam setelah bertemu Trump, Netanyahu bertemu kandidat presiden AS dari Partai Demokrat, Hillary Clinton. Berbeda dengan Trump, pertemuan Netanyahu dan Clinton berlangsung kurang dari satu jam.

Menurut tim kampanye Clinton, sang kandidat presiden menekankan komitmennya untuk meningkatkan hubungan AS dan Israel. Clinton juga menyebutkan, solusi dua negara untuk konflik Israel dan Palestina ialah menjamin masa depan Israel sebagai negara Yahudi yang aman dan demokratis, dengan batas negara yang disepakati serta memberikan kemerdekaan, kedaulatan, dan harga diri kepada warga Palestina.

Namun, Clinton menolak keterlibatan pihak luar dalam penyelesaian konflik Israel dan Palestina.

"Menteri Luar Negeri Clinton menekankan kembali penolakannya terhadap upaya dari pihak luar --termasuk Dewan Keamanan PBB-- untuk memberlakukan penyelesaian," demikian isi pernyataan tim kampanye Clinton.

Laman Haaretz menyebutkan, Clinton menyatakan, "Israel yang kuat dan aman" adalah vital bagi AS. Clinton juga menekankan dukungannya pada dukungan militer AS senilai 38 juta dolar AS yang dicapai bulan ini. Ia berjanji akan mengadang setiap upaya untuk memboikot Israel.

Menurut sumber yang dikutip Haaretz, Netanyahu memilih menemui Trump dan Clinton, bukan sebaliknya karena menyadari padatnya jadwal kedua kandidat menjelang debat yang digelar pada Senin (26/9) waktu AS. Setelah dipastikan bisa bertemu Trump, Netanyahu kemudian mengatur janji dengan Clinton.

"Agar berimbang," tulis Haaretz.     reuters, ed: Yeyen Rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement