Selasa 27 Sep 2016 14:52 WIB

Rakyat Dukung Pemerintah Swiss Mata-matai Warga

Red:

BERN -- Swiss menggelar referendum untuk meningkatkan keamanan penduduk pada Ahad (25/9). Swiss menjadi negara pertama yang mengizinkan praktik seperti ini. Negara-negara tetangganya di Eropa melarang keras hal tersebut.

Sebanyak 65,5 persen pemilih sepakat memberikan kewenangan lebih pada otoritas keamanan untuk "memata-matai" penduduk. Kini, otoritas Swiss diizinkan untuk mencuri dengar rahasia penduduk.

Hasil referendum ini memberikan izin kepada polisi dan intelijen untuk menyadap telepon dan komunikasi orang tertentu dengan izin pengadilan federal, kementerian pertahanan, dan kabinet.

Otoritas yang berwenang juga diizinkan menelisik surat elektronik hingga menempatkan kamera tersembunyi dan penyadap. Hukum saat ini masih mengandalkan informasi yang tersedia di publik atau meminta petunjuk dari pejabat asing saat ada ancaman domestik.

Rencana ini sebenarnya lolos di parlemen tahun lalu. Namun, aliansi Partai Sosialis dan Green memimpin upaya untuk menggelar referendum.

Sistem demokrasi langsung Swiss mengizinkan referendum sebanyak empat kali dalam satu tahun untuk membuat keputusan soal legislasi baru.

Dikutip the Guardian, tingkat partisipasi pemilih dalam referendum kali ini hanya sebesar 43 persen. Jumlah ini lebih rendah dari pemilihan-pemilihan lainnya. Sebelum ini, Swiss menggelar referendum untuk topik yang lebih kontroversial, seperti imigrasi, Islam, dan keanggotaan Uni Eropa.

Pemerintah bersikeras bahwa ini bukan upaya mengumpulkan data seperti yang dilakukan US National Security Agency. "Ini bukan pengintaian seperti pada umumnya," kata Wakil Presiden Partai Christian Democratic, Yannick Buttet pada RTS.

Menteri Pertahanan Swiss Guy Parmelin berkeras bahwa negaranya tetap mengikuti standar internasional. "Dan, ini tidak bisa dibandingkan dengan level pengintaian yang dilakukan negara-negara besar seperti AS," kata dia dikutip the Independent.

Lebih lanjut, Bern mengatakan, langkah ini hanya akan dilakukan beberapa kali dalam setahun. Target pengawasan hanya pada pelaku berisiko tinggi, khususnya jika dikaitkan dengan kasus terorisme.

Hasil pemilihan kali ini dinilai menunjukkan perbedaan cara pandang penduduk setelah sejumlah aksi teror terjadi di seluruh Eropa. Politikus dari Partai Green, Lisa Mazzone, mengatakan kepada RTS, hasil referendum ini adalah bukti berhasilnya kampanye menakut-nakuti soal akan adanya serangan.

Kelompok advokasi hak asasi manusia (HAM) Amnesty International menyesalkan hasil referendum ini. Menurut mereka, hukum baru itu akan mengizinkan pengintaian di level tak pantas sehingga mengancam kebebasan berekspresi.

Buttet berpendapat, layanan intelijen Swiss terlalu bergantung pada bantuan negara lain sehingga mereka merampas banyak hal dengan penyelidikan penuh. "Kita dulu naif," kata dia.

Referendum kali ini tampak bertolak belakang dengan masalah yang muncul pada 1989. Saat itu, pemerintah membeberkan fakta telah memata-matai sekitar 99 ribu penduduknya.

Sejak saat itu, penduduk menjadi skeptis soal program pengintaian pemerintah. CCTV pun bahkan lebih jarang beroperasi di Swiss. Bahkan, Google Street View pun dilarang karena melanggar hukum privasi.

Namun, kejadian di negara tetangga, Prancis, telah mengubah pikiran penduduk. Argumentasi pihak oposisi soal risiko pribadi dan lainnya tidak membuahkan hasil. Padahal, mereka juga mengingatkan langkah ini tidak akan secara otomatis meningkatkan keamanan.

"Pemilih memberikan kekuatan yang besar pada otoritas intelijen mereka," kata kontributor BBC, Imogen Foulker, di Bern, Swiss.     rep: Lida Puspaningtyas, ed: Yeyen Rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement