Jumat 23 Sep 2016 15:00 WIB

Gandhi di Pusaran Kontroversi Ghana

Red:

Akademisi Ghana ternyata memiliki pendapat berbeda tentang Mahatma Gandhi. Mereka bahkan meminta patung tokoh pejuang tanpa kekerasan itu disingkirkan dari kampus mereka.

Patung Mahatma Gandhi telah ada di Universitas Ghana selama 21 tahun antara tahun 1893-1914 di Afrika Selatan. Dalam petisi daring (online) yang meminta agar Patung Gandhi disingkirkan, salah satu profesor di Universitas Ghana menuliskan beberapa tulisan Gandhi selama di Afrika Selatan yang menggambarkan ia seseorang yang rasialis.

Seperti dilansir Aljazirah, Kamis, (22/9), salah satu tulisannya mengatakan, orang India memiliki level yang lebih tinggi daripada orang Afrika. Orang Afrika juga merupakan orang-orang kaffir dan kurang beradab. Di Afrika, istilah kaffir mengacu pada orang kulit hitam dan kini memiliki konotasi negatif.

Salah satu tulisan Gandhi berbunyi, perjuangan kita adalah terus berjuang melawan degradasi yang dilakukan orang-orang Eropa yang ingin menjatuhkan kita di bawah level orang-orang kaffir yang pekerjaannya berburu, yang ambisinya mengoleksi ternak untuk membeli seorang istri, dan menjalani hidupnya dengan lamban dan telanjang.

Di mata para pendukung Gandhi, ia merupakan seorang pahlawan dengan jiwa yang besar. Ia juga merupakan figur ikon dalam sosial politik melalui proses yang damai. Ia berjuang tanpa kekerasan.

Namun, menurut para akademisi di Ghana, mereka tak bisa mengakui Gandhi sebagai pahlawan. Mereka menilai, Gandhi selalu berada di pihak Inggris pada saat zaman penjajahan. Gandhi dinilai terus berupaya untuk memastikan kepentingan orang-orang kulit hitam tak terpenuhi pada masa penjajahan Inggris di sana.

Dosen senior pada Universitas Ghana, Kwadwo Appiagyei, mengatakan, para ahli sejarah akan menceritakan sikap Gandhi yang tak mengenal belas kasihan pada orang-orang kulit hitam dan tak peduli dengan perjuangan mereka.

"Lalu di universitas dipasang patung Gandhi untuk dipuja. Saya kira ini tak layak dan bertentangan," katanya.

Di Afrika Selatan, peninggalan Gandhi juga dipertanyakan. Bahkan, tahun lalu ada kampanye secara daring dengan tagar #GandhiMustFall. Sementara itu, patung Gandhi di Johannesburg dirusak selama para demonstran protes dan menyerukan, "Gandhi yang rasialis harus dijatuhkan."

Namun, aktivis sosial Ela Gandhi mengatakan, kata kaffir pada zaman itu bukan bermaksud untuk menghina orang kulit hitam. "Jadi, saya tak sepakat kalau Gandhi dinilai merendahkan orang Afrika. Saya pikir Gandhi tak pernah berpikir kalau orang Afrika lebih kasar dan lebih rendah daripada orang India," ujarnya.

Warga Afrika, kata Ela, tak perlu mempertanyakan tingginya statusnya sebagai manusia. Kita merupakan ras yang sama tingginya dan mulia dengan ras manusia dari bangsa lain.

"Apalagi, Gandhi semasa hidupnya juga selalu menyerukan agar setiap manusia menghargai kasta, kelas, dan ras bangsa lain. Ini jelas-jelas bertentangan dengan tuduhan kalau Gandhi merupakan orang yang rasialis," katanya.

Namun, jika orang-orang tak ingin ada patung Gandhi, sebaiknya disingkirkan saja patungnya. Namun, janganlah menjelek-jelekkan Gandhi. Selain itu, jangan melakukan kekerasan dan kerusuhan.

"Perlu diketahui, Gandhi selalu mengajarkan kasih sayang tanpa kekerasan. Bahkan, Gandhi juga dihukum mati karena memperjuangkan ide-idenya tersebut. Ini perlu diingat dan dihargai," ujar Ela.  

Presiden Hindu Maha Sabha Afrika Selatan, Ashwin Trimkamjee, mengatakan, tuduhan kalau Gandhi itu rasialis bukanlah hal baru. "Kami sudah mendengarkan sejak dulu."

Padahal, perjuangan Gandhi di Afrika Selatan itu sangat besar. Ia bersama warga Afrika Selatan berjuang untuk melawan apartheid. Dia sangat dihormati warga Afrika Selatan zaman dulu.

Bahkan, Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela dan Partai ANC sangat menghormati Gandhi. Sebab, ia dinilai sebagai salah satu tokoh yang keras dalam memperjuangkan penghapusan sistem apartheid di Afrika Selatan. Namun, kini ia malah kurang dihargai.

"Filsafat Gandhi yang melawan penjajahan tanpa kekerasan sangat berdampak pada perjuangan melawan apartheid. Filosofi Gandhi benar-benar menginspirasi para tokoh bangsa untuk melawan apartheid," ujar Trimkamjee.

Profesor di Universitas Johannesburg dan penulis the South African Gandhi, Ashwin Desai, menyatakan, Gandhi tak pernah mengapresiasi perjuangan bangsa Afrika yang melawan perampasan yang dilakukan bangsa penjajah. Selain itu, Gandhi juga tak pernah memuji perjuangan bangsa Afrika dalam melawan perbudakan.

Banyak ahli sejarah yang salah menilai pandangan Gandhi. Mereka menilai pandangan Gandhi untuk melawan penjajahan tanpa kekerasan itu sebagai pandangannya secara universal, padahal tidak. Itu hanya untuk kelompoknya sendiri.

Perlu diketahui bahwa pandangan rasialis Gandhi itu sangat mendarah daging. Namun, sayangnya ini tak diketahui banyak orang.

"Sesungguhnya pandangan Gandhi terhadap bangsa Afrika Selatan ini tak membuat nyaman sebab ia orang yang rasialis. Saya kira orang-orang yang ingin patungnya disingkirkan adalah orang-orang yang punya hak untuk menyingkirkan patung orang yang dinilai menampar perjuangan bangsa Afrika Selatan," kata Desai.     Oleh Dyah Ratna Meta Novia, ed: Yeyen Rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement